Pasokan Pangan Terganggu, TPID Jateng Jajal Digitalisasi Pertanian

Semarang, IDN Times - Kelompok makanan, minuman, dan tembakau masih menjadi penyebab utama gejolak inflasi di Jawa Tengah. Salah satu faktor pemicunya adalah gangguan iklim yang menyebabkan produktivitas pangan terganggu.
1. Faktor fenomena iklim menjadi salah satu pemicu inflasi
Menurut survei yang dilakukan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, secara umum faktor-faktor yang berpotensi mendorong inflasi 2021 di Jawa Tengah dapat bersumber dari sisi internal maupun eksternal. Tekanan inflasi dari sisi internal utamanya bersumber dari permintaan masyarakat yang diperkirakan akan berangsur menguat terutama sejak akhir paruh pertama 2021. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan program vaksinasi COVID-19 dan kenaikan mobilitas masyarakat yang diperkirakan akan semakin meningkat hingga akhir tahun.
Konsumsi masyarakat diperkirakan semakin menguat didukung oleh daya beli masyarakat yang membaik dan keyakinan konsumen yang lebih optimis. Selain didukung oleh pelaksanaan program Bansos, membaiknya daya beli akan ditopang oleh ketersediaan lapangan kerja dan pertumbuhan investasi ke depan, baik investasi pemerintah maupun swasta, yang diperkirakan meningkat. Selain itu, tendensi penguatan ekspor juga akan berkontribusi positif terhadap kenaikan daya beli masyarakat secara keseluruhan.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Pribadi Santoso mengatakan, salah satu sumber tekanan inflasi internal dipicu faktor musiman terkait dengan potensi gangguan produksi akibat fenomena iklim La Nina, yang terutama akan terasa pada triwulan I tahun 2021.
2. Terjadi penurunan produktivitas pertanian

‘’Berdasarkan data historis, gangguan La Nina maupun El Nino menyebabkan penurunan produktivitas pertanian, yang selanjutnya mendorong tekanan inflasi yang lebih tinggi terutama pada komoditas volatile food yang rentan terhadap gangguan cuaca. Dengan adanya perubahan iklim, intensitas gangguan fenomena iklim La Nina semakin meningkat sehingga dampak negatif terhadap produktivitas pertanian perlu menjadi perhatian,’’ ungkapnya melalui keterangan resmi, Senin (15/3/2021).
Dari sisi eksternal, lanjut dia, risiko utama inflasi 2021 utamanya bersumber dari potensi kenaikan harga minyak dunia dan harga komoditas internasional lainnya baik pangan maupun non pangan.
Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengambil berbagai kebijakan dan program strategis untuk memitigasi gangguan pada ketersediaan pasokan komoditas pangan. Program yang dilakukan meliputi, penyiapan cadangan pangan, pemantauan harga, perbaikan infrastruktur jaringan irigasi dan infrastruktur logistik, pengembangan kerja sama antar daerah, serta penguatan digitalisasi pertanian (smart farming) melalui optimalisasi pemanfaatan Sistem Logistik Daerah (Sislogda) yang telah diluncurkan akhir tahun 2020.
3. TPID Jateng terapkan smart farming dari hulu ke hilir

‘’Penerapan smart farming yang memanfaatkan teknologi digital dari hulu ke hilir menjadi fokus yang akan kami kembangkan. Keberadaan Sislogda merupakan komponen kritikal dalam mendukung smart farming di Jateng sebagai pusat data untuk ketersediaan pasokan pangan sehingga mendukung kerja sama business-to-business oleh operator/offtaker dengan pelaku di sektor usaha pertanian lainnya,’’ katanya.
Ke depan, penyempurnaan Sislogda akan terus didorong agar dapat mendukung pemantauan dan pengendalian inflasi komoditas pangan. Sehingga, pada akhirnya juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif di Jateng.
Sedangkan dalam jangka pendek, Pemprov Jateng berupaya untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan komoditas beras. Kebijakan yang diambil adalah mengakselerasi upaya penyerapan gabah, dan meningkatkan edukasi kepada petani untuk mengolah gabah kering panen sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani.
4. Sasaran inflasi di Jateng di angka 3,0 persen ±1 persen

Sementara untuk mencapai stabilisasi harga, TPID Provinsi Jawa Tengah senantiasa melakukan empat kunci pengendalian inflasi, yaitu menjaga ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, memastikan kelancaran distribusi, serta memperkuat komunikasi yang efektif untuk menjaga ekspektasi inflasi masyarakat. Upaya pengendalian inflasi suatu daerah mutlak memerlukan koordinasi yang erat dari berbagai pihak.
‘’Kami akan terus berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan antara lain Bank Indonesia, Asisten Perekonomian, Kepala Organisasi Perangkat Daerah, instansi vertikal serta perusahaan daerah yang bergerak di bidang pangan. Dengan demikian, berbagai tindak lanjut dapat segera dilaksanakan untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan. Berbagai upaya tersebut diharapkan dapat menjangkar ekspektasi inflasi masyarakat dan menjaga inflasi Jawa Tengah pada tahun 2021 tetap berada pada kisaran sasaran inflasi 3,0 persen ±1 persen,’’ tandas Ganjar.


















