Tradisi Menyambut Bulan Ramadan di Semarang dan Sekitarnya

#RamadanMasaKini Acaranya seru dan banyak makanan khas lho!

Bulan Ramadan sebentar lagi tiba. Beberapa daerah di Semarang dan kota-kota  sekitarnya mempunyai tradisi unik untuk menyambut kedatangan bulan suci ini. Buat kamu yang suka dengan acara-acara tradisi, kamu bisa kok berkunjung ke Kota Semarang,  Demak, dan Kudus. Pasalnya, ketiga kota itu mempunyai tradisi menyambut bulan puasa yang keren dan seru.

Baca Juga: 7 Tradisi Unik Songsong Ramadan di Indonesia

1. Tradisi Dugderan di Semarang

Tradisi Menyambut Bulan Ramadan di Semarang dan SekitarnyaAntara Foto

Tradisi ini sudah cukup tua karena diselenggarakan sejak tahun 1881. Awalnya adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai awal dimulainya puasa. Sebab, saat itu sering terjadi perbedaan mengenai hari pertama puasa. Wah, ternyata kasusnya sama dengan zaman sekarang ya.

Istilah Dugderan diambil dari bunyi beduk dan suara meriam, yaitu “dug” dan “der” yang ditabuh dan disulut oleh Bupati Semarang waktu itu. Kedua bunyi itulah yang menandai dimulainya puasa pada keesokan harinya.

2. Pasar malam dan kirab Warak Ngendog

Tradisi Menyambut Bulan Ramadan di Semarang dan SekitarnyaIDN TImes/Nugroho Adi

Dalam perkembangannya, Dugderan bukan hanya untuk mengumumkan dimulainya awal puasa. Lebih dari itu, Dugderan dikemas dalam bentuk pesta rakyat atau pasar malam yang meriah untuk menarik para wisatawan.

Pasar malam Dugderan akan berlangsung selama satu bulan penuh dengan menyajikan makanan khas Semarang, mainan anak-anak zaman dulu dilengkapi dengan wahana permainan seperti komedi putar dan atraksi tong setan.

Puncak dari tradisi Dugderan adalah dikirabnya Warak Ngendog, replika binatang bertubuh kambing dan berkepala naga dengan hiasan kertas warna-warni yang melambangkan budaya Tionghioa, Arab dan Jawa. Warak Ngendog yang merupakan maskot Dugderan ini diarak bersama dengan karnaval yang disaksikan oleh ribuan masyarakat di sepanjang jalan yang dilewatinya.

3. Tradisi Megengan di Demak sejak zaman Sunan Kalijaga

Tradisi Menyambut Bulan Ramadan di Semarang dan SekitarnyaDinas Pariwisata Kabupaten Demak

Megengan adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Demak untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Makna dari tradisi ini adalah membersihkan jiwa dan raga, termasuk membersihkan dan berdoa di makam leluhur. Puncak dari tradisi ini adalah makan kue apem bersama. Tradisi Megengan merupakan wujud syukur karena bisa bertemu lagi dengan bulan suci Ramadan.

Tradisi ini sudah ada sejak zaman penyebaran agama Islam oleh Sunan Kalijaga. Kue apem menjadi ciri khas dari tradisi ini karena mengandung makna saling memaafkan. Gak heran kalau Megengan juga digunakan sebagai ajang silaturahmi dan maaf-memaafkan sebelum memasuki bulan Ramadan.

4. Tradisi Dandangan sejak zaman Sunan Kudus

Tradisi Menyambut Bulan Ramadan di Semarang dan SekitarnyaAntara Foto

Dandangan merupakan tradisi masyarakat Kudus untuk mengumumkan datangnya bulan suci Ramadan. Tradisi akan ditandai dengan kirab yang menggambarkan harmonisasi budaya dan toleransi beragama. Sebelumnya, rangkaian acara ini diawali dengan diselenggarakannya pasar malam sebulan penuh.

Tradisi ini sudah dilakukan sejak zaman Sunan Kudus menyebarkan agama Islam di Jawa. Konon, setiap menjelang bulan puasa masyarakat dan ratusan santri berkumpul di Masjid Menara untuk menunggu pengumuman dari Sunan Kudus tentang awal bulan puasa.

Nah, saat mengumumkan hari pertama puasa itulah Sunan Kudus memukul bedug yang bunyinya “dang dang dang” sehingga sampai sekarang tradisi itu dikenal sebagai Dandangan.

5. Tradisi nyadran untuk mendoakan para leluhur

Tradisi Menyambut Bulan Ramadan di Semarang dan SekitarnyaIDN Times/Nugroho Adi

Tradisi nyadran dilakukan masyarakat di berbagai daerah. Nyadran merupakan tradisi membersihkan makam untuk selanjutnya mendoakan para leluhur menjelang bulan Ramadan. Tujuannya tiada lain untuk mengingatkan bahwa kita hidup di dunia itu tidak selamanya lho. Jadi, kita wajib terus-menerus berbuat baik kepada sesama.

Nah, dalam tradisi nyadran ini masyarakat desa akan berbondong-bondong ke makam dengan membawa nasi bancaan. Setelah mendoakan leluhur yang biasanya dipimpin oleh sesepuh desa, mereka akan saling bertukar nasi dan kemudian menyantapnya bersama-sama.

Baca Juga: 10 Negara Ini Bisa Jadi Destinasi Liburan Terbaik Selama Ramadan

Topik:

Berita Terkini Lainnya