Adaptasi Ekstrem Driver Ojol kala Pandemik COVID-19, Dianggap Edan

Bertransisi energi butuh mental kuat untuk perubahan positif

Pandemik virus corona yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 sampai saat ini berdampak terhadap sektor perekonomian, khususnya ketenagakerjaan. Situasi tersebut paling nyata dirasakan oleh para pekerja Informal. 

Salah satu dari mereka adalah para pengemudi (driver) ojek daring (ojol/ojek online). Pendapatan driver ojol berkurang drastis karena minimnya pesanan (order), baik untuk penumpang maupun pengantaran (delivery) makanan, sebagai imbas dari pemberlakuan pengetatan mobilitas dan aktivitas masyarakat, seperti PSBB dan PPKM.

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) melansir melalui risetnya terhadap 44.462 driver ojol menunjukkan, transaksi mereka turun hampir 90 persen karena merosotnya orderan mencapai 49--69 persen dibandingkan sebelum COVID-19.

Anis Ramadhani merupakan satu dari driver ojol yang terdampak tersebut. Selama pandemik, maksimal ia hanya melayani tujuh pesanan per hari. Biasanya, dalam satu hari bisa mencapai 15 orderan.

Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah yang sudah menjadi ojol sejak 2017 itu mengaku resah dengan kondisi pandemik virus corona. Apalagi, ia sudah kepalang tanggung membeli motor baru pada awal tahun 2020, yang digadang-gadang bisa mendukung pekerjaannya.

Pendapatan yang tidak pasti membuatnya frustasi. Bahkan, ia sempat berpikir untuk resign alias tidak lagi bekerja menjadi ojol.

"Gak bisa disama ratakan (pendapatan) ojol semua sama dengan yang ada di Jakarta dan sekitarnya, pesanan banyak, ramai, dan lancar. Kalau di Yogya order penumpang dan delivery makanan ikut turun pas pandemik. Karakter masyarakatnya berbeda," katanya saat ditemui IDN Times di rumah kontrakannya di Kalasan, Sleman, Yogyakarta, Jumat (10/12/2021).

Solusi mengurangi emisi karbon

Adaptasi Ekstrem Driver Ojol kala Pandemik COVID-19, Dianggap EdanAnis Ramadhani (kiri) berjalan menjemput penumpang ojek online di daerah Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. (IDN Times/Dhana Kencana)

Pemerintah gencar menggalakkan gaya hidup baru (electrifying lifestyle) agar masyarakat menggunakan kendaraan listrik karena tidak beremisi karbon sehingga mendukung pengembangan green transportation (transportasi ramah lingkungan) di Indonesia. Langkah tersebut diikuti dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) atau battery electric vehicle (BEV).

"Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar masyarakat dapat beralih dari yang menggunakan kendaraan berbasis bahan bakar minyak (BBM) menuju BEV. Semua pihak berkontribusi dalam mewujudkan green transportation dan mendukung transportasi berbasis BEV sesuai aturan hukum yang ada (Perpres 55 Tahun 2019)," ujar Penasehat Khusus Menko Marves, Jona Widhagdo Putri dilansir laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Jumat (24/12/2021).

Green transportation menjadi salah satu komitmen pemerintah dalam menanggulangi perubahan iklim (climate change), melalui transisi energi sebagaimana target nol-bersih emisi atau net-zero emissions (NZE) yang ditetapkan tahun 2060.

Pada peta jalan (roadmap) menuju NZE, pada tahun 2030, sebanyak 2 juta mobil dan 13 juta motor bertenaga listrik diproyeksikan lalu lintas di jalanan Indonesia. Kemudian, penjualan kendaraan motor berbahan bakar minyak (konvensional) dikurangi sejak tahun 2036–2040. Hal itu juga diterapkan pada penjualan mobil konvensional, mulai 2041–2045.

Dengan begitu, Indonesia mampu mengurangi emisi karbon yang berasal dari sektor transportasi darat. Sebab, Institute for Essential Services Reform (IESR) melansir, emisi karbon dari sektor transportasi di Indonesia hampir mencapai 30 persen dari total emisi CO2, yang mana emisi tertinggi berasal dari transportasi darat, yang menyumbang 88 persen dari total emisi di sektor tersebut. Sumbangan emisi tersebut di antaranya berasal dari mobil dan sepeda motor, yang tumbuh pesat seiring dengan penggunaannya sebagai moda perjalanan utama dalam negeri.

"Kendaraan listrik diproyeksikan dikembangkan secara masif. Menurut roadmap (2060) yang dirancang, pemerintah menargetkan menyetop penjualan sepeda motor konvensional (bensin) tahun 2040 dan mobil konvensional (bensin dan diesel) pada 2045," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif dalam siaran persnya saat menghadiri Conference of Parties (COP) ke-26 di Paviliun Indonesia, Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021).

PT PLN (Persero), sebagai BUMN yang bergerak di bidang kelistrikan menyatakan kesiapannya menyediakan pasokan listrik dan infrastruktur pendukung untuk KBLBB, seperti Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU), sebagai tempat pengisian daya atau mengecas baterai kendaraan listrik.

"PLN memiliki cadangan daya listrik sebesar 50 persen atau setara 57 Gigawatt (GW). Dengan adanya kebijakan (KBLBB) tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan konsumsi listrik lebih baik lagi, khususnya di tengah kondisi cadangan daya listrik PLN yang cukup banyak," ungkap Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril dilansir laman resmi PLN.

Adaptasi Ekstrem Driver Ojol kala Pandemik COVID-19, Dianggap EdanAnis Ramadhani (27), driver ojek online mengisi token listrik seharga Rp5 ribu yang dibeli melalui aplikasi PLN Mobile, untuk mengisi baterai motor listrik di rumahnya di Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. (IDN Times/Dhana Kencana)

Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro yang juga Tim Percepatan Industri KBLBB Nasional menyebut, sebagian besar transportasi di Indonesia merupakan kendaraan berbahan bakar fosil sehingga menyumbang emisi karbon yang cukup besar. Ia mengatakan, kendaraan listrik menjadi solusi atas persoalan tersebut.

“Faktanya, Indonesia menduduki peringkat 11 sebagai negara dengan tingkat polusi udara tertinggi dan hampir 50 persen penyebab polusi adalah kendaraan. Untuk menghemat energi dan mengurangi emisi karbon, dikembangkan KBLBB,” ucapnya saat webinar Science, Technology, Engineering, and Math yang diadakan Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Sabtu (18/9/2021).

Guru besar emeritus Teknik Mesin itu mengungkapkan, pada tahun 2021, konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional diperkirakan mencapai 75,27 juta kilo liter (KL). Rinciannya, sebesar 26,3 juta KL untuk BBM bersubsidi dan 48,97 juta KL adalah nonsubsidi. Baginya, jika program KBLBB tercapai, konsumsi BBM berkurang dan emisi karbon bisa turun secara signifikan.

Senada, Peneliti Spesialis Kendaraan Listrik dari IESR, Idoan Marciano saat Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021 menyatakan, untuk capaian jangka pendek, pengembangan motor listrik yang masif mampu mendorong penetrasi kendaraan listrik di kalangan masyarakat karena selisih harganya tidak sebanyak mobil listrik dan pangsa pasarnya sudah terbentuk, dengan dukungan sejumlah manufaktur lokal, meskipun kapasitasnya terbatas.

Baca Juga: Adaptasi Mandiri ala Pedagang Bakso Menghindari Rayuan Maut

Literasi motor listrik

Adaptasi Ekstrem Driver Ojol kala Pandemik COVID-19, Dianggap EdanAnis Ramadhani (27), driver ojek online mengantarkan penumpang ke daerah Sambisari, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan motor listrik. (IDN Times/Dhana Kencana)

Situasi tersebut melecut semangat para dealer untuk habis-habisan mempromosikan produk kendaraan listrik–baik itu mobil atau motor listrik–secara konvensional seperti berpameran di pusat-pusat perbelanjaan maupun melalui media sosial. Lebih dari itu, mereka juga jorjoran memberikan promo dan diskon, untuk setiap unit pembelian kendaraan listrik.

Seperti yang dilakukan Motorhouse Indonesia, yang menawarkan diskon lebih dari Rp2 juta serta garansi baterai hingga dua tahun. Tak semata-mata melariskan produknya, dealer motor listrik yang berlokasi di Jalan Brigjen Katamso 64 Yogyakarta itu juga ikut mengedukasi masyarakat soal motor listrik. Di antaranya kepada komunitas ojol setempat.

Manajemen Motorhouse Indonesia, dalam keterangan tertulis resminya kepada IDN Times, Sabtu (25/12/2021) menyatakan, kesengajaannya meliterasi publik–termasuk Anis–karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui kebermanfaatan dari penggunaan motor listrik secara moneter dan untuk masa depan. Tidak sedikit juga warganet yang menanyakan hal tersebut, melalui kolom komentar media sosial Instagramnya pada akun @motorhouse_indonesia.

"Saya kan bergabung sama komunitas ojol. Ada informasi di grup, promo iklan motor listrik (dari Motorhouse Indonesia). Awalnya gak respon, tapi saking seringnya pesan masuk, jadi penasaran. Bilangnya banyak keuntungan yang didapat dan bisa berhemat. Apa iya (benar seperti itu)? Masa bisa hemat 4 juta per tahun?" aku Anis.

Pria kelahiran 1 Februari 1995 itu pun tak percaya begitu saja. Anis berusaha mandiri mencari informasi mengenai motor listrik melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, sampai melihat reviu-reviu motor listrik oleh beberapa konten kreator di Youtube.

Satu per satu ia amati. Sampai pada akhirnya, Anis memutuskan menjual motor barunya berbahan bakar minyak, yang usianya belum genap satu setengah tahun itu. Uang hasil penjualan motor berkecepatan 155 cc tersebut langsung digunakan membeli motor listrik ECGO2 secara tunai pada September 2021.

Adaptasi mental dan fisik

Adaptasi Ekstrem Driver Ojol kala Pandemik COVID-19, Dianggap EdanAnis Ramadhani (kiri) menghampiri penumpang ojek online di daerah Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. (IDN Times/Dhana Kencana)

Anis banyak beradaptasi dengan sejumlah kebiasaan baru ketika pertama kali menggunakan motor listrik tersebut. Termasuk mental diri. Sebab, sang Mertua sempat tidak terima atas sikapnya membeli motor listrik dan mencemoohnya sebagai orang gila karena menganggap motor listrik sebagai motor mainan.

"Mertua sampai bilang, wis edan koe, ya (red: sudah gila ya, kamu). Adol (red: jual) motor malah ganti motor kayak gini (motor listrik). Motor kayak begitu dibeli. Belum juga teman-teman seprofesi ngomong, kan bisa sewa (rental). Tapi, saya tetap teteg (red: kuat) sama pendirian dan gak menyesal sama keputusan beli motor listrik. Sekarang, mereka semua sudah bisa menerima. Apalagi dengan berbagai kemudahan yang ada. Kayak, bisa mengecas di mana pun dan kapan pun setiap colokan listrik. Mudah adaptasi dan pada tertarik untuk membelinya," ungkapnya yang hanya lulusan SMA di Pekalongan.

Adaptasi Ekstrem Driver Ojol kala Pandemik COVID-19, Dianggap EdanAnis Ramadhani (27), driver ojek online mengecas baterai motor listrik melalui Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU) yang tersedia untuk umum di kantor PLN UP3 Yogyakarta, Gedongkuning, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. (IDN Times/Dhana Kencana)

Berjalannya waktu, Anis sudah terbiasa dengan kebiasaan barunya, seperti mengecas dua kali untuk sekali perjalanan setiap hari. Yaitu Pagi sebelum berangkat–biasanya di rumah–dan saat Siang atau menjelang Sore hari–di Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) milik PT PLN (Persero) yang tersebar di Yogyakarta.

Untuk diketahui, baterai motor listrik Anis berkapasitas 1,3 Kwh, mampu menempuh jarak 60--70 kilometer. Jadi, biaya per Kwh hanya Rp1.497 rupiah. 

"Sehari saya mengecas dua kali, total sekitar Rp3 ribu rupiah uang yang saya keluarkan. Biasanya, saya isi token lewat aplikasi PLN Mobile, karena ada token yang harganya Rp5 ribu kalau pas isi di SPLU atau di rumah. Kalau sebelumnya pakai motor BBM, sehari Rp25 ribu dengan jarak tempuh kurang lebih 125 kilometer. Kalau pakai motor listrik, jarak segitu masih bisa teratasi. Bahkan tanjakan turunan gak ada lawan juga, ya cukup Rp3 ribu tadi," ujarnya sembari tersenyum lepas.

Selain tak sudah tidak pernah lagi ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk membeli BBM, Anis juga jarang mengunjungi bengkel seperti yang rutin dilakukan sebelumnya. Termasuk, harus merogoh kocek untuk biaya penggantian oli setiap dua minggu sekali seharga Rp45 ribu, mengganti v-belt karet motor per dua bulan sebanyak Rp150 ribu, dan suku cadang lain seperti kampas rem dan busi.

Adaptasi Ekstrem Driver Ojol kala Pandemik COVID-19, Dianggap EdanSurat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) resmi milik Anis Ramadhani (27), driver ojek online yang menjadi pemilik motor listrik pertama di Jawa Tengah. (IDN Times/Dhana Kencana)

Lebih dari itu, anak pertama dari pasangan Sihono (alm) dan Darkonah itu tak menyangka jika motor listriknya sudah dilengkapi surat-surat resmi seperti Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) bak motor konvensional pada umumnya. Yang jadi kebanggaannya, ia ternyata menjadi pemilik motor listrik pertama di Jawa Tengah, sebagaimana tercantum pada STNK.

Anis pun kaget mengetahui pajak motor listriknya yang dikenakan per tahun hanya Rp50 ribu rupiah saja. Jika dibandingkan dengan pajak motor sebelumnya sebanyak Rp245 ribu setiap tahun.

"Baru pertama kali ini saya dapat ojek yang pakai motor listrik. Ternyata beli dan milik sendiri, ya. Bagi penumpang, enak gak berisik juga dan nyaman, alus pas perjalanan," tutur salah satu penumpang Anis, Teguh.

Jalan kecil untuk perubahan

Adaptasi Ekstrem Driver Ojol kala Pandemik COVID-19, Dianggap EdanAnis Ramadhani (27), driver ojek online mengantarkan penumpang ke daerah Sambisari, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan motor listrik. (IDN Times/Dhana Kencana)

Berjalannya waktu, Anis menikmati penggunaan motor listrik karena nyaman, tidak berisik (bersuara) lantaran tidak berknalpot, ramah lingkungan, serta tidak ada emisi karbon sama sekali. Ia menyadari dan membuktikan sendiri, bahwa apa yang digembar-gemborkan dealer, juga pemerintah soal kebermanfaatan motor listrik ternyata benar.

Berkat menggunakan motor listrik, impiannya untuk kerja sambil menabung bisa terwujud. Suami dari Rini Susilowati (26) itu tidak lagi bingung memikirkan pendapatan kotornya kurang lebih Rp200 ribu sehari, harus dipotong untuk biaya BBM dan servis motor. Uang alokasi tersebut bisa ia tabung.

Keputusannya berpindah menggunakan motor listrik juga tak melulu soal hematnya biaya operasional dan keuntungan moneter yang didapat. Perlahan, Anis menjadi lebih peduli terhadap lingkungan dan bumi saat mengetahui dampak buruk dari penggunaan BBM yang sehingga menimbulkan emisi karbon hingga berimbas pada perubahan iklim.

"Saya dari orang biasa, rakyat biasa, ya seperti ini cara saya mengurangi dan menekan perubahan iklim dengan menggunakan transportasi yang ramah lingkungan. Ini juga bagian dari ikhtiar kecil saya, semoga lingkungan dan Bumi bisa makin baik," ungkapnya.

Baca Juga: Kesehatan Mental: Vital dan Fatal Bikin Bebal saat Pandemik COVID-19

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya