Mengapa Korban Investasi Nakal Enggan Lapor OJK?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Semarang, IDN Times - Banyak pengaduan yang masuk ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan layanan jasa keuangan maupun investasi nakal. Meski demikian masih banyak masyarakat yang enggan untuk melapor.
Apa yang menyebabkan masyarakat yang menjadi korban investasi nakal enggan melapor? IDN Times memberikan ulasannya berdasarkan keterangan Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jada Keuangan OJK, Irjen Pol Rokhmad Sunanto pada acara Sosialisasi Edukasi Waspada Investasi di Semarang, Jawa Tengah, Senin (29/7).
Baca Juga: OJK Blokir Fintech Abal-abal yang Viralkan Foto Berkalimat Porno
1. Korban enggan melapor
Berdasarkan laporan yang masuk ke OJK, terdapat dua hal utama korban investasi nakal enggan untuk melapor. Yang pertama adalah keinginan korban tidak melapor.
Laporan tersebut urung diteruskan kepada OJK karena malu, telah menjadi korban penipuan layanan jasa keuangan atau investasi nakal.
"Ya merasa orang pintar dibodohi. Sudah sekolah tapi kena tipu," ungkap Rokhmad.
2. Korban ingin uang kembali
Yang kedua adalah masyarakat yang menjadi korban sebagian besar menginginkan uang mereka kembali. Sebaliknya, dalam proses hukum kasus yang berhubungan dengan layanan jasa keuangan atau investasi ilegal, uang sulit untuk kembali.
"Saat mereka sudah lapor, sebagian besar dari mereka ingin uang kembali," kata Rokhmad.
3. Korban mendapatkan ganti rugi
Ketika disinggung aset perusahaan yang bermasalah, Rokhmad menyatakan bahwa penyitaan aset juga diperlukan waktu lama dan proses hukum yang tidak singkat.
"Ada aset perusahaan. Kemudian aset ditarik. Maka perlu waktu sampai inkrah (berkekuatan hukum tetap). Jadi juga sulit untuk uang kembali," jelasnya.
Meskipun uang tidak bisa kembali dan aset tidak bisa digunakan untuk membayar, tambah Rokhmad, korban masih bisa mendapatkan ganti rugi. Dengan memasukkan kembali perkara perdata ke pengadilan.
Baca Juga: Bukan Hanya Fintech yang Bandel, Konsumen Diminta Taati Etika Pinjaman