Pelanggaran HAM Tumbuh Subur di Jateng, Korban Mencapai 49.815 Orang

Ada 68 kasus sejak Januari--Oktober 2021

Semarang, IDN Times - Sepanjang tahun 2021, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masih tumbuh subur di Provinsi Jawa Tengah. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mencatat ada 68 kasus pelanggaran HAM sejak Januari hingga Oktober 2021.

1. Ada 8 isu pelanggaran HAM di Jateng

Pelanggaran HAM Tumbuh Subur di Jateng, Korban Mencapai 49.815 OrangSeorang pemuda memegang kertas bertuliskan kasus HAM yang belum tuntas/ANTARA FOTO/Basri Marzuki

LBH Semarang melansir, berdasarkan pendokumentasian dilakukan, dari 68 kasus pelanggaran tersebut, korbannya mencapai 49.815 orang. Adapun untuk pelakunya antara lain pemerintah, aparat penegak hukum (APH), pengusaha, dan masyarakat.

Direktur LBH Semarang, Eti Oktaviani pada acara rilis Catatan Akhir Tahun 2021 secara virtual, Rabu (22/12/2021) menyebut, ada delapan isu dengan 68 kasus soal pelanggaran HAM tersebut. Yaitu lingkungan hidup, kawasan pesisir, masalah tanah, buruh, kemiskinan di perkotaan. Kemudian, kebebasan berekspresi, perempuan dan anak, serta pelanggaran hak atas peradilan yang adil (fair trial).

"LBH mencatat ada 10 kasus pelanggaran HAM untuk isu lingkungan hidup. Jumlah korban mencapai 5.441 orang dan pelakunya ada 10 dari pemerintahan dan 10 dari pengusaha. Kasus alih fungsi lahan tanpa daya dukung lingkungan menjadi pelanggaran HAM yang kerap terjadi,’’ kata Eti.

Baca Juga: Gak Merasa Aman, Korban Kekerasan Seksual di Unnes Takut Lapor Kampus

2. Pelanggaran HAM di isu pesisir menimpa 2.053 korban

Pelanggaran HAM Tumbuh Subur di Jateng, Korban Mencapai 49.815 OrangFoto aerial suasana permukiman warga yang tergenang air rob di Desa Pasir Sari, Pekalongan, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Selanjutnya, pelanggaran HAM di isu pesisir ada tujuh kasus dengan 2.053 korban, pelakunya enam dari pemerintah dan satu dari pengusaha. Dari tujuh kasus ini LBH menemukan bahwa yang dominan terjadi mengenai rob.

Pelanggaran HAM tersebut menyangkut ketidakpedulian pemerintah dengan kondisi Pesisir Utara sehingga berdampak pada nelayan dan warga di kawasan tersebut.

Lalu, untuk pelanggaran di isu tanah ada lima kasus dengan jumlah korban sebanyak 3.063 orang yang ditemukan LBH melalui pemberitaan di media sepanjang tahun 2021. Namun, dalam catatan internal terkait perampasan lingkungan dan ruang hidup justru tahun lalu isu ini tinggi. Di antaranya, isu pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan jembatan layang di Solo.

3. Kebebasan berekspresi berujung di kepolisian

Pelanggaran HAM Tumbuh Subur di Jateng, Korban Mencapai 49.815 OrangIlustrasi penyiksaan oleh aparat penegak hukum. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Eti menjelaskan, pihaknya juga mencatat pelanggaran HAM pada isu buruh tinggi. Ada 10 kasus yang terjadi dan dilakukan empat kejadian oleh pemerintah dan enam kejadian oleh pengusaha.

‘’Isu buruh ini menyangkut hak buruh pabrik dan pegawai honorer. Hingga saat ini masih harus berjuang ekstra mendapatkan kehidupan yang layak. Sedangkan, pada isu miskin kota kami menyoroti ada 13 kasus dengan 200 korban dan pelakunya tujuh pemerintah, lima aparat penegak hukum, dan satu pengusaha. Isu miskin kota ini menimpa penghuni rusunawa, PKL, pedagang pasar dan lainnya,’’ katanya.

Sedangkan, pelanggaran HAM juga mengenai kebebasan berekspresi. Ada empat kasus yang terjadi dengan 200 korban sebagaimana pelaku empat oleh aparat penegak hukum. Pelanggaran itu berkaitan dengan pembatasan kritik terhadap kinerja pemerintah di saat pandemik COVID-19. Alih-alih merespons kasus yang terjadi malah ditangani oleh kepolisian.

4. Korban HAM soal isu perempuan dan anak sebanyak 32.891 korban

Pelanggaran HAM Tumbuh Subur di Jateng, Korban Mencapai 49.815 OrangIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

Sedangkan, isu perempuan dan anak ada lima kasus dengan 32.891 korban. Pelakunya dua dari pemerintah dan tiga dari masyarakat. Salah satu yang disoroti LBH adalah kasus anak putus sekolah di Kabupaten Grobogan.

Terakhir, ada empat kasus fair trial yang menimpa lima korban. Semua pelaku adalah aparat penegak hukum. Bentuk pelanggaran berupa penjatuhan hukuman mati dan rekayasa perkara.

‘’Sebab, kami melihat hukuman mati meski apapun alasannya tidak bisa dibenarkan dalam perspektif HAM. Hal ini juga menunjukkan keterbatasan lembaga pemasyarakatan untuk benar-benar memasyarakatkan narapidana,’’ tandas Eti.

Baca Juga: Survei BEM: Pelaku Kekerasan Seksual di Undip Semarang Mayoritas Mahasiswa

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya