TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Tips Menjadi Orangtua yang Tidak Mudah Marah dengan Kesalahan Anak

Jangan lupa introspeksi diri, ya!

ilustrasi ibu dan anak (pixabay.com/ArtWithTammy)

Siapa sih yang tidak mudah tersulut emosi saat ada seseorang yang berbuat salah? Rasanya, hal tersebut wajar, ya. Namun, pertanyaan, apakah hal itu tetap wajar jika pelakunya ialah anak kamu sendiri? Yang mana besar kemungkinannya dia belum paham kesalahan yang terjadi itu.

Dengan begitu, bukankah seharusnya sebagai orangtua yang bijak itu mengarahkan dan mengajari anak dengan sabar supaya meminimalisir terjadinya kesalahan? Coba pikirkan. Sebagai bahan pertimbangan, berikut empat tips dalam menjadi orangtua yang tidak mudah marah atas kesalahan anak.

1. Anak lahir atas keinginan orangtuanya, bukan pilihan si anak

ilustrasi orangtua dan anak (pixabay.com/smpratt90)

Hal pertama dan utama yang perlu ditanamkan dalam benak orangtua, yakni anak lahir itu atas pilihan dan keputusan kalian sendiri. Maka dari itu, terlepas dari apa pun hubungan sebab akibat yang menyebabkan anak memiliki kesalahan, orangtua tetap wajib bertanggung jawab atas anaknya.

Dengan begitu, sudah seharusnya orangtua bisa lebih sabar atas anak kandungnya, yang ia lahirkan dan inginkan kehadirannya di dunia ini. Kalau anak salah, ya diajari yang benar, diarahkan, diberikan solusi, bukan malah dimarahi dengan penuh emosi. Kalau begitu, yang ada anak bukannya berubah, tetapi malah menjadi-jadi, bahkan takut untuk terbuka kepada orangtuanya sendiri, lho.

Baca Juga: 5 Bahaya Memarahi Anak di Depan Umum, Bisa Bikin Trauma 

2. Mengenalkan anak pada batasan sikap dan tindakan tanpa memaksa

ilustrasi ayah dan anak (pixabay.com/ambermb)

Secara lebih lanjut dari tugas orangtua dalam membimbing anaknya, yakni denagan mengenalkan pada anak terkait batasan yang ada. Hal ini berkaitan erat dengan hal yang ingin dijalani oleh anak, ya. Beri tahu anak terkait batasan mana yang menjadi baik dan buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh, bisa dan tidak bisa, logis dan tidak logis, dan sejenisnya, ya.

Sederhananya, seperti anak ingin bermain bola, maka beri tahu mana lokasi yang benar dan salah, apa dampak kalau bermain bola di tempat yang salah. Dengan begitu, anak akan terlatih untuk berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Mengingat semua tindakan itu ada batasan-batasannya tersendiri.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

3. Bebaskan anak memilih untuk mengetahui dampak positif dan negatifnya

ilustrasi ayah dan anak (pixabay.com/phillipneho)

Terkadang, memang ada tipe anak yang sudah diajarkan secara lisan atau teoritis. Yang mana anak dengan tipe seperti ini hanya akan sadar setelah ia merasakannya sendiri. Ya, dia anak merasa puas ketika keinginannya itu berjalan lancar sesuai aturan. Sebaliknya, ia baru bisa menyesal ketika tindakannya itu ternyata merugikan dirinya sendiri.

Meski membebaskan anak dalam memilih, sebagai orangtua tetap harus mendampingi, ya. Hal tersebut karena bagaimana juga anak masih belum mampu berpikir matang, terlebih jika tindakannya berkaitan dengan risiko yang fatal. Jadi, tinggal sesuaikan kebebasan itu dengan situasi dan kondisi yang ada, ya.

Verified Writer

Melinda Fujiana

Have a nice day!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya