Produsen Alat Kesehatan Lokal Sulit Tembus Pasar Nasional

Didorong masuk dalam pengadaan e-catalog 

Surakarta, IDN Times - Prospek industri alat kesehatan (alkes) di era pasca pandemik COVID-19 diklaim masih sangat menjanjikan. Terbukti, data Kementerian Kesehatan mencatat jumlah industri alkes meningkat pesat.

Sebelum pandemi, hanya sekitar 150 produsen saja. Namun saat ini, setelah dua tahun pandemi, tumbuh menjadi sekitar 700 produsen. Beberapa produsen di antaranya bahkan berada di wilayah Solo.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Jajan GrabFood di Solo, Terlaris Saat ASEAN Para Games 2022

1. Dorong perkembangan UMKM alat kesehata di Indonesia.

Produsen Alat Kesehatan Lokal Sulit Tembus Pasar NasionalTalkshow Fasilitas Pengembangan Alat Kesehatan bagi UMKM di Solo. (IDN Times/Larasati Rey)

Menanggapi hal tersebut Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium (GAKESLAB) mendukung adanya pertumbuhan industri alat kesehatan lokal yang berbasis UMKM dan IKM di Indonesia. Hal ini didukung dengan adanya kebijakan dari pemerintah dalam pembatasan impor alat kesehatan ke Indonesia.

"Itu menunjukkan jika market menyerap maka akan tumbuh industrinya. Contohnya, produsen alat pelindung diri (APD). Sebelum pandemi, di Indonesia hanya ada 6 produsen. Sekarang jumlahnya ada 200 produsen. Apalagi pemerintah membatasi produk impor," ungkap Sekretaris Jenderal GAKESLAB Indonesia, Randy H. Teguh usai talkshow kesehatan di Hotel Alila Solo, Kamis (18/8/2022).

Lebih lanjut, Randy menambahkan market menjadi kunci yang paling utama dalam pertumbuhan industri alkes di Indonesia. Jika marketnya hanya konsumen lokal, tentu hasilnya kecil. Artinya, market industri alkes memang harus menyeluruh secara nasional. Sebab, pengguna alkes hanya konsumen yang sakit. Berbeda dengan industri fashion yang penggunanya tidak terbatas.

"Jadi industri alkes memang untuk market nasional meskipun produsennya ada di lokal Solo. Bahkan beberapa produk alkes yang kalau diproduksi untuk market Indonesia juga masih kurang. Karena marketnya kecil. Ini yang menjadi masalah industri alkes besar, seperti alat CT Scan atau MRI. Hanya rumah sakit besar yang bisa beli. Dan sekali beli jangka waktunya 5-10 tahun lagi. Sehingga kapasitas produksinya harus menyasar market ekspor," bebernya.

2. Kemudahan pemasaran alat kesehatan.

Produsen Alat Kesehatan Lokal Sulit Tembus Pasar NasionalAlat-alat kesehatan yang digunakan untuk perawatan pasien. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Sementara itu, di Kota Solo sendiri terdapat produsen kesehatan yang berkualitas, yakni produsen cairan disinfektan dan sarana produksi. Menurut Randy, produsen lokal tersebut masih terkendala mengakses market nasional. Solusinya, industri alkes lokal didorong masuk dalam pengadaan e-catalog. Sehingga industri alkes lokal di daerah berkesempatan dapat market besar secara nasional.

"Anggota Gakeslab ada 1.100 di seluruh Indonesia. Khusus produsen ada sekitar 100 anggota. Mayoritas 80 persen justru dari IKM dan UMKM. Jumlahnya memang kecil. Karena memang investasi untuk membuat pabrik alkes maksimal Rp 100 miliar. Nah, data yang ada di LKPP dan Kemenkes, dari sekitar 400 pemilik produk alkes, 80 persen sudah masuk e-catalog," jelasnya.

3. Investasi alat kesehatan prospek baik di masa depan.

Produsen Alat Kesehatan Lokal Sulit Tembus Pasar NasionalIlustrasi tenaga medis. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Sementara itu, Asisten Deputi Kementerian Koordinasi Maritim dan Investasi, Bimo Wijayanto menambahkan prospek ke depan semakin lama neraca kesehatan di Tanah Air semakin bagus. Menurutnya, penciptaan market dari risiko penyakit yang ada di Indonesia sedang mengalami dua beban. Yakni penyakit degeneratif dan penyakit menular.

"Kita menghadapi di dua sisi itu. Maka supply alkes juga menjadi prospek. Selain itu, insentif yang dilakukan memang nasional. Ketika membuka e-catalog sebenarnya market nasional. Di Solo ada pemain UMKM alkes cukup signifikan. Itu karena Solo salah satu wilayah yang ramah investasi. Dari sisi SDM, bagus. Kemudian faktor produksinya juga ada. Kami sangat support UMKM alkes di daerah," pungkasnya.

Bimo menambahkan jika Kementerian Kesehatan mendorong promosi penggunaan alat kesehatan dalam negeri dengan meningkatkan kesadaran penggunaannya oleh dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia. Dimana Kemenkes memandang investasi merupakan faktor penting dalam mewujudkan kemandirian farmasi dan alat kesehatan.

Kita sepenuhnya membuka investasi untuk alat kesehatan sejak lama, ada mekanisme yang ditawarkan oleh pemerintah pusat seperti low pajak, pengurangan bea masuk dan lainnya. Ia mengatakan jika ada 30 perusahaan yang akan masuk untuk melakukan investasi kesehatan di Indonesia. Namun kemudahan tersenut diberikan untuk investasi yang lebih dari Rp 100 miliar rupiah.

"30 perusahana dengan nilai investasi hampir 2 Triliun yang akan masuk," ungkapnya.

Bimo juga menegaskan jika prospek industri kesehatan di Indonesia kedepan akan semakin bagus. "Semakin lama neraca kesehatan kita akan semakin bagus," pungkasnya.

Baca Juga: Bendera Gagal Berkibar Saat Upacara HUT RI di Solo, Paskibra Menangis

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya