Beda dari Orang Dewasa? Kenali Gejala COVID-19 pada Anak

Jangan remehkan dan segera tangani!

Angka kasus penularan COVID-19 masih belum terkendali. Selain cakupan program vaksinasi nasional yang masih lambat, Indonesia pun dihantui dengan varian baru virus corona dan tingkat penularan penyakit serta kematian pada anak-anak.

Mengutip data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tingkat kematian (fatality rate) anak akibat COVID-19 di Indonesia berkisar antara 3-5 persen, dengan 50 persennya adalah balita. Angka tersebut paling tinggi di dunia, dengan kata lain 1 dari 8 pasien COVID-19 di Indonesia adalah anak-anak!

Salah satu penyebab dari tingginya tingkat kematian anak akibat COVID-19 adalah gejala yang sering kali disalahartikan, sehingga saat diagnosis menunjukkan COVID-19, perawatan sudah terlambat. Beda dari orang dewasa, inilah gejala-gejala COVID-19 pada anak yang yang harus diwaspadai khususnya oleh para orang tua.

1. Gejala pencernaan lebih dominan dibandingkan pasien COVID-19 dewasa

Beda dari Orang Dewasa? Kenali Gejala COVID-19 pada AnakSeorang anak lelaki Muslim memakai masker pelindung meninggalkan Mesjid Agung setelah salat Idul Adha saat penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di kota tua Delhi, India, Sabtu (1/8/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi)

Sebuah studi di Amerika Serikat (AS) yang diterbitkan di jurnal Nature pada Mei 2021 memaparkan kalau gejala COVID-19 pada anak berbeda dibandingkan pasien COVID-19 dewasa.

Selain itu, anak-anak juga lebih rentan dirawat di rumah sakit, memerlukan bantuan oksigen, dan perawatan kritis. Oleh karena itu, para orang tua dan tenaga kesehatan didorong untuk lebih waspada.

Studi tersebut mencakup 12.306 data pasien COVID-19 anak di AS. Tim peneliti menemukan bahwa gejala COVID-19 pada anak yang paling umum termasuk:

  • Non-spesifik (18,8 persen): demam, malaise, nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia), dan gangguan indra penciuman (anosmia) atau pengecapan (disgeusia)
  • Pernapasan (16,5 persen): batuk dan sesak napas 
  • Pencernaan (13,9 persen): sakit perut, diare, mual dan muntah
  • Dermatologi (8,1 persen): ruam
  • Neurologi (4,8 persen): sakit kepala

Terlepas dari persentase gejala yang tinggi, para peneliti mengungkapkan kalau dari 12.306 pasien COVID-19 anak, hampir tiga perempat tidak menunjukkan gejala umum dan non-spesifik COVID-19.

Mengutip India Today, gejala pencernaan terjadi pada 40-50 persen kasus COVID-19 pada anak. Untuk masuk ke sel, reseptor ACE2 pada SARS-CoV-2 juga terdeteksi pada saluran pencernaan, terutama di sel kelenjar epitel lambung, usus dua belas jari, dan dubur. Beberapa penelitian bahkan menemukan SARS-CoV-2 dalam sampel tinja.

Beberapa peneliti India mengatakan bahwa tes usap dubur atau rectal swab dapat menunjukkan hasil positif SARS-CoV-2.

2. Gejala non-spesifik tetap jadi penanda utama

Beda dari Orang Dewasa? Kenali Gejala COVID-19 pada Anakilustrasi anak memakai masker (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Apakah berarti kita bisa mengabaikan gejala umum? Para peneliti di Kanada membantah. Melibatkan 2.400 anak, penelitian yang dimuat dalam Canadian Medical Association Journal (CMAJ) pada November 2020 mencari tahu gejala mana yang bisa segera memberi tahu infeksi COVID-19.

Mereka mengatakan kalau gejala mirip flu seperti batuk, sakit tenggorokan, dan hidung meler tidak dapat dijadikan tolok ukur pasti. Dilansir WebMD, para peneliti mencatat gejala-gejala berikut untuk mengetahui COVID-19 pada anak:

  • Anosmia dan disgeusia (prevalensinya 7 kali lebih tinggi)
  • Sakit perut (prevalensinya 5 kali lebih tinggi)
  • Sakit kepala (prevalensinya 2 kali lebih tinggi)
  • Demam (prevalensinya 68 persen)

Jika anak-anak mengalami anosmia dan/atau disgeusia disertai sakit kepala, sakit perut, atau demam, maka kemungkinan positif COVID-19 sekitar 65 kali lebih tinggi.

Baca Juga: Vaksinasi COVID-19 Bisa Lindungi Anak? Ini Faktanya!

3. Bayi juga rentan terkena COVID-19

Beda dari Orang Dewasa? Kenali Gejala COVID-19 pada AnakBayi memakai "Face Shield" di RSIA Tambak, Jakarta, Selasa (14/4/2020). Untuk mencegah penyebaran COVID-19, pihak rumah sakit memberikan "Face Shield" atau penutup muka pada bayi yang baru lahir (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Bayi baru lahir atau berusia di bawah 1 tahun berisiko lebih tinggi terkena gejala parah akibat COVID-19. Dilansir Mayo Clinic, ini karena sistem imun mereka belum matang dan saluran pernapasan belum terbentuk sempurna. Akibatnya, mereka lebih rentan terkena masalah pernapasan.

Infeksi SARS-CoV-2 dapat terjadi saat proses persalinan atau karena paparan perawat atau pengasuh yang terkena COVID-19. Jadi, usahakan untuk menjaga protokol kesehatan saat bersalin dan jika terkena COVID-19, jangan melakukan kontak fisik dengan bayi. Dengan begitu, risiko penularan pada bayi bisa diminimalkan.

Bayi yang terkena COVID-19, tidak dapat dites, atau asimtomatik sejatinya dapat dipulangkan tergantung situasi. Namun, selalu jaga protokol kesehatan dan kondisi bayi harus tetap dipantau dengan ketat selama masa inkubasi COVID-19, yaitu 14 hari.

4. Kenapa gejala COVID-19 pada anak bisa sedikit berbeda dibandingkan orang dewasa?

Beda dari Orang Dewasa? Kenali Gejala COVID-19 pada Anakilustrasi bayi baru lahir (pexels.com/Christian Bowen)

Dilansir Mayo Clinic, beberapa ahli mengatakan kalau anak-anak sebenarnya tidak terlalu terpengaruh oleh COVID-19. Oleh karena itu, gejalanya pada anak terlihat seperti flu biasa.

Selain itu, sistem imun anak memiliki reaksi berbeda dibandingkan orang dewasa. Sementara sistem imun orang dewasa cenderung berlebihan dalam menanggapi invasi SARS-CoV-2 sehingga bisa terjadi kerusakan pada beberapa organ, kemungkinan ini kecil pada anak-anak.

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa anak-anak di bawah usia 10-14 tahun memiliki risiko lebih kecil terkena infeksi SARS-CoV-2, dibandingkan dengan orang berusia 20 tahun ke atas. Namun, jika anak memiliki kondisi berikut, maka risiko terinfeksi dengan gejala parah jauh lebih besar:

  • Obesitas
  • Diabetes
  • Asma
  • Penyakit jantung bawaan
  • Kondisi genetik
  • Gangguan neurologis
  • Gangguan metabolisme

5. MIS-C, saat sistem imun anak bereaksi berlebih

Beda dari Orang Dewasa? Kenali Gejala COVID-19 pada Anakilustrasi ayah menggendong anak perempuannya (choa.org)

India Today mencatat bahwa beberapa varian COVID-19 dapat "mengelak" dari sistem imun dan cenderung asimtomatik. Selain itu, anak-anak yang terkena COVID-19 datang ke rumah sakit dengan multisystem inflammatory syndrome in children (MISC). Kondisi apa itu?

Diartikan sebagai "sistem inflamasi multisistem anak", MIS-C adalah kondisi saat beberapa bagian tubuh seperti jantung, paru-paru, ginjal, otak, kulit, hingga sistem pencernaan mengalami peradangan. Beberapa anak yang terkena COVID-19 juga mengalami MIS-C.

MIS-C disebabkan oleh respons imun yang berlebihan, terkait dengan COVID-19. Kemungkinan besar, gejala MIS-C meliputi:

  • Demam yang berlangsung 24 jam atau lebih
  • Muntah
  • Diare
  • Sakit di perut
  • Ruam kulit
  • Detak jantung cepat
  • Napas cepat
  • Mata merah
  • Bibir dan lidah berubah kemerahan dan membengkak
  • Lelah
  • Tangan dan kaki berubah kemerahan dan membengkak
  • Sakit kepala
  • Pembengkakan kelenjar getah bening

Akan tetapi, jika MIS-C menunjukkan gejala-gejala berikut, segera bawa anak ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan:

  • Terus tidur atau tidak mampu untuk tetap bangun
  • Sesak napas
  • Kelinglungan
  • Kulit, bibir atau kuku berubah warna pucat, abu-abu atau biru
  • Sakit perut parah

Namun, bila anak tidak positif COVID-19 maupun MIS-C tetapi menunjukkan gejala-gejala di atas, tetap bawa anak ke dokter agar bisa diperiksa.

Baca Juga: Gejala COVID-19 Varian Delta, Tak Jauh Beda tapi Lebih Parah

6. Bagaimana jika anak menunjukkan gejala COVID-19?

Beda dari Orang Dewasa? Kenali Gejala COVID-19 pada AnakSeorang anak perempuan menjalani tes PCR (theconversation.com)

Jika anak menunjukkan gejala yang dicurigai COVID-19, segera hubungi dokter. Segera isolasi mandiri sampai anak bisa mendapat perawatan medis. Agar lebih aman, anak harus tidur di kamar sendiri dan menggunakan kamar mandi terpisah agar virus tidak menyebar dan menulari anggota keluarga lainnya, sesuai pedoman dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Biasanya, anak akan diuji COVID-19 setelah melihat gejala atau apakah anak pernah melakukan kontak erat orang yang positif COVID-19. Selain itu, dokter juga dapat mempertimbangkan pengujian bila pasien anak berisiko terkena komplikasi serius akibat COVID-19.

Hingga saat ini, tes polymerase chain reaction (PCR) masih menjadi standar emas, termasuk untuk deteksi COVID-19 pada anak. Bila tes menunjukkan hasil positif, segera dapatkan perawatan medis untuk anak.

7. Studi kasus dari Brasil

Beda dari Orang Dewasa? Kenali Gejala COVID-19 pada AnakBrasil dan COVID-19 (nytimes.com)

Dalam menangani pandemi COVID-19 pada kalangan anak-anak, Indonesia perlu berkaca dari Brasil. BBC memberitakan bahwa sekitar 1.300 anak wafat karena COVID-19 di sana. Sebagai negara dengan kasus COVID-19 terbanyak ke-3 di dunia, bayi dan anak-anak di Brasil ikut terkenal dampaknya.

Brasil mencatat hampir 18 juta kasus COVID-19, dan muncul varian P.1 yang merebak lebih cepat. Ditambah pemerintahnya yang malah menentang lockdown, sistem kesehatannya pun kewalahan.

Selain itu, pengujian COVID-19 untuk pasien anak juga amat minim dan terlambat. Saat kondisi pasien COVID-19 anak serius, baru dites! Namun, tak bisa dimungkiri ini karena gejala pada anak kadang mengecoh, karena masalah pencernaan dan nyeri dada lebih dominan.

Faktor perekonomian pun juga "bermain". Karena meroketnya angka kemiskinan di Brasil akibat berhentinya bantuan sosial untuk COVID-19, masyarakat pun abai terhadap protokol kesehatan, sehingga SARS-CoV-2 menyebar lebih cepat.

8. Sambil menunggu vaksin COVID-19 untuk anak, apa yang dapat dilakukan?

Beda dari Orang Dewasa? Kenali Gejala COVID-19 pada Anakilustrasi orang tua dan anak-anaknya pakai masker (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Untuk saat ini, mencegah COVID-19 pada anak adalah dengan vaksinasi dan protokol kesehatan yang baik. Karena vaksinasi masih menunggu izin untuk digunakan pada anak, maka yang bisa dilakukan sekarang adalah disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Anak-anak harus dididik untuk menjaga kebersihan diri dengan mengamalkan protokol kesehatan terhadap COVID-19, yaitu:

  • Mencuci tangan dengan air dan sabun selama 20 detik atau dengan hand sanitizer
  • Menjaga jarak di kerumunan 1,8-2 meter
  • Memakai masker lapis
  • Tidak keluar rumah jika tidak perlu atau kurang fit dan langsung bersihkan diri setelah pulang
  • Tutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin dengan siku bagian dalam atau tisu
  • Tidak menyentuh mulut, hidung, dan mata
  • Bersihkan perabotan rumah dengan disinfektan secara rutin

Ingat, gejala COVID-19 pada anak bisa mengecoh karena terlihat seperti flu biasa. Tetap jaga prptokol kesehatan, dan bila anak menunjukkan gejala yang dicurigai COVID-19 segera tangani sebelum terlambat.

Baca Juga: Kembali Bermutasi, Virus Corona Varian Delta Berubah Jadi 'Delta Plus'

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya