Survei BEM: Pelaku Kekerasan Seksual di Undip Semarang Mayoritas Mahasiswa

Mahasiswa tidak tahu ada layanan penanganan kekerasan seksual

Semarang, IDN Times - Kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus terus bermunculan dewasa ini. Berdasarkan rekapitulasi hasil survei yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dan Bidang Sosial Politik BEM Se-Undip, terungkap bahwa pelaku kekerasan seksual di perguruan tinggi tersebut mayoritas dilakukan mahasiswa dan dosen.

1. BEM Undip menyurvei 771 responden

Survei BEM: Pelaku Kekerasan Seksual di Undip Semarang Mayoritas Mahasiswakampusundip.com

Pada survei yang dilakukan September 2021 kepada 771 responden di 12 fakultas, kekerasan seksual yang sering terjadi di Undip, yaitu candaan berbau seksual. Kemudian, disusul dengan cat calling dan sentuhan fisik. Bahkan, ada korban yang pernah mengalami semua kekerasan tersebut. 

Wakil Ketua Bidang Sosial Politik (Sospol) BEM Undip, Astrid Karana mengatakan, sebanyak 89 responden mengaku pernah mengalami kekerasan berupa candaan berbau seksual, lalu 71 responden juga pernah melihat, mendengar, mengalami cat calling, dan 46 responden mengalami sentuhan fisik.

"Masih dari hasil survei, sebanyak 114 responden menjawab pelaku kekerasan seksual paling banyak berasal dari mahasiswa. Lalu, 39 responden menjawab pelaku kekerasan seksual adalah dosen, serta 34 responden pelakunya mahasiswa dan dosen," ungkapnya, Senin (13/12/2021). 

Baca Juga: Kisah Kekerasan pada Transpuan, Dianiaya Oknum Aparat Sampai Trauma

2. Terjadi KBGO saat pandemik di Undip

Survei BEM: Pelaku Kekerasan Seksual di Undip Semarang Mayoritas MahasiswaIlustrasi kegiatan belajar anak madrasah (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Selain itu, selama masa pandemik di Undip juga terjadi kekerasan berbasis gender online (KBGO). Sebanyak 74 responden mengaku pernah mengalami KBGO. Kejadian yang dialami berupa komentar berbau seksual di media sosial dan pesan pribadi. 

Astrid mengungkapkan, meski telah terjadi kekerasan seksual di lingkungan kampus tetapi masih banyak responden yang tidak mengetahui kalau di Undip ada layanan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

"Bahkan, sebanyak 574 responden tidak tahu apakah lembaga tersebut efektif menangani kekerasan seksual. Sebab, jarang ada sosialisasi terkait lembaga itu, misalnya kalau ada korban yang mengalami kekerasan seksual harus melapor kemana, prosedur seperti apa, hal itu tidak pernah ada sosialisasi secara general khususnya saat mahasiswa baru masuk itu tidak dilakukan," jelasnya.

3. Sebanyak 87,03 persen responden desak Undip bikin peraturan soal kekerasan seksual

Survei BEM: Pelaku Kekerasan Seksual di Undip Semarang Mayoritas MahasiswaRektor Undip bersama Ketua MA M Syarifuddin usai dikukuhkan jadi Guru Besar Tidak Tetap melalui jejaring virtual. Dok Humas Undip

Dari hasil survei kekerasan seksual tersebut sebesar 87,03 persen atau 671 responden mendesak Undip mengeluarkan peraturan rektor yang mengatur pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi negeri tersebut. Selain itu, sebanyak 563 responden atau 73,02 persen mendorong pengesahan RUU PKS.

"Kondisi ini membuktikan bahwa kampus sebagai lembaga pendidikan tinggi belum bisa menjadi tempat yang aman dari kekerasan seksual. Kejadian ini pun tidak hanya di Undip tapi juga banyak terjadi di perguruan tinggi lain di Indonesia," jelas Astrid.

Bahkan, imbuh dia, di Undip sendiri pernah terungkap pada tahun 2019 ada kasus kekerasan seksual yang dilakukan dosen. Kemudian, tahun 2021 ini juga ada kasus kekerasan yang pelakunya adalah mahasiswa. Namun, tidak ada penyelesaian kasus yang adil bagi korban. Dosen sebagai pelaku kekerasan hanya diberikan sanksi tidak boleh membimbing skripsi selama dua semester, sedangkan mahasiswa hanya diberhentikan sebagai fungsional BEM fakultas di Undip.

Baca Juga: Cegah Kekerasan Seksual di Kampus, ini yang Dilakukan Unimus Semarang

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya