Petrokimia Pertamina, Setia Menjaga Asa dan Masa Depan Indonesia

Ramah lingkungan dan berkelanjutan

Pandemik COVID-19 membawa sebuah adaptasi baru bagi semua orang untuk membiasakan diri dengan berbagai macam kebiasaan baru. Mulai dari waktu kerja, selalu siap sedia dengan peralatan kebersihan, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kontak fisik.

Begitu pula dengan kebiasaan makan. Sebab, asupan makanan yang higienis dan terjaga kandungan gizinya sangat berarti untuk imunitas tubuh.

Hal itu istikamah dilakukan oleh Fia. Sejak pandemik virus corona melanda Indonesia pada Maret 2020, ia selalu membawa kotak makan (lunch box) sendiri ketika harus membeli makanan di sebuah restoran atau tempat makan di sekitar tempat tinggalnya.

Perempuan berusia 30 tahun itu sengaja membawa kotak makan khusus semata untuk mencegah transmisi virus corona sehingga makanan tetap bersih. Lebih dari itu, merupakan bentuk kesadaran dan kepeduliannya terhadap lingkungan melalui hal kecil, sebagai upaya mengurangi sampah plastik dengan menekan penggunaan plastik sekali pakai.

"Jadi kita tetap bisa makan enak tanpa harus makan di tempat, sebagaimana imbauan pemerintah untuk menghentikan penularan COVID-19. Ini juga ikhtiar saya untuk menjaga lingkungan biar sampah plastik gak semakin bertambah dan jadi sarana edukasi buat anak untuk peduli melestarikan Bumi," kata pemilik nama lengkap Ashfiyatul itu kepada IDN Times, ketika bertemu di sebuah restoran serba mi di Semarang, Jawa Tengah, Senin (12/10/2021).

Petrokimia Pertamina, Setia Menjaga Asa dan Masa Depan IndonesiaKotak makan Fia berbahan plastik polipropilena. (IDN Times/Dhana Kencana)

Kotak makan yang digunakan Fia tidak sembarangan meski berbahan plastik. Ibu satu anak itu memilih wadah makan plastik yang sudah terstandarisasi food contact. Label food contact dapat dilihat melalui simbol gelas untuk minuman dan simbol garpu untuk makanan, yang biasanya terdapat pada lapisan bawah kotak makan.

Selain dua hal itu, tempat makan Fia juga berlabel segitiga daur ulang (recycle) berkode 5. Kode Resin Identification Code (RIC) itu menunjukkan bahwa kotak tersebut terbuat dari bahan plastik polipropilena (Polypropylene/ PP). 

"Label itu biasanya ada di bawah kotaknya. Itu menunjukkan kalau wadah kita, meskipun dari bahan plastik, tetap aman untuk menyimpan makanan atau minuman sehingga tidak terkontaminasi zat-zat kimia yang bisa berdampak ke kesehatan dan tubuh ketika saya dan keluarga mengonsumsinya," ujarnya.

Ikut menjaga lingkungan

PT Pertamina (Persero) ikut menyokong ketersediaan bahan baku polipropilena melalui operasi kilang Petrokimia di Kilang Refinery Unit (RU) III Plaju. 

Ada tiga jenis produk Polytam, antara lain:

  • Polytam Film (PF 1000), yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kantong plastik untuk makanan, sayuran, buah dan roti
  • Polytam Yarn (PY 240), yang digunakan untuk bahan baku pembuatan karung plastik, strapping bag, tali plastik, sedotan, dan tali rafia
  • Polytam Injection, yang digunakan menjadi bahan baku barang plastik untuk perlengkapan rumah tangga, suku cadang kendaraan, pembungkus baterai, mainan anak, obat-obatan, peralatan makanan--seperti yang digunakan Fia--.

Salah satu pabrikan yang menggunakan Polytam sebagai bahan baku utama adalah PT Panca Budi Idaman Tbk (PBID). Perusahaan terbuka yang berdiri pada 10 Januari 1990 itu menggunakan Polytam Film (PF 1000) untuk memproduksi plastik kemasan PP bermerek Wayang.

Petrokimia Pertamina, Setia Menjaga Asa dan Masa Depan IndonesiaPlastik kemasan merek Wayang yang digunakan Emy. (IDN Times/Dhana Kencana)

Emy, pelaku Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM) skala rumah tangga atau ultra mikro di Kabupaten Demak, Jawa Tengah memakai plastik tersebut untuk mendukung bisnisnya. Ia menggunakannya untuk mengemas sayuran, buah, serta bahan mentah makanan sehingga produk-produknya tampak lebih jelas, indah, dan selalu higienis di mata pembeli.

"Untuk makanan dan bahan makanan yang dikemas buat dijual kayak kacang hijau, sayur mayur, buah seringnya pakai yang merek Wayang. Bahan plastiknya bagus, bening, tebal, dan tahan lama. Kualitasnya terjamin," akunya sembari menunjukkan plastik tersebut kepada IDN Times di warung kelontongnya, Selasa (12/10/2021).

Kemasan menjadi salah satu kunci utama usaha Emy tetap eksis sampai saat ini. Dengan mengemas menggunakan plastik berbahan Polytam, kualitas produknya terjaga dengan baik sehingga barang dagangannya banyak diminati pembeli karena aman dan nyaman untuk dikonsumsi.

"Pelanggan pasti kepincut sama kemasan produk bu Emy yang bagus dan rapi. Tapi dibalik itu, rupanya bahan plastiknya memang bagus, jadi bahan makanan aman, awet, dan yang beli gak was-was," ujar salah satu pembeli, Sofie.

Petrokimia Pertamina, Setia Menjaga Asa dan Masa Depan IndonesiaIlustrasi pedagang di pasar tradisional. (Unsplash/Devi Puspita Amartha)

Penggunaan plastik kemasan--seperti yang dilakukan Emy--dapat menekan jumlah sampah makanan (food loss and waste/ FLW) dan melindungi lingkungan.

Kementerian PPN/ Bappenas bersama Waste4Change dan World Resources Institute (WRI) Indonesia pada Rabu (9/6/2021) melansir, rata-rata jumlah FLW di Indonesia mencapai 184 kilogram per orang per tahun.

Jumlah makanan yang terbuang tersebut setara dengan memberikan makanan sebanyak 125 juta orang untuk pengentasan kemiskinan dan penanganan stunting di Indonesia. FLW tersebut juga memanbah emisi karbon di Indonesia rata-rata sebanyak 7,29 persen per tahun.

Manoj Dora dan Eleni Lacovidou, pendidik Brunel University London--dilansir The Conservation UK--berpendapat bahwa menghapus plastik sepenuhnya dari pasar bukan cara terbaik menjaga lingkungan. Mereka menyatakan, plastik kemasan justru memperpanjang umur simpan dan membantu pendistribusian makanan sehingga tetap aman meski melalui rantai pasok yang kompleks. Dengan begitu, makanan menjadi lebih awet dan tahan lama, tidak terbuang sia-sia.

Bagi Manoj dan Lacovidou, pemakaian plastik sebaiknya dikurangi daripada harus dihilangkan sama sekali karena jejak karbonnya lebih tinggi dibandingkan plastik itu sendiri. Oleh karena itu, penggunaan plastik kemasan berbahan baku Polytam dalam industri dan rantai pasok makanan bisa dipertahankan, sebagaimana Emy lakukan.

Baca Juga: PT KPI Kukuhkah Posisi dalam Transformasi Bisnis Kilang dan Petrokimia

Pilar bisnis mendatang

PT Panca Budi Idaman Tbk (PBID) membeli bahan baku Polytam melalui PT Indo Thai Trading (ITT)--yang berganti nama Pertamina Petrochemical Trading (PPT) sejak 15 Maret 2021--, selaku entitas anak dari PT Pertamina Patra Niaga (PPN) yang bergerak dalam usaha perdagangan besar bahan dan barang kimia.

Dilansir laporan tahunan mereka, kebutuhan Polytam untuk PBID setiap bulan mencapai 900--1.120 ton.

Volume penjualan plastik kemasan berbahan Polytam mendorong peningkatan bahan baku plastik di dalam negeri. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melansir, kebutuhan bahan baku plastik nasional mencapai 7,2 juta ton per tahun. Sebanyak 2,3 juta ton bahan baku berupa bijih plastik disuplai industri petrokimia--salah satunya oleh Kilang RU III Plaju--.

Kemenperin juga mencatat bahwa industri petrokimia menjadi salah satu sektor prioritas yang masih tumbuh positif semasa COVID-19 melanda. Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) melansir, utilitas industri tersebut saat pandemik mencapai 95 persen bahkan mampu menggantikan (substitusi) produk impor.

Petrokimia Pertamina, Setia Menjaga Asa dan Masa Depan IndonesiaProduk Polytam dari Kilang RU III Plaju. (Dok. Pertamina)

Guna menekan impor bahan baku plastik dan meningkatkan bisnis petrokimia Tanah Air, Pertamina tidak berjalan sendiri. Melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Pertamina berkolaborasi membangun New Polypropylene (PP) Plant Balongan bersama PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP).

Pembangunan industri tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Head of Agreement (HoA) KPI dan CAP soal kerja sama bisnis petrokimia di Indonesia pada 25 Agustus 2020. Nilai proyek itu mencapai US$0,3 miliar.

Adapun untuk lokasi, Pertamina mengusulkan di Kosambi, Sukareja, dan Limbangan. Sedangkan CAP mempertimbangkan di sekitar area CAP 2, yaitu di Cilegon.

Mereka menargetkan New PP Plant Balongan dapat beroperasi pada 2023 dengan kapasitas produksi mencapai 300 ribu ton per tahun, untuk pangsa pasar domestik dan ekspor sebanyak 20--30 persen ke Vietnam dan China.

"Kita melihat adanya Global Energy Transition maka era fossil fuel akan terjadi perubahan yang signifikan. Maka, Pertamina menempatkan petrokimia sebagai salah satu pilar bisnis ke depan. Jadi Petrokimia menjadi our future business yang harus kita garap dari sekarang," kata Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, dilansir laman resmi Youtube Pertamina.

Benar saja. Performa bisnis petrokimia Pertamina terus tumbuh positif. Tren perdagangan produk-produk petrokimia (penjualan non-BBM) melalui PT Pertamina Patra Niaga (PPN) selalu meningkat dalam lima tahun terakhir.

Nicke menyatakan bahwa bisnis petrokimia cukup menjanjikan, bahkan peluang pasarnya di Indonesia mencapai Rp40--50 triliun per tahun. Selain itu, margin harga produk-produk petrokimia lebih tinggi dibandingkan dengan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Lebih dari itu, industri petrokimia berjalan lebih efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan karena menjadi satu bersama kilang-kilang milik Pertamina. Secara tidak langsung, produk sampingan (by product) dari petrokimia bisa dimanfaatkan lagi oleh kilang tersebut, baik untuk bahan bakar kilang itu sendiri atau diolah menjadi produk BBM.

"Infrastruktur penunjang dan utilitas dapat dimanfaatkan secara bersama-sama dengan menurunkan biaya energi hingga 10 persen dan biaya personel mencapai 10 persen sehingga biaya operasional turun sampai 15 persen. Melalui industri (hijau) petrokimia, secara tidak langsung ikut memperkuat neraca perdagangan, menghemat devisa, dan mengurangi impor bahan baku serta produk petrokimia," imbuh Nicke.

Implementasi bisnis petrokimia oleh Pertamina sejalan dengan prinsip ekonomi hijau yang diamanatkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs) melalui Pembangunan Rendah Karbon (Low Carbon Development Initiative/ LCDI) yang terintegrasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

“Pada industri hijau, proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian lingkungan hidup serta dapat bermanfaat bagi masyarakat dan negara,” kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resminya.

Baca Juga: Pertamina dan Chandra Asri Kembangkan Bisnis Petrokimia Nasional 

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya