TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Inspiratif, Dika Sang Pengumpul Jelantah dari Banyumas

Berbekal pengalaman saat meliput

Dika (kiri) saat jemput bola mengambil minyak jelantah ke warga bernama Hanan Wiyoko di Banyumas, Minggu (4/8/2024).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Banyumas, IDN Times - Pengumpulan jelantah, atau minyak goreng bekas, merupakan kegiatan yang semakin populer di Indonesia. Kisah seorang pengumpul jelantah biasanya melibatkan berbagai tantangan dan motivasi yang beragam.

Salah satunya adalah Wilibrordus Megandika Wicaksono (35 tahun) yang tinggal di Karangrau, Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah. Sebelas tahun terakhir menekuni profesi sebagai jurnalis di suatu media cetak nasional dengan wilayah liputan di Jateng bagian selatan.

"Lewat pengalaman liputan pada 2021, saya mengenal gerakan Komunitas Peduli Jelantah di Karangklesem, Purwokerto Selatan. Dari sana, saya mengetahui bahwa jelantah yang biasa kita buang masih bernilai ekonomi,"jelas Dika sapaan akrab kepada IDN Times, Minggu (4/8/2024).

Baca Juga: Ibu Rumah Tangga di Banyumas Ubah Kebun Sayur Jadi Melon Green House

1. Prihatin terhadap lingkungan

Dika yang prihatin terhadap pencemaran lingkungan akibat pembuangan jelantah yang sembarangan, Minggu (4/8/2024).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Dika memaparkan, dirinya memulai kegiatan mengumpulkan minyak jelantah ini karena ia prihatin dengan lingkungan sekitar yang sering tercemar oleh pembuangan minyak goreng bekas sembarangan.

"Parahnya jika dibuang begitu saja ternyata bisa mencemari lingkungan, merusak tanah dan mencemari air, serta yang pasti membuat saluran air tersumbat,"katanya.

Mulai dari situ, Dika mengajak keluarga, orangtua, dan tetangga untuk mengumpulkan jelantah. Walau masih minim respon tidak serta merta membuat dirinya putus asa."Saat itu saya sudah mengumumkan di grup RT saya yang terdiri dari sekitar 30 keluarga, tapi belum antusias,"ujarnya.

2. Ajak warga simpan jelantah di botol bekas

Minyak jelantah sebaiknya tidak dibuang sembarangan dan disimpan dal wadah botol atau jerigen agar bisa dimanfaatkan sebagai biodiesel.(IDN Times/Foto : Dika)

Dengan dedikasi yang tinggi, Dika memberikan edukasi kepada warga tentang bahaya pembuangan jelantah yang tidak benar. Ia menjelaskan bahwa jelantah yang dibuang ke selokan atau tanah bisa mencemari air dan merusak ekosistem.

Alih-alih membuangnya, Dika mengajak warga untuk menyimpannya di botol bekas dan memberikannya padanya saat ia datang. Kami tetap berjalan mengumpulkan jelantah. Dari 4 keluarga, baru terkumpul 20 liter jelantah dalam waktu hampir dua tahun lalu.

Jelantah tersebut kemudian dibawa ke sebuah pabrik pengolahan yang bekerja sama dengannya. Di pabrik ini, jelantah diolah menjadi biodiesel, sabun, dan produk lainnya yang ramah lingkungan.

3. Proaktif beli minyak jelantah warga

Minyak jelantah yang dibeli dari warga dikumpulkan dalam jerigen, Minggu (4/8/2024).(IDN Times/Cokie Sutrisno)

Pada tahun 2023, Dika mengaku uang yang terkumpul sebanyak Rp 120.000 kemudian disedekahkan untuk kegiatan sosial. Pengumpulan jelantah terus dilakukan lewat jeriken komunal, ajakan kepada warga RT tetap dilakukan, tetapi memang baru sedikit yang tergerak.

Setahun mengumpulkan jelantah lagi, pada pertengahan 2024 kembali mendapatkan uang Rp 120.000 dari 20 liter jelantah. Uangnya kemudian diserahkan sepenuhnya bagi kas RT. "Untuk itu, saya berinisiatif untuk menarik jeriken komunal di RT saya tarik dan saya putuskan untuk proaktif membeli langsung minyak jelantah itu dari warga dengan harga Rp 2500 per liternya,"jelasnya.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Selain itu , Ia berharap warga kian banyak tergerak mengumpulkan jelantah. Namun harapan itu belum terwujud, selama Juni-Juli 2024 ini ternyata jeriken di RT masih sangat sedikit jelantahnya, kurang dari 300 mililiter saja.

4. Gandeng komunitas peduli jelantah

Dika proaktif menampung dan membeli minyak jelantah warga bersama komunitas pedulu jelantah.(IDN Times/Foto : Dok. Dika)

Kegiatan mengumpulkan jelantah tidak hanya memberikan manfaat finansial bagi orang lain, tetapi juga membantu menjaga kebersihan lingkungan desa. Kini, warga desa semakin sadar akan pentingnya mengelola limbah rumah tangga dengan baik, berkat upayanya yang tak kenal lelah.

Upaya pengumpulan jelantah dengan mendatangi rumah makan, penjual gorengan, dan lain-lain. Dengan menjemput bola jelantah ini, dalam kurun waktu sebulan bisa terkumpul 75 liter jelantah. Jika dirata-rata per hari, jelantah yang dikumpulkan sekitar 1,5 liter sampai 2 liter.

"Saya bersama komunitas peduli jelantah berperan sebagai supplier jelantah bagi perusahaan penyaringan jelantah di Klaten, Lalu dari sana, jelantah kembali diolah di Surabaya untuk disiapkan menjadi biodiesel,"terangnya.

5. Jelantah bukan untuk direkomsumsi

Minyak jelantah disarankan tidak untuk dikonsumsi mengolah makanan secara terus menerus.(IDN Times/Foto : ilustrasi/freepik)

Kepedulian mengumpulkan jelantah menandakan adanya perhatian kepada bumi tercinta yang bisa tercemar jika jelantah itu dibuang sembarangan. Apalagi ketika tahu bahwa jelantah itu bisa dijual dan uangnya meski tidak seberapa, bisa menjadi apresiasi ataupun motivasi bagi warga untuk terus mengumpulkan jelantah.

"Saya senang ketika melihat senyum mereka yang sudah mengumpulkan jelantah berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan di rumah, lalu menjualnya dengan tujuan yang lebih baik, yaitu sebagai bahan energi terbarukan, bukan untuk rekonsumsi karena memang dilarang serta bahaya untuk kesehatan,"harapnya.

Dika berharap pula ketika ada sahabat, kerabat, dan kenalan yang sudah mengumpulkan jelantah tapi kemudian bingung ke mana menjual atau menyalurkannya. "Saya siap jempu bola jelantah tersebut, siapa tau ini juga sebagai jalan rejeki bila tidak lagi bekerja sebagai jurnalis,"pungkasnya.

Berita Terkini Lainnya