Meski Saldo Nol Rupiah Pekerja Ojol Masih Bisa Tidur Nyenyak di Rumah KPR

BTN makin serius garap KPR segmen informal lho!

Gelombang pandemik COVID-19 meluluhlantakkan dunia, tidak hanya di sektor kesehatan tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi, politik, dan sosial. Dampak nyata dari pelemahan ekonomi adalah terjadi penurunan pendapatan masyarakat pekerja baik di segmen formal maupun informal.

Pekerja informal jangkau KPR BTN

Meski Saldo Nol Rupiah Pekerja Ojol Masih Bisa Tidur Nyenyak di Rumah KPRSeorang pekerja ojek online sedang memesan order makanan dari konsumen di sebuah rumah makan di Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Pekerja informal yang memiliki risiko tinggi karena pendapatan tidak pasti dan upah minim, juga harus mengalami kendala sebagai debitur lantaran memiliki kredit di bank. Seperti kisah Irwan Septiadi, warga Kaliwungu Kabupaten Kendal yang sehari-hari bekerja sebagai pengemudi ojek online (ojol).

Pria berusia 38 tahun ini merupakan debitur kredit pemilikan rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Semarang. Sudah lima tahun terakhir Irwan menjadi nasabah bank berplat merah tersebut.

Tepatnya, pada tahun 2017 pekerja informal ini memutuskan membeli rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) atau dikenal rumah subsidi di Nirwana Residence Kaliwungu, Kabupaten Kendal. Ia membeli hunian tapak tipe 27/60 seharga Rp123 juta dengan sistem KPR di Bank BTN Cabang Semarang.

Menurut Irwan, proses saat meminang rumah impian yang akan ia tinggali bersama istri dan anaknya itu sangat mudah. Setelah datang ke pengembang perumahan dan memberikan tanda jadi sebesar Rp500 ribu, ia melakukan wawancara dengan bank. Usai proses wawancara dan syarat-syarat lain disetujui bank, kemudian ia membayar uang muka senilai Rp5 juta.

‘’Keputusan membeli rumah ini modalnya nekat. Setelah ikut tinggal di rumah orang tua, lalu berpindah-pindah kos dan kontrakan, saya putuskan beli rumah. Tekad saya kuat, yaitu untuk memberikan tempat tinggal dan perlindungan untuk keluarga,’’ tuturnya saat ditemui ketika mengambil pesanan makanan konsumen di sebuah rumah makan di Semarang, Rabu (1/2/2023).

Saat itu Irwan hanya punya sedikit tabungan hasil dari menyisihkan penghasilannya bertahun-tahun. Uang tabungan itu kemudian untuk membayar DP rumah. Setelah akad KPR dengan BTN sah, ia memiliki kewajiban membayar angsuran sebesar Rp700 ribu per bulan dengan jangka waktu 20 tahun. Untuk membayar cicilan per bulan, ayah tiga anak ini rela setiap hari menempuh perjalanan sejauh 200 km dari Kaliwungu Kendal ke Kota Semarang untuk kemudian bekerja selama kurang lebih 12 jam menjadi pengemudi ojol. Irwan pun memiliki target, paling tidak sehari bisa menyisihkan uang sekitar Rp20 ribu–Rp25 ribu untuk membayar angsuran rumah.

Pembayaran angsuran KPR selama tiga tahun berjalan lancar, namun tanpa diduga COVID-19 melanda pada tahun 2020. Wabah virus corona ini membatasi ruang gerak Irwan yang harus bekerja di lapangan. Mobilisasi yang terbatas karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berdampak pada penurunan pendapatannya sebagai pekerja informal.

“Sebenarnya, saat kena PPKM itu saya masih bisa bekerja, tapi orderan dari konsumen sepi. Tidak ada penumpang dan pemasukan dari orderan pesan antar makanan juga tidak banyak. Jadi, sehari muter paling dapat polsek alias pol seket (maksimal mengantongi Rp50 ribu),” tuturnya.

Nasabah KPR segmen informal terdampak pandemik

Meski Saldo Nol Rupiah Pekerja Ojol Masih Bisa Tidur Nyenyak di Rumah KPRSeorang pekerja ojek online sedang memesan order makanan dari konsumen di sebuah rumah makan di Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Kondisi itu membuat Irwan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Apalagi, untuk melaksanakan kewajiban membayar angsuran KPR juga harus tersendat. Bahkan, saat masa paceklik itu saldo di rekening BTN miliknya benar-benar nol rupiah.

‘’Mulai ada pandemik di awal tahun 2020, sekitar jalan satu dua bulan saya sudah mulai seret alias susah bayar cicilan KPR. Saldo di rekening nol rupiah. Lalu, karena ada tunggakan itu saya ditelpon BTN,” ujarnya.

Pada waktu itu BTN mengkonfirmasi kepada Irwan terkait keterlambatan angsuran cicilan rumah. Setelah dijelaskan kondisi yang menimpa dirinya, Irwan diminta oleh pihak bank datang ke BTN Cabang Semarang untuk mengajukan relaksasi atau restrukturisasi kredit.

‘’Orang BTN bilang ke saya, datang aja mas ke kantor untuk mengajukan penangguhan cicilan dengan restrukturisasi KPR. Nanti bawa syarat-syarat seperti KTP, KK, buku tabungan, histori pendapatan, dan identitas profil ojek online-nya ya. Lalu, saya datang ke bank untuk mengurus itu. Proses pengajuannya cepat, nggak lebih dari dua minggu,’’ jelasnya.

Setelah disetujui oleh BTN, Irwan merasa lega dan akhirnya bisa tidur nyenyak di rumah. Ia mendapat kelonggaran tidak membayar cicilan KPR selama setahun atau 12 bulan. Bahkan, setelah 12 bulan selesai ia bisa memperpanjang dengan mengajukan restrukturisasi kembali selama 6 bulan dengan syarat yang sama dan disetujui BTN.

‘’Habis itu kan pemulihan ekonomi, saat masa restrukturisasi 6 bulan selesai, saya masih belum sanggup membayar angsuran KPR. Saya kembali mengadu ke BTN soal kesulitan yang saya alami. Lalu, bank menawarkan keringanan untuk membayar sesuai kesanggupan saya, akhirnya sepakat bayar cicilan Rp300 ribu per bulan,’’ tuturnya.

“Alhamdulillah, setahun ke depan masih diringankan untuk membayar cicilan KPR. Sampai saya tuh mikir, baik banget ya BTN, kalau nggak dibantu mungkin saya dan anak istri sudah jadi gelandangan, rumah disita dan kami diusir karena nggak bisa bayar angsuran,’’ imbuh Irwan.

Secara prudensial, BTN telah membantu pekerja informal seperti Irwan yang terdampak pandemik COVID-19. Berbagai solusi kemudahan ditawarkan kepada nasabah KPR melalui layanan dan komunikasi yang baik dalam rangka memulihkan ekonomi pasca pandemik.

Langkah tersebut telah sesuai dengan program restrukturisasi kredit dan pelonggaran penilaian kualitas kredit satu pilar yang dicanangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2020 tentang Perubahan Atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Sedianya aturan itu berlaku hingga Maret 2021, tapi diperpanjang sampai Maret 2022. Selanjutnya, demi mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu yang memerlukan periode restrukturisasi kredit atau pembiayaan tambahan, OJK kembali memperpanjang selama satu tahun sampai 31 Maret 2024.

Baca Juga: BTN Bidik Pedagang Pasar di Jateng Tingkatkan Dana Pihak Ketiga

BTN lakukan restrukturisasi kredit

Meski Saldo Nol Rupiah Pekerja Ojol Masih Bisa Tidur Nyenyak di Rumah KPRSeorang pekerja ojek online sedang memesan order makanan dari konsumen di sebuah rumah makan di Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Sementara itu, BTN Kanwil VI Jawa Tengah dan DI Yogyakarta mencatat jumlah nasabah KPR yang terdampak pandemik COVID-19 dan mengajukan restrukturisasi kredit sepanjang tahun 2020 sampai 2023 sebanyak 6.530 debitur.

Kepala BTN Kanwil VI Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Roni Subagio mengatakan, kepada debitur KPR yang terdampak pandemik pihaknya telah memberikan relaksasi.

‘’Kami berikan relaksasi kredit terutama kepada nasabah KPR dari segmen informal yang terdampak pandemik COVID-19. Adapun, penawaran relaksasi atau restrukturisasi kredit ini dalam bentuk grace period angsuran, grace period parsial, penjadwalan ulang sisa tagihan (PUST), penjadwalan ulang sisa pokok (PUSP) serta pengurangan suku bunga,’’ jelasnya saat ditemui, Jumat (3/2/2023).

Langkah tersebut dilakukan sebagai upaya BTN melayani dan memberikan kemudahan restrukturisasi kredit bagi nasabah KPR segmen informal di masa pandemik. Ke depan, BTN juga berkomitmen menggarap potensi pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di sektor informal.

Komitmen itu ditempuh karena pekerja di sektor informal masih mendominasi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Agustus 2022, dari total 135,3 juta jiwa penduduk yang bekerja di dalam negeri sebanyak 80,24 juta jiwa atau setara dengan 59,31 persen bekerja di sektor informal. Sedangkan, sisanya sebanyak 55,06 juta jiwa atau 40,69 persen bekerja di sektor formal.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna melansir dari laman rei.or.id menjabarkan, bahwa sekitar 74 persen dari jumlah pekerja informal tersebut belum memiliki rumah dan 41 persen di antaranya ingin membangun rumah sendiri karena ketiadaan akses pembiayaan.

Jawab masalah pekerja informal yang susah akses KPR

Meski Saldo Nol Rupiah Pekerja Ojol Masih Bisa Tidur Nyenyak di Rumah KPRKepala Bank BTN Kanwil VI Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Roni Subagio menemui seorang nasabah dari segmen informal yang sedang mengurus KPR di Bank BTN Cabang Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Menjawab permasalahan perumahan bagi pekerja informal, Roni menyampaikan, BTN berkomitmen menggarap KPR segmen informal dengan cara mengembangkan KPR berbasis komunitas.

‘’Seperti saat ini yang sudah dijalankan BTN secara nasional untuk menggarap segmen informal, yaitu menggandeng komunitas tukang cukur, ojek online (Gojek dan Grab), dan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi). Kami ingin membidik potensi di lingkungan komunitas tersebut untuk pembiayaan perumahan khususnya KPR Subsidi dengan tetap mengacu ketentuan pemerintah untuk penyalurannya,’’ katanya didampingi Wakil Kepala Kanwil BTN Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Bambang Prasetyo.

Untuk diketahui, tahun 2023 ini pemerintah telah menyiapkan beberapa skema pembiayaan untuk sektor informal di antaranya, KPR FLPP dengan bunga 5 persen sampai dengan jangka waktu kredit serta subsidi bantuan uang muka sebesar Rp4 juta. Kemudian, menyiapkan skema khusus untuk sektor informal yang bekerja sama dengan asosiasi yang menaungi pekerja informal, perbankan dan BP Tapera sebagai lembaga yang menyalurkan KPR FLPP.

‘’Sedangkan, dari BTN kami memberikan kemudahan dalam proses KPR, pemberkasan, serta memberikan subsidi dari pemerintah berupa subsidi bantuan uang muka dari pemerintah. Lalu, juga mendapatkan rekomendasi developer-developer pilihan dari BTN,’’ terang Roni.

Bagi calon nasabah KPR BTN dari sektor informal dapat mengajukan KPR secara virtual melalui BTN Properti. Pada platform tersebut calon nasabah dapat melihat listing perumahan dari pengembang yang membantu dalam mencari rumah, simulasi kredit, pengajuan kredit online dan 4D Tour Service.

Selain secara virtual, calon nasabah KPR juga bisa datang langsung untuk mengakses program ataupun produk BTN di 8 Kantor Cabang dan 56 Kantor Cabang Pembantu Bank BTN di wilayah Jateng dan DI Yogyakarta.

‘’Bagi pekerja informal yang ingin mengajukan KPR, tidak ada syarat khusus dibandingkan nasabah KPR pada umumnya. Namun, perbedaannya hanya terletak pada persyaratan dokumen khusus untuk sektor non fixed income, seperti salinan rekening koran atau laporan penghasilan/pendapatan, surat keterangan usaha/salinan dokumen perizinan usaha,’’ jelas Roni.

Jadi bank penyalur pembiayaan terbesar KPR FLPP

Meski Saldo Nol Rupiah Pekerja Ojol Masih Bisa Tidur Nyenyak di Rumah KPRSeorang nasabah dari segmen informal sedang mengurus KPR di Bank BTN Cabang Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Untuk diketahui, pada tahun 2023 ini Bank BTN Kanwil VI Jateng dan DI Yogyakarta menargetkan penyaluran kredit perumahan baik KPR non subsidi maupun KPR subsidi sebesar Rp1.675.970.000.000,-. Adapun, khusus target penyaluran KPR subsidi, yaitu sebesar Rp1.093.186.000.000,-.

Komitmen dan upaya Bank BTN menggarap potensi pembiayaan perumahan untuk pekerja informal dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) juga didukung oleh DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah.

Ketua DPD REI Jawa Tengah, Suhartono mengatakan, dari dulu ada stigma bahwa pekerja informal sulit menjangkau pembiayaan perumahan dari bank karena pendapatan mereka tidak tetap sehingga sulit diverifikasi. Padahal, justru kalangan MBR dari segmen informal ini banyak yang membutuhkan rumah.

‘’Atas kendala yang dialami MBR pekerja informal ini, Bank BTN menjawab dengan menjadi pelopor untuk mengatasi masalah tersebut. Pekerja informal mendapatkan akses yang mudah untuk membeli rumah dengan program KPR BTN,’’ ungkapnya saat dikonfirmasi, Sabtu (6/2/2023).

Berdasarkan data realisasi FLPP di Provinsi Jawa Tengah tahun 2022 dari Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), BTN menjadi bank penyalur terbesar KPR Sejahtera FLPP dengan kontribusi lebih dari 70 persen. Secara rinci, Bank BTN berhasil membukukan 6.067 unit rumah dengan nilai Rp640 miliar (45,80 persen) dan Bank BTN Syariah membukukan 3.365 unit rumah dengan nilai Rp355 miliar (25,40 persen).

Suhartono menambahkan, ke depan potensi untuk menggarap rumah subsidi bagi MBR pekerja informal akan semakin besar. Sebab, permintaan rumah subsidi juga terus meningkat, apalagi di dekat kawasan industri Pantura Jawa.

‘’Disamping itu, sekarang ini banyak pengembang perumahan di Jateng yang mulai beralih jualan rumah subsidi. Tren ini terjadi saat pandemik, sebagaimana permintaan rumah dari konsumen paling banyak adalah rumah subsidi. Seiring itu kini dari 360 anggota REI Jateng, 80 persen sudah mengembangkan rumah subsidi. Artinya, ini ada ceruk bisnis yang bisa digarap bersama antara pengembang peruhaman dan perbankan. Kami pun yakin Bank BTN bisa menggarap KPR rumah subsidi bagi segmen informal ini,’’ tandasnya.

Baca Juga: Perumahan Elite Marina Semarang Diterjang Banjir Bandang, BPBD: Urusannya Pengembang

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya