TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Psikolog: Kasus Pembunuhan di Magelang Dipicu Perilaku Sibling Rivalry

Sibling rivalry harus diwaspadai

Ilustrasi cemburu. (Unsplash.com/Courtney Clayton)

Magelang, IDN Times - Kasus pembunuhan sekeluarga di Mertoyudan Kota Magelang akibat diracun oleh anak kandungnya disebabkan adanya sikap kecemburuan berlebih di lingkungan keluarga tersebut.

Seperti diketahui, seorang pelaku berhasil ditangkap Polresta Magelang karena terbukti meracuni ketiga korban di rumah Dusun Prajenan RT X/RW I, Desa Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan, Senin (28/11/2022). 

Tiga korban yaitu Abas Azhar, Heri Riyani dan Dea Karunisa. Pelaku bernama Dhio merupakan anak bungsu korban. 

Baca Juga: Sekeluarga Tewas di Magelang Karena Minum Teh dan Es Kopi yang Dimasuki Arsenik

1. Sibling rivalry adalah perilaku iri kepada saudaranya sendiri

Ilustrasi iri dengan kehidupan orang lain di media sosial. (Pexels.com/mikoto.raw)

Seorang psikolog dari RS Santo Elisabeth Semarang, Probowatie Tjondronegoro mengatakan tindakan anak bungsu yang melakukan pembunuhan terhadap keluarganya sendiri disebabkan sejumlah faktor. 

Ia mengungkapkan perlakuan yang membeda-bedakan di lingkungan keluarga bisa memicu adanya tindakan nekat dari si anak bungsu tersebut. 

"Kalau istilahnya ilmu psikologi namanya sibling rivalry atau perilaku yang iri kepada saudaranya sendiri. Bagi anak-anak yang masih kecil sikap iri ini sangat kentara. Tapi kalau di usia dewasa sama sekali tidak kelihatan," kata Probo ketika berbincang dengan IDN Times, Rabu (30/11/2022). 

2. Budaya orang timur sering bedakan perilaku anak sulung dan anak bungsu

Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Dwifantya Aquina)

Perilaku yang membedakan anak sulung dengan anak bungsu telah menjadi budaya yang mengakar di Indonesia. 

Orang Indonesia yang kerap mengagungkan budaya orang timur, kata Probo kerap memberikan beban yang tinggi bagi anak sulung. 

Kemudian si anak bungsu diberi beban sebagai anak yang selalu mendapatkan perintah. Dalam ajaran Islam juga telah diajarkan bahwa anak laki-laki harus bisa menanggung beban kedua orang tuanya. 

"Orang Jawa yang bercirikan budaya dari timur memang sering melakukan kayak gitu. Di lingkungan keluarga, orang tua memberikan perlakuan berbeda ke anak sulung dan anak bungsu. Apalagi kalau anak sulungnya laki-laki, itu diberi beban tanggung jawab lebih tinggi ketimbang perempuan. Tapi mungkin si anak bungsu (yang terlibat pembunuhan) itu selama ini sungkan menolak permintaan orang tuanya, jadi dia terus berusaha mengulurkan tangan," kata Probo. 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

3. Psikolog: Mungkin si pelaku selalu memendam emosinya

halodoc.com

Walau begitu, menurutnya dalam kasus pembunuhan di Mertoyudan ada sikap orang tua yang cenderung kebablasan. Tindakan yang kebablasan kemudian menyebabkan si anak bungsu menjadi jengkel. 

Lebih lanjut, Probo berkata faktor lain yang memicu tindakan pembunuhan tersebut lantaran anak bungsu yang menjadi pelaku selalu memendam emosinya karena tidak berani menolak permintaan orang tuanya. 

"Kemungkinan besar itu kebablasan gara-gara saking jengkelnya. Apakah selama ini dia ada protes atau hanya dipendam karena ketidak beranian menolak permintaan orang tuanya. Jadi ini banyak hal faktornya. Mungkin juga pelakunya ini diberi beban menjadi penerus keluarga. Padahal kalau dari kajian psikologis, anak sulung itu karakternya peragu dan anak bungsu itu tidak berani bertanggung jawab. Yang paling enak ya anak tengah karena bisa jadi contoh sana sini," bebernya.

4. Sikap membeda-bedakan anak harus disetop

Ilustrasi keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Ia menganggap ada kecenderungan sikap membeda-bedakan inilah yang membuat pelaku nekat meracuni keluarganya. Terlebih lagi, anak bungsu selalu dianggap menjadi suruhan dan hanya dapat sisa pakaian dari kakaknya. 

"Dengan budaya seperti itu, anak bungsu selama ini jadi kongkonan atau akal-akalan kakaknya saja. Misalnya dia dapat baju juga lungsuran. Nah sikap membeda-bedakan kayak gini harus dihentikan. Saran saya sejak usia dini, si anak musti diajari berani omong dan mengeluarkan pendapatnya. Sehingga muncul diskusi bukan satu arah," tegasnya. 

Baca Juga: Modus Pembunuhan di Magelang, Anak Bungsu Campuri Es Kopi dengan Racun

Berita Terkini Lainnya