Literasi Kekinian ala OJK Bikin Masa Depan Millennial Nyaman

Infrastruktur edukasi OJK makin ramah bagi millennial

Semarang, IDN Times - Litha terlihat sibuk menerima panggilan telepon dari klien Siang itu. Dari kejauhan, sesekali ia menyempatkan membaca dan membalas notifikasi pesan yang masuk melalui gawainya di ruang kerjanya. Maklum, ia harus mengecek secara berkala persediaan ada atau tidaknya kamar yang masih kosong atau available.

Mojang kelahiran Kabupaten Batang, Jawa Tengah itu tampak cakap dan luwes berkomunikasi melayani permintaan satu per satu para pelanggan. Hal itu tak lepas dari pengalamannya yang sudah malang melintang di dunia perhotelan di Kota Semarang.

Kariernya melesat. Ia kini menjabat sebagai sales executive Hotel Citradream, yang berlokasi 500 meter tak jauh dari ikon Kota Semarang, Tugu Muda.

Circle atau pergaulan dan lingkungan Litha cukup lekat dengan gaya hedonisme, yaitu perilaku hidup yang menggilai kesenangan dan kemewahan--. Apalagi, ia termasuk seorang eksekutif muda (eksmud).

Hedonisme tumbuh subur bersamaan dengan makin tingginya aktivitas manusia di media sosial. Media sosial bak pintu ke mana saja yang dapat dibuka oleh setiap orang untuk memenuhi berbagai kesenangan hidup. Medium tersebut juga ibarat sebagai jendela untuk mempertontonkan semua yang dianggap sebagai sebuah pencapaian.

Literasi Kekinian ala OJK Bikin Masa Depan Millennial NyamanDokumen pribadi Vincentia Litha

Godaan demi godaan bergaya hedonisme selalu mendatangi Litha. Mulai dari ajakan shopping, travelling ke luar negeri, membeli gadget mewah, yang berujung pada perilaku hidup konsumtif.

Meskipun secara finansial mencukupi, Litha tak lantas jemawa menerima dan menuruti mentah-mentah bujukan tersebut. Ia cukup realistis dalam menjalani hidup. Termasuk cermat dan bijak dalam mengatur finansial pribadi yang salah satunya dialokasikan untuk asuransi jiwa.

"Mencari kesenangan untuk diri sendiri tentu tidak salah, tapi bisa berbahaya kalau sudah kehilangan kontrol dan masuk ke dalam perangkap hedonisme. Saya ikut asuransi jiwa lebih untuk cover (proteksi) diri sendiri, soalnya aku (tinggal dan masih) sendiri. Asuransi jiwa yang aku pakai kalau gak digunakan, larinya ke (jaminan) hari tua, jadi bakal ngumpul besok pas tenor asuransinya selesai. Jadi, uangku aman dan gak terbuang sama hal-hal yang kurang begitu penting," kata perempuan bernama lengkap Vincentia Litha itu kepada IDN Times, Rabu (6/10/2021).

Keputusannya mengikuti asuransi jiwa saat usia produktif diambil matang-matang dengan memperhatikan segala risiko yang ada. Sikap well literate tersebut tak lepas dari peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang gencar mengedukasi dan menyosialisasikan literasi keuangan kepada masyarakat, khususnya anak muda atau millennial. 

Edukasi keuangan pun tak hanya single fighter dilakukan OJK. Lembaga yang berdiri sejak 16 Juli 2012 itu berkolaborasi dengan berbagai pihak--dari regulator sampai pelaku industri jasa keuangan--untuk memberikan wawasan mengenai literasi keuangan. Mereka mengemas materi edukasi dengan kreatif seperti kartun, video, atau podcast lewat media sosial Facebook, Instagram, Youtube, dan Twitter, yang dekat dan banyak diminati millennial, termasuk Litha.

https://www.youtube.com/embed/ddSb7l3aQrk

Paparan informasi melalui saluran tersebut secara otomatis membuatnya makin paham akan asuransi jiwa. Bagi Litha, selain memberikan perlindungan, asuransi jiwa menjadi pilihan untuk meminimalisir hal-hal yang tak diinginkan, yang bisa memengaruhi keuangan pribadi. Sebagai contoh ketika mengalami kecelakaan, meninggal dunia, atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Asuransi sifatnya berjaga-jaga, tidak bermaksud mengharapkan celaka sehingga segala sesuatu bisa ditanggung perusahaan asuransi. Tidak ada orang yang menginginkan kayak begitu, karena asuransi adalah salah satu ikhtiar supaya hidup menjadi lebih aman dan nyaman. Bagiku lebih ke fungsional. Keuangan tidak habis untuk (gaya hidup) hedonisme tapi bisa lebih tertata," imbuh wanita 29 tahun yang hobi makan tersebut.

Litha yakin langkahnya menggunakan produk jasa keuangan berupa asuransi jiwa merupakan bagian dari perencanaan dan pengelolaan keuangan yang tepat.

Sebab, ia tak memungkiri jika sebagian besar millennial seusianya--bahkan rekan sejawat--masih beranggapan atau berpikir kalau asuransi belum menjadi hal yang penting karena masih muda, produktif terlebih seumpama sakit masih ditanggung oleh kantor atau perusahaan tempat mereka bekerja.

Anggapan millennial yang tidak membutuhkan asuransi belum tentu benar. Meski masih muda dan berusia produktif, tak lantas serta merta mereka terbebas dari risiko kesehatan. Pasalnya, tidak ada yang mengetahui kapan, siapa, dan bagaimana keadaan atau kondisi seseorang nanti atau di masa mendatang.

Paradigma tersebut berimbas terhadap tingkat literasi keuangan di kalangan para millennial. Padahal, banyak keuntungan yang didapatkan apabila mereka sejak dini menggunakan asuransi. Di antaranya, premi bulanan yang lebih murah dan bisa dijadikan sebagai asuransi jangka panjang sehingga perencanaan keuangan mereka lebih jelas dan terukur.

"Generasi muda (millennial) rentan secara finansial. Kebanyakan (dari mereka) menghabiskan uang untuk kesenangan. Tingkat literasi keuangan mereka masih rendah," kata Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tirta Segara.

Baca Juga: Awas! 64 Aduan Pinjol Ilegal Masuk OJK, Guru di Jateng Jadi Korban

Berkolaborasi dalam mengedukasi

Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kristianti Puji Rahayu menyebut bahwa literasi keuangan sangat penting bagi millennial. Sebab, keberadaan mereka rentan secara finansial dan terdampak media sosial karena mudah terpapar informasi atau kabar bohong (hoax) mengenai keuangan. Seperti gampang teperdaya ajakan-ajakan influencer untuk berinvestasi secara ilegal. 

Lebih dari itu, millennial kerap mengalami Fear of Missing Out (FOMO)--yang selalu merasa khawatir berlebihan dan ketakutan tertinggal tren--. Oleh karena itu, mereka cenderung pengin menuruti gaya hidup yang konsumtif demi gengsi dan untuk pansos (panjat sosial) sebagai bentuk eksistensi diri agar tak dicap ketinggalan zaman atau katrok (tidak gaul) saat nongkrong bareng.

Literasi keuangan yang diberikan OJK bersama regulator, pelaku industri jasa keuangan nonbank, maupun berbagai pihak bertujuan agar millennial bisa melek terhadap produk jasa keuangan sehingga masa depan mereka kelak lebih sejahtera (financial wellbeing). Dengan begitu, mereka dapat merancang untuk menggunakan produk jasa keuangan sehingga bisa bertahan saat menghadapi masa sulit. Salah satunya ketika pandemik COVID-19 (financial resilience).

Dua sasaran mulia tersebut menjadi arah kebijakan OJK dalam pengembangan ekosistem jasa keuangan dengan memperluas akses keuangan dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat, termasuk bagi millennial, sebagaimana termuat pada Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021--2025.

Literasi Kekinian ala OJK Bikin Masa Depan Millennial NyamanIlustrasi asuransi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu menyebut pemahaman millennial terhadap produk jasa keuangan mampu meningkatkan pengelolaan dan menumbuhkan kesadaran mereka akan kebutuhan asuransi jiwa. 

"AAJI memperbanyak informasi soal manfaat asuransi jiwa untuk memperkuat keuangan dan perencanaan finansial masa depan melalui tulisan-tulisan yang dibagikan melalui media sosial. Literasi keuangan di kalangan millennial dapat meningkat seiring bertambahnya pengetahuan mereka mengenai seluk beluk dan manfaat dari asuransi jiwa buat mereka," ujar Togar dilansir laman resmi AAJI, Jumat (8/10/2021).

Manulife Indonesia, sebagai salah satu pelaku industri asuransi di Tanah Air melakukan hal serupa. Dukungan dan komitmen meningkatkan literasi keuangan millennial dilakukan melalui program Do It dan Cerdas 5 Menit (CSM) yang ditayangkan pada saluran digital Youtube.

Konsep kedua acara tersebut dikemas secara edukatif dengan bumbu entertainment (edutainment) agar pemahaman pentingnya pengelolaan keuangan lebih mudah dimengerti oleh millennial dan masyarakat pada umumnya. Total, sudah sebanyak 314 episode telah dibuat sepanjang 2020.

"Dengan cepat kami mengubah model bisnis dan menyesuaikan diri dengan menerapkan layanan optimal secara non-face-to-face kepada para nasabah dan memaksimalkan penerapan teknologi," jelas President Director and Chief Executive Officer PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, Ryan Charland dalam Laporan Tahunan 2020 perusahaan tersebut.

Optimalisasi infrastruktur edukasi

Sepak terjang OJK mengedukasi keuangan kepada millennial selama pandemik COVID-19 tak kalah lincah. Edukasi terus dilakukan di tengah keterbatasan kondisi.

Literasi keuangan lebih banyak dilaksanakan secara virtual sebagai bentuk tanggung jawab bersama dan bagian dari adaptasi kebiasaan baru (new normal).

OJK memanfaatkan beragam platform untuk memperkuat infrastruktur edukasi sehingga mendorong peningkatan literasi keuangan yang ramah bagi kalangan millennial. Seperti penggunaan laman resmi mereka, www.ojk.go.id.

Selama periode Januari--Desember 2020, sebanyak 1.227 materi edukasi berupa regulasi, infografis, data dan statistik, pengumuman terkini sudah dipublikasikan pada laman tersebut.

Google Analytic melansir, statistik jumlah pengunjung baru laman tersebut sepanjang 2020 naik drastis 76,8 persen atau sekitar 4.017.083 pengguna (user). Adapun, total jumlah halaman yang diakses seluruh pengguna selama kurun waktu itu mencapai 19.294.880 pageviews.

Millennial identik dengan teknologi. Alangkah baiknya mereka juga bisa melek literasi keuangan sejak dini. Sebagaimana Litha, dengan teknologi, millennial mempunyai akses lebih luas untuk belajar mengelola keuangan dan bisa mengambil kesempatan dalam menikmati hidup yang lebih baik.

Baca Juga: Literasi Fintech UMKM, Alternatif Permodalan saat Pandemik COVID-19

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya