Waspada! Penggunaan Jamban yang Rendah Bisa Jadi Pemicu Hepatitis Akut

Jutaan keluarga Indonesia belum punya jamban sehat

Semarang, IDN Times - Belum usai masa pandemik COVID-19 dunia kembali digegerkan dengan munculnya wabah penyakit hepatitis akut misterius. Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) per 13 Mei 2022, total kasus hepatitis akut misterius di dunia mencapai 348 orang. Kasus tersebut tersebar di 20 negara dan paling banyak dilaporkan di Inggris dengan 163 pasien. 

1. Virus hepatitis A menular lewat kotoran

Waspada! Penggunaan Jamban yang Rendah Bisa Jadi Pemicu Hepatitis AkutDr dokter Budi Laksono, relawan kemanusiaan dari Kota Semarang. (Dok. Dr Budi Laksono)

Lebih lanjut laporan dari Tanah Air, Kementerian Kesehatan RI melalui keterangan resminya mencatat, ada 15 kasus hepatitis akut misterius di Indonesia yang ditemukan sejak 27 April 2022. Jumlah kasus itu terus meningkat setiap harinya, bahkan di Jakarta sudah ada temuan 21 kasus dengan tiga korban meninggal. 

Gejala yang muncul dari penyakit hepatitis akut misterius ini adalah mata kuning, demam, diare, nyeri perut dan mual, serta lesu. 

Menanggapi kasus tersebut Epidemiolog Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Doktor Budi Laksono mengatakan, gejala hepatitis akut persis dengan apa yang terjadi ketika tubuh terserang virus hepatitis A. Adapun, virus hepatitis A merupakan virus yang menular lewat kotoran. Orang yang terinfeksi dapat menularkan ke orang lain.

"Hepatitis A adalah virus yang paling sering menyebabkan bayi balita dan anak menderita diare. Bahkan, pada kasus tertentu bisa meledak mengenai orang dewasa," ungkapnya saat dihubungi, Kamis (12/5/2022).

2. Penggunaan jamban sehat di masyarakat masih rendah

Waspada! Penggunaan Jamban yang Rendah Bisa Jadi Pemicu Hepatitis Akutilustrasi jamban (unsplash.com/jankolar)

Saat ini, lanjut dia, diare adalah penyebab nomor satu kesakitan dan kematian pada bayi dan anak di banyak negara berkembang termasuk di Indonesia. Bahkan, diare dan penyakit lain seperti tipes, hingga kini masih menjadi penyebab nomor satu orang masuk rumah sakit di seluruh Indonesia. Walau begitu, perhatian untuk mencegah dan mengatasi penyakit ini kurang bermakna di Indonesia. 

Salah satu yang menjadi perhatian dosen Magister Kesehatan Masyarakat itu adalah penggunaan jamban yang rendah di masyarakat, lalu masih banyak orang buang air di sungai atau kebun. Bahkan banyak WC yang pembuangannya mengalir ke sungai. Hal itu menyebabkan pencemaran air yang berisiko mengontaminasi alat makan yang dicuci dengan air tercemar tersebut, cuci tangan dengan air tercemar serta penyebaran oleh lalat dari kotoran ke makanan yang terbuka. 

Selain itu, perilaku makan atau menyuapi dengan tangan juga berisiko terhadap penyebaran penyakit hepatitis A. Sehingga, sampai sekarang penyakit tersebut masih mengancam masyarakat baik secara kesehatan, ekonomi dan sosial. 

Baca Juga: Ini Cara Lapor Gejala dan Kasus Hepatitis Akut di Semarang, Waspada!

3. Larangan buang air sembarangan belum jadi masalah penting

Waspada! Penggunaan Jamban yang Rendah Bisa Jadi Pemicu Hepatitis AkutIlustrasi buang air kecil. (IDN Times/Nurulia R. Fitri)

Budi mengakui, case fatality rate penyakit diare karena hepatitis A memang tidak tinggi, tetapi kasusnya sangat tinggi sehingga secara total masih menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak. Adapun, kematian bayi dan anak yang tinggi ini menjadikan indikator kemiskinan wilayah menyala. 

"Kendati demikian, gerakan pencegahan yaitu pembangunan jamban keluarga dan larangan buang air sembarangan belum menjadi masalah penting di Indonesia. Mungkin ini karena yang meninggal umumnya orang dari kalangan tidak mampu dan mudahnya menyalahkan kepada keluarga yang sakit itu telah berperilaku kurang sehat. Padahal, dalam modern public health, ini adalah tanggung jawab negara yang memang hingga kini belum dipenuhi," ujarnya. 

Pada hepatitis A, selain gejala yang khas tersebut di atas, secara objektif bisa dibuktikan adanya virus hepatitis A yang ada di kotoran. Kemudian, juga naiknya respons imunologis terhadap virus hepatitis A. 

"Pada kasus ini di Inggris sudah dilakukan uji virus, tapi tidak menunjukkan adanya virus Hepatitis A. Inilah yang membuat ilmuwan pusing karena seperti berhadapan dengan virus misterius. Bahkan, pada beberapa laporan justru menampakkan virus lain. Hal ini tentu tidak mengherankan karena pada kasus COVID-19 kemarin, gejala diare juga muncul kuat pada varian terakhir yang menyerang dunia," tutur Budi. 

4. Ini cara cegah penyakit hepatitis akut misterius

Waspada! Penggunaan Jamban yang Rendah Bisa Jadi Pemicu Hepatitis Akutilustrasi sakit perut akibat hepatitis akut (pexels.com/Sora Shimazaki)

Maka, lanjut Budi, sambil menunggu kepastian penyelidikan ilmiah, tentu yang sudah harus dilakukan adalah gerakan pencegahan. Sebab, pada dasarnya ini adalah infeksi menular, maka seperti kejadian COVID-19, semua pihak harus terus mempelajari kasus ini dan berupaya mencegahnya dengan disiplin protokol kesehatan. 

Protokol kesehatan dan pencegahan yang bisa diterapkan meliputi:

  • Buang air hanya di jamban sehat
  • Popok bayi dikelola dengan benar yaitu di window septic tank atau dibakar
  • Mencuci tangan sebelum makan
  • Memastikan makanan dalam keadaan matang, bersih dan tidak terbuka untuk lalat
  • Alat makan dicuci dengan air bersih bukan air sungai atau air tercemar
  • Menghindari kontak dengan orang sakit. 

Budi menyampaikan, dinas Kesehatan di tiap daerah harus melakukan surveilans terhadap makanan terutama yang dijajakan di pinggir jalan dan memantau penggunaan jamban keluarga sehat. 

"Jamban sehat ini bukan jamban yang mahal tetapi mengikuti aturan Kementerian Kesehatan dan WHO dengan memenuhi lima syarat sehat septic tank. Yang paling penting adalah terpenuhinya syarat jamban sehat seperti mudah, murah, dan semua keluarga bisa membuatnya. Kami pun bukan hanya memberi informasi, tetapi sudah ribuan jamban dibuat di Semarang, Jateng dan banyak provinsi di Indonesia. Bahkan, bersama TNI AD telah membangun lebih dari satu juta jamban sehat keluarga," jelas penggerak gerakan WC4ALL Jamban bagi Semua Keluarga. 

5. Masih sekitar 20 juta keluarga belum punya WC sehat

Waspada! Penggunaan Jamban yang Rendah Bisa Jadi Pemicu Hepatitis AkutFoto hanya ilustrasi. (IDN Times/Besse Fadhilah)

Untuk diketahui, hingga tahun 2020 di Indonesia masih sekitar 20 juta keluarga yang belum mempunyai WC sehat. Kemenkes mencatat kematian berhubungan dengan diare dan tipes di Indonesia tiap tahun sekitar 162 ribuan kasus. Bahkan, Asian Development Bank (ADB) memperkirakan kerugian karena penyakit diare di Indonesia sebesar lebih dari Rp 57 triliun dari lost productivity dan biaya sakit. 

Dari kondisi itu pada tahun 2000, Presiden Joko "Jokowi" Widodo diminta menandatangani traktat (perjanjian internasional) Millennium Development Goals (MDGs) yang berisi bahwa sanitasi berpengaruh penting atas tujuh sasaran dari delapan sasaran MDGs yang harus dicapai. Melalui lobi internasional tahun 2007, presiden juga pernah mengingatkan agar sanitasi diupayakan dengan Gerakan Open Defecation Free (ODF) atau tidak ada orang yang berak sembarangan dan tempat terbuka. 

Kemudian, pemerintah juga memberikan perhatian dan menggerakkan Gerakan Jambanisasi ODF. Namun, faktanya pada tahun BPS mencatat ada 20 jutaan keluarga masih belum punya jamban keluarga.

"Ini tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Ke depan harapannya aturan buang air hanya di WC bisa menjadi Undang-undang dan perilaku semua rakyat persis seperti di banyak negara maju dan beradab," tandas Budi. 

Baca Juga: Kenali Penyebab Hepatitis Akut, Ciri-ciri dan Pencegahan Menurut Ahli 

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya