UMi Pegadaian, Pelayan Wong Cilik yang Bikin Survive Kala Pandemik

Pembiayaan UMi membantu pemulihan ekonomi nasional

Demak, IDN Times - Semangat Agung berkeliling menjajakan bakso dari satu permukiman ke permukiman lain tidak pernah surut. Setiap hari, pria berusia 44 tahun itu mobile sejak pukul 4 sore hingga 9 malam.

Dengan bunyi-bunyian lonceng khas di motornya, ia gigih menawarkan kuliner bakso ke semua orang--baik di dalam maupun yang ada di luar rumah--. Cakupan wilayah edarnya di sekitar Kelurahan Batursari dan Kelurahan Kebonbatur, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

1. Omzet pedagang bakso keliling terdampak pandemik COVID-19

UMi Pegadaian, Pelayan Wong Cilik yang Bikin Survive Kala PandemikAgung Nugroho, penjual bakso keliling di Demak, Jawa Tengah. (IDN Times-Dhana Kencana)

Pemilik nama lengkap Agung Nugroho itu menyadari jika masa pandemik COVID-19 merupakan masa sulit dirinya berdagang bakso keliling. Ia mengaku omzet penjualannya merosot terdampak pagebluk tersebut.

Agung bahkan pernah mengalami situasi berat yang dalam satu hari sama sekali tidak mendapatkan pembeli, meskipun sudah berkeliling selama lima jam menjajakan bakso. Kondisi itu sempat membuatnya frustasi.

Bapak dua anak itu tidak putus asa dan terus berinovasi agar usahanya survive. Mulai dari menaati protokol kesehatan virus corona, dengan selalu mengenakan masker saat melayani dan menjaga jarak dengan konsumen. Kemudian rajin mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer sesaat setelah menerima uang dari pembeli, hingga menjaga higienitas bakso yang dijual.

"Kalau biasanya sebelum pandemik, bakso 4 kilogram (kg) selalu habis, sekarang cuma 2,5 kg saja. Pemasukan menurun, karena sebagian orang takut membeli makanan dari penjual keliling seperti saya. Padahal saya juga menjaga protokol kesehatan dengan ketat, demi melindungi konsumen juga," kata pemilik bakso Nit_Not itu kepada IDN Times.

Memasuki tahun kedua pandemik, penjualan Agung berangsur meningkat. Meski masih jauh dari kondisi normal sebelum virus corona melanda, ia bersyukur mulai ada kemajuan. Sebab, pendapatannya drop hingga 50 persen sepanjang tahun 2020.

"Ya, alhamdulillah. Ada beberapa warga yang sudah percaya bahwa saya menjual bakso dengan benar-benar menjaga kebersihan dan higienitasnya. Termasuk protokol kesehatan, karena itu jadi pertimbangan konsumen," ujarnya yang tinggal di Kebonbatur, Mranggen, Demak.

2. Penurunan pendapatan seragam dialami para pedagang bakso

UMi Pegadaian, Pelayan Wong Cilik yang Bikin Survive Kala PandemikLasiman, Ketua APMISO Jateng. (IDN Times/Dhana Kencana)

Rupanya Agung tidak sendirian. Nasib tersebut jamak dialami para pedagang bakso di Jawa Tengah, baik yang menetap--berjualan di tempat atau tenda--maupun berkeliling seperti Agung.

Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (APMISO) Jawa Tengah mengonfirmasi hampir 80 persen dari total 10 ribu anggotanya yang tersebar di 35 kabupaten/kota, terdampak usaha dagangnya akibat pandemik COVID-19.

Mereka terpaksa harus bertahan ditengah seretnya bisnis yang dijalankan. Apalagi, tidak sedikit dari mereka merugi lantaran modal, omzet, dan aset yang dimiliki amblas untuk operasional harian.

"Pandemik, semua (pedagang) terdampak. Ada 80 persen anggota kami yang terkena imbasnya. Mulai dari menurunnya pembeli, lalu omzet juga drop, usaha tidak jalan dan berkembang, sampai ada yang harus pindah berjualan karena tidak bisa membayar tempat sewa," ujar Ketua APMISO Jateng, Lasiman ketika bertemu IDN Times, Selasa (27/4/2021)

Para pedagang bakso wajib memutar otak agar bidang usaha mereka tetap berjalan ditengah keterbatasan finansial. Salah satu jalannya, mengajukan pinjaman uang (kredit) untuk tambahan modal.

"Teman-teman pedagang bakso itu kalau pinjam uang (kredit) tidak untuk kebutuhan konsumtif. Rata-rata untuk modal, karena dengan uang Rp1 juta, Rp2 juta, sampai Rp3 juta, usaha mereka sudah bisa jalan lagi," tutur pria 62 tahun itu.

3. Pegadaian sediakan layanan konvensional dan syariah

UMi Pegadaian, Pelayan Wong Cilik yang Bikin Survive Kala PandemikLayanan Pegadaian Digital untuk pedagang bakso di Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Lasiman rutin--dalam setiap pertemuan bulanan--mengedukasi dan menyosialisasikan kepada para anggota organisasi nirlaba tersebut untuk tidak takut mengajukan pinjaman ke PT Pegadaian (Persero), jika terkendala permodalan usaha. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) tersebut menjadi pilihan karena proses pengajuannya cepat dan mudah untuk pembiayaan yang bersifat fresh money (uang).

Sebagian besar anggota APMISO Jateng lebih banyak menggunakan layanan gadai skema konvensional (KCA-UMi) Pegadaian. Beragam keuntungan yang didapat dari servis tersebut menjadi alasan produk gadai tersebut menjadi primadona bagi mereka. Seperti bunga (sewa modal) yang dikenakan berkisar 1 sampai 1,2 persen per 15 hari. Kemudian lama jangka (tenor) pinjaman maksimal empat bulan dan angsuran dapat dicicil serta dilunasi kapan pun waktunya. Lalu, mereka tidak khawatir atas kondisi barang yang menjadi agunan karena diasuransikan oleh Pegadaian sehingga aman.

Pegadaian juga menyediakan layanan gadai skema syariah (Rahn-UMi) dan Kreasi Ultra Mikro--kredit sistem fidusia dengan barang jaminan BPKB kendaraan bermotor--yang dapat dimanfaatkan para pedagang bakso sebagai pelaku usaha ultra mikro.

Layanan-layanan tersebut merupakan pengejawantahan dari mandat yang diberikan Kementerian Keuangan melalui Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) kepada Pegadaian sebagai LKBB penyalur pembiayaan UMi, sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 193/PMK.05/2020 tentang Pembiayaan Ultra Mikro.

"Para pedagang bakso ini wong cilik, yang tidak dapat dan tidak mampu mengakses perbankan (unbankable) terbantu sekali dengan layanan pembiayaan UMi Pegadaian. Karena pelan dan pasti, UMi menyasar dan membantu anggota, juga teman kami pedagang bakso di kalangan bawah supaya mereka mandiri dan syukur-syukur bisa naik kelas atau berkembang usahanya," jelas Lasiman.

Baca Juga: Mau Investasi Safe Haven? Begini Cara Buka Rekening Emas di Pegadaian

4. Pedagang bakso jadi sasaran empuk rentenir dan pinjol ilegal

UMi Pegadaian, Pelayan Wong Cilik yang Bikin Survive Kala PandemikPerajin bakso di Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Lasiman, yang juga Plt Ketua Umum APMISO Pusat, selalu merekomendasikan kepada para pedagang bakso seperti Agung untuk memanfaatkan layanan gadai tersebut. Mudah dan cepatnya proses pengajuan menjadi pertimbangan, selain nominal pinjaman yang disediakan Pegadaian sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan pedagang bakso.

Mereka yang memiliki simpanan barang bergerak--berupa emas, perhiasan, barang elektronik, atau kendaraan bermotor--dapat digunakan sebagai jaminan (agunan) pada syarat pengajuan pinjaman ke Pegadaian. Sebaliknya, APMISO mendampingi pedagang yang tidak mempunyai barang bergerak sama sekali namun memerlukan tambahan modal dari Pegadaian.

"Kalau perlu modal kami (APMISO) selalu diarahkan ke Pegadaian, pakai simpanan emas atau perhiasan atau barang elektronik yang dimiliki untuk agunan. Kalau tidak punya (jaminan), kami dampingi. Jumlah nominalnya juga bisa disesuaikan. Mau pinjam yang berapa? Sampai yang terkecil Rp50 ribu ada (di Pegadaian). Itu tidak memberatkan para pedagang karena mereka bisa mengatur dan menyesuaikan kemampuan masing-masing. Prosesnya gampang, tepercaya, dan cepat, tidak sampai setengah jam cair," ungkap Lasiman.

Faktor lain adalah, sebagai bentuk komitmen melindungi para anggota APMISO dari jeratan hutang yang tidak bertanggung jawab. Seperti menggunakan jasa rentenir (bank titil) atau pinjaman online (pinjol) ilegal. Pasalnya, para pedagang bakso kerap menjadi sasaran empuk rentenir dan pinjol karena sering dinilai tidak layak menerima pinjaman dari lembaga pembiayaan formal.

Iming-iming kemudahan persyaratan pinjaman dan pencairan yang ditawarkan rentenir--secara konvensional banyak beroperasi di pasar--dan pinjol--secara digital masif melalui handphone--rawan membelenggu para pedagang bakso. Banyak dari mereka yang tidak menyadari bahwa pinjaman tersebut berisiko besar. Terlebih bunga yang dikenakan cukup tinggi sehingga memberatkan pedagang dan rentan terjerat hutang yang tidak berkesudahan.

"Saya selalu mewanti-wanti jangan sampai (pedagang) terjerat rentenir atau pinjol. Mereka membujuk kalau prosesnya mudah, tanpa survei, cuma modal KTP. Kalau tidak waspada, bisa memberatkan (pedagang) terperangkap hutang. Misal pinjam Rp1 juta, nanti mengembalikannya jadi 1,2 juta. Pinjam Rp2 juta jadi Rp2,4 juta. Kadang jangka waktunya pembayarannya hanya seminggu atau dua minggu," kata Lasiman, yang asli Sukoharjo, Jawa Tengah.

5. APMISO lindungi anggotanya dengan Tabungan Emas

UMi Pegadaian, Pelayan Wong Cilik yang Bikin Survive Kala PandemikMoU APMISO dan Pegadaian di Semarang. (Dok. APMISO Jateng)

Guna meminimalisir dan menekan para pedagang bakso menggunakan jasa rentenir atau pinjol, APMISO Jateng bersama Pegadaian Kanwil XI Semarang menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada 22 September 2020.

Kerja sama tersebut berfokus pada penyediaan layanan Tabungan Emas sebagai bagian dari inklusi keuangan sehingga meningkatkan pendapatan para pedagang bakso sebagai agen Pegadaian. Selain itu, mereka--yang juga pelaku usaha ultra mikro--dibawah naungan APMISO memperoleh fasilitas pembiayaan UMi, agar survive dan bisa bangkit saat pandemik COVID-19, serta ikut mendukung program pemerintah dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Kalau mereka punya Tabungan Emas, itu bisa dipakai syarat mengajukan pinjaman pas tidak ada modal atau uang. Pendapatan pedagang juga bertambah dari pintu lain kalau jadi agen Pegadaian. Yang paling penting, literasi keuangan mereka meningkat sehingga kalau ada tawaran rentenir atau pinjol tidak mudah tergiur dan bisa getok tular ke yang lain," tutur Lasiman.

6. Pembiayaan UMi dimanfaatkan untuk diversifikasi produk

UMi Pegadaian, Pelayan Wong Cilik yang Bikin Survive Kala PandemikDiversifikasi produk bakso sapi beku oleh pedagang di Semarang hasil pembiayaan UMi Pegadaian. (IDN Times/Dhana Kencana)

Produk gadai KCA-UMi Pegadaian turut digunakan Lasiman. Pembiayaan UMi dimanfaatkan pria pemilik warung Bakso Kliwon di Jalan Sentyaki Semarang itu berinovasi mendiversifikasi produk baksonya. Ia membuka saluran usaha dengan mengemas dan menjual bakso sapi beku (frozen).

Penjualannya banyak menyasar konsumen dari luar kota, seperti Salatiga, Jakarta, Klaten, Surakarta, dan Surabaya. Sebagian besar pemasaran dilakukan Lasiman secara daring atau online.

Bakso sapi beku tersebut dijual per kilogram (kg) seharga Rp90 ribu. Dalam sehari, ia mampu menjual sekitar 10 kg.

"Saya dulu punya (warung) Bakso Petruk, pandemik pertengahan tahun lalu tutup. Sekarang sama kakak di Bakso Kliwon. Alhamdulillah, bakso frozen lumayan bisa nutup penghasilan dari penjualan bakso biasa yang masih sepi. Saya buat inovasi lain dari modal pengajuan KCA-UMi. Fokusnya memang berjualan di online. Mau tidak mau mengikuti pasar dan perkembangan teknologi," aku Lasiman.

7. Pegadaian menyediakan produk yang ramah untuk pelaku usaha UMi

UMi Pegadaian, Pelayan Wong Cilik yang Bikin Survive Kala PandemikJasa penjahit di bawah pohon Beringin di Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Lasiman merupakan satu dari total 74.206 penerima pembiayaan UMi--per 31 Maret 2021--dari Pegadaian. Hingga periode yang sama itu, Pegadaian telah menyalurkan UMi sebesar Rp336 miliar kepada mereka, baik nasabah gadai KCA-UMi, Rahn-Umi, atau Kreasi Ultra Mikro.

"Mayoritas pembiayaan berbasis gadai menjadi favorit (pelaku usaha ultra mikro) di Pegadaian karena prosesnya yang cepat. Barang jaminan juga paling banyak adalah emas, baik itu perhiasan maupun emas batangan," kata Direktur Pengembangan Produk dan Pemasaran PT Pegadaian (Persero), Harianto Widodo melalui keterangan tertulis yang disampaikan kepada IDN Times, Rabu (28/4/2021).

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berdiri pada 1 April 1901 tersebut masih terus berperan aktif membantu dalam PEN melalui produk dan layanan lanjutan yang mudah serta cepat diakses para pelaku usaha UMi sepanjang tahun 2021.

Antara lain produk gadai peduli--pinjaman sampai dengan Rp1 juta tanpa bunga--, penurunan tarif bunga bagi nasabah yang melakukan perpanjangan setelah jatuh tempo untuk nasabah gadai, dan tarif bunga untuk nasabah gadai yang menggadaikan ulang.

8. Pembiayaan UMi sukses menjadi akses permodalan wong cilik

UMi Pegadaian, Pelayan Wong Cilik yang Bikin Survive Kala PandemikPelaku usaha ultra mikro (UMi) mengolah aren menjadi gula cetak di Pekalongan. (IDN TImes/Dhana Kencana)

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menyebut penyaluran UMi melalui lembaga pembiayaan pemerintah--seperti Pegadaian--sukses menjembatani pelaku usaha UMi dalam mengakses permodalan.

Kiprah Pegadaian menjadi pelayan wong cilik--para pelaku usaha UMi--dengan produk yang mudah dijangkau, berhasil membentuk ekosistem baru yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya, sebagai ikhtiar dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Jumlah nasabah UMi secara keseluruhan di Jawa Tengah terus naik setiap tahun. Berdasarkan data resmi Dirjen Perbendaharaan (DJPb) Kanwil Jateng yang diterima IDN Times, pada 2019 jumlah debitur mencapai 147.728 pelaku dengan angka penyaluran Rp528 triliun.

Kemudian, pada 2020 naik menjadi 193.550 pelaku dengan nominal pembiayaan Rp751 triliun. Lalu, pada 2021--per 27 April 2021--sudah 35.946 pelaku yang menerima penyaluran UMi sebanyak Rp138 triliun.

“Jangan sampai kalah bersaing dengan rentenir. Kalau bisa pegawai pembiayaan pemerintah proaktif turun ke lapangan, jangan menunggu mereka mengajukan pinjaman. (Pegadaian) harus berinisiatif memberikan penawaran pinjaman kepada mereka,” katanya melansir keterangan resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Baca Juga: Ikut Pulihkan Ekonomi, Pegadaian Ajak Emak-emak di Semarang Menabung Emas

https://www.youtube.com/embed/ih0Wu5cZsj4

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya