TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mubaligh Ahmadiyah Lawan Diskriminasi Lewat Solidaritas Umat Beragama

Ahmadiyah sama dengan aliran agama Islam lainnya

Mubaligh Ahmadiyah Jawa Tengah, Saefullah Ahmad Faruq. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Semarang, IDN Times - Kasus perusakan masjid milik Ahmadiyah di Kabupaten Kendal beberapa tahun silam masih diingat oleh Ipul. Pria bernama lengkap Saefullah Ahmad Faroeq tersebut sadar bahwa belum semua masyarakat memahami informasi secara menyeluruh mengenai aktivitas para jemaat Ahmadiyah.

 

Baca Juga: Masjid Ahmadiyah Sintang Dirusak, Umat Lintas Agama: Cabut SKB 3 Menteri

1. Hanya 1 persen yang membedakan Ahmadiyah dengan ajaran Islam lainnya

(Khatib tengah memimpin salat Idul Adha di depan masjid Ahmadiyah yang disegel) IDN Times/Irfan Fathurohman

Ipul berkata Ahmadiyah merupakan bagian dari agama Islam. Mirza Ghulam Ahmad seorang pemuka agama dari wilayah Qodian, India menjadi guru sekaligus juru selamat atau mesiah bagi para jemaat Ahmadiyah yang ada di seluruh penjuru dunia. 

Menurutnya berdasarkan penelitian yang dilakukan Depag (sekarang Kemenag), ajaran yang dianut jemaat Ahmadiyah sekitar 99 persen sama dengan apa yang diajarkan dalam agama Islam. 

"Dari penelitian yang dilakukan Depag memang Ahmadiyah 99 persen sama dengan Islam. Kita juga bagian dari aliran agama yang ada di dunia. Hanya 1 persen yang membedakan dengan yang lain," kata Ipul kepada IDN Times, Jumat (3/12/2021).

2. Pendiri Ahmadiyah diyakini sebagai perwujudan Nabi Isa

warta.ahmadiyah.org

Perbedaan yang ia maksud berupa penafsiran mengenai nabi terakhir. Jika dalam ajaran Islam yang mainstream disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir yang membawa wahyu dan kitab suci Alquran. Namun jemaat Ahmadiyah meyakini kalau Nabi Isa juga akan turun pada akhir zaman. 

"Kami pun meyakini Rasulullah sebagai nabi paling mulia yang membawa wahyu Alquran. Termasuk kami memaknai pada akhir zaman Isa Alahisallam juga turun ke bumi. Meski begitu, kita berpandangan bahwa sosok Isa di dunia berwujud sang pendiri Ahmadiyah. Pendiri Ahmadiyah telah terpilih sebagai imam mahdi. Inilah yang mungkin dianggap kita punya perbedaan dengan ajaran Islam yang mainstream," ujar Ipul yang didampuk sebagai Mubaligh Ahmadiyah untuk wilayah Jawa Tengah.

3. Jemaat Ahmadiyah juga baca ayat suci Alquran

Ilustrasi Al Quran (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Dalam melaksanakan rukun Islam, katanya jemaat Ahmadiyah tetap menjalankan kewajiban yang sama dengan umat Muslim lainnya. Saat salat berjamaah misalnya, jemaat Ahmadiyah senantiasa melafazkan bacaan Bismillah dengan disusul surat-surat dalam ayat suci Alquran.

"Kayak contohnya lafal Bismillahnya dikeraskan atau tidak itu menurut saya sama saja. Tidak ada yang berubah kalau pada area fiqihnya. Kita juga rutin membaca Alquran. Sehingga tudingan kalau Ahmadiyah punya kitab sendiri sudah terbantahkan dengan sendirinya. Tuduhannya tidak berdasar dan hoaks," tegasnya.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

4. Jemaat Ahmadiyah sudah ada di Jateng sejak 1930

Penggantian segel Masjid Ahmadiyah di Sawangan, Depok pada Jumat (22/10/2021). (IDN Times/Dicky)

Walau demikian, cara pandang Ahmadiyah selama ini diakuinya belum dipahami secara utuh oleh masyarakat khususnya umat Muslim di Indonesia. Padahal jika ditilik dari historisnya, Ahmadiyah sudah ada di Jawa Tengah sejak tahun 1930. Ketika itu beberapa jemaat Ahmadiyah memilih Purwokerto sebagai tempat awal mensyiarkan ajaran Mirza Ghulam Ahmad. 

Dari wilayah Purwokerto, jemaat Ahmadiyah lalu bertambah banyak dan menyebar ke daerah-daerah lain di Jawa Tengah selatan, Pantura, Solo dan Kabupaten Semarang. 

"Awalnya ajaran Ahmadiyah sudah ada di Purwokerto sejak 1930. Lalu sampai sekarang di Jateng jemaat kita berjumlah 10.000 orang. Total ada 50 cabang Ahmadiyah wilayah Jateng," bebernya.

Masjid-masjid Ahmadiyah kini tersebar di berbagai kabupaten/kota. Tercatat di antaranya ada 10 masjid Ahmadiyah di Wonosobo, satu masjid dan musala milik Ahmadiyah di Kota Semarang, tiga masjid di Cilacap dan tiga masjid di Kabupaten Semarang.

5. Jemaat Ahmadiyah kini lega bisa bebas beribadah

warta-ahmadiyah.org

Tantangan yang selama ini dihadapi Ahmadiyah kerap membuat jemaatnya was-was. Sebab, banyak masjid Ahmadiyah yang dirusak maupun ditolak oleh segelintir warga. "Di Cilacap, Banjarnegara, Kendal ada larangan pembangunan masjid Ahmadiyah. Malahan ada yang dirusak. Namun kejadian di masa lalu membuat kita berusaha mendekatkan diri kepada masyarakat. Sekarang Allhamdullilah kondisinya sudah kondusif. Kita bebas beribadah. Justru pas jumatan di Semarang, jemaah masjid kita 90 persen non Ahmadiyah. Ini membuktikan kalau warga mulai menerima kami," terangnya.

Pasrah dan ikhlas menjadi kunci jemaat Ahmadiyah bisa diterima masyarakat. Bagi Ipul menyiarkan agama Islam bisa dengan berbagai cara. Sudah tak terhitung dirinya ikut terlibat aksi sosial bersama umat lintas agama lainnya.

Saat pandemik, ia turun langsung membagikan alat kesehatan kepada masyarakat. Ahmadiyah, katanya telah menjalin kerjasama dengan Kesbangpol dan FKUB Jateng. "Adanya sikap penolakan dari warga tentunya karena ketidahtahuan mereka terhadap syiar yang dilakukan jemaat Ahmadiya. Ketika orang datang sendiri ke masjid Ahmadiyah, mereka baru tahu kalau akidah kita, rukun iman dan rukun Islam yang kita jalani selama ini sama persis dengan umat Muslim. Beda tafsir itu lumrah," terangnya. 

Baca Juga: MUI Depok Sebut Jemaah Ahmadiyah Dapat Bekingan dan Menyesatkan

Berita Terkini Lainnya