Banjir Rob Kian Tak Terkendali, Pesisir Pantai Meluas Digerus Lautan

Penurunan muka tanah meningkatkan risiko banjir rob

Semarang, IDN Times - Pesisir pantai utara Jawa tengah dalam perjalanan menuju tenggelam dicaplok oleh samudra. Rob ekstrem yang terjadi beberapa waktu terakhir dengan intensitas yang sering memperkuat sinyal, tanda-tanda bakal tenggelamnya daratan di kawasan pesisir pantai, paling parah yakni terjadi di wilayah Pantai Utara Jawa.

Selain akibat perubahan iklim dan pemanasan global, banjir rob juga dipengaruhi laju penurunan tanah di wilayah pantai ini meningkatkan risiko banjir rob di daerah pesisir yang landai.

Datangnya banjir rob makin tak bisa diprediksi

Banjir Rob Kian Tak Terkendali, Pesisir Pantai Meluas Digerus LautanFoto aerial suasana permukiman warga yang tergenang air rob di Desa Pasir Sari, Pekalongan, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Waktu masih pagi ketika Sumarsih duduk di beranda rumahnya. Sesekali ia menghela napas dalam-dalam sembari kedua matanya melihat beberapa tetangganya yang sibuk menguruk rumah. 

Awal Agustus 2022 yang cerah dianggap menjadi waktu yang tepat bagi warga RT 01/RW XVI, Kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Emas, Semarang Utara, Kota Semarang untuk mengebut kegiatan peninggian rumah.

"Kemarin aja saya habis menguruk bagian belakang rumah. Kira-kira habis tanah satu dam. Soalnya kampung sini lokasinya depan belakang langsung berbatasan sama laut. Kalau tidak sering diuruk ya pasti kena rob," ujar ibu dua anak ini ketika ditemui IDN Times di rumahnya, Sabtu (6/8/2022). 

Bagi Sumarsih, kondisi Kampung Tambakrejo kini benar-benar berubah total. Datangnya gelombang air pasang dari lautan setiap tahunnya semakin tak bisa diprediksi. 

Sumarsih mengingat sewaktu ia kecil dulu datangnya air pasang masih bisa diukur menggunakan perhitungan bulan. Misalnya musim hujan yang disertai limpasan air laut akan terjadi Oktober-Desember. Kemudian siklusnya akan berubah saat menginjak bulan Januari sampai April. 

"Cuacanya sekarang gak bisa ditebak. Banjir robnya juga makin besar. Lha wong dulunya itu setiap Agustus air lautnya surut. Tapi sekarang kalau sore semua rumah di Tambakrejo sering kebanjiran. Letak kampungnya menjadi berubah. Kondisi tanah di sini sudah terendam banjir. Kalau waktu saya kecil dulu jalan kampung bentuknya lurus, sekarang sudah menyerong 30 derajat," ujar wanita berusia 45 tahun tersebut. 

Akibat banjir yang terus-menerus menerjang kampungnya, rumahnya kini kian kerdil. Dari awalnya dibangun 15 tahun lalu setinggi empat meter, rumah yang ditempati Sumarsih tingginya tinggal 1,5 meter. 

Sumarsih tidak punya pilihan lain kecuali menguruk rumah agar tidak kebanjiran. Alhasil, saban tahun suaminya harus menyisihkan uang Rp2 juta sebagai modal untuk membeli tanah uruk. Bagian rumahnya yang kerap diuruk adalah dapur dan kamar tidur. 

"Setahun suami saya itu nyelengi (menabung) Rp2 juta biar bisa beli beli tanah uruk. Harga satu dam tanah uruk kan Rp550 ribu, biaya upah tukangnya Rp150 per hari. Ini lihat saja rumah saya tadinya 4 meter sekarang tingginya tinggal 1 meter. Soalnya 15 tahun tinggal di sini saya sudah menguruk tujuh kali," akunya.

Slamet Riyadi, Ketua RW XIII Tambakrejo, Semarang menyebutkan kampungnya yang terletak di ujung garis pantai Semarang memang kerap menjadi langganan rob. Limpasan air laut saban hari masuk ke kampungnya melalui sela-sela gorong-gorong maupun dari rembesan tanggul. 

Jika diukur dari luasannya, Slamet memperkirakan ada 110 kepala keluarga yang tinggal di 150 rumah yang kerap terendam banjir. Lingkungan RW XIII Kampung Tambakrejo pun menjadi terisolir karena banjir rob yang semakin meluas. 

Baca Juga: Nestapa Warga Pesisir Semarang: Rela Gadaikan Sertifikat Rumah Biar Tidak Kebanjiran

Beberapa desa telah hilang dicaplok samudra

Banjir Rob Kian Tak Terkendali, Pesisir Pantai Meluas Digerus LautanSejumlah warga berjalan melewati jalan di sekitar rumahnya yang tergenang banjir rob di Tirto, Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (24/5/2022). Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekalongan, adanya fenomena air laut pasang di pesisir pantai Utara Pekalongan berimbas sejumlah daerah di Kota Pekalongan mengalami banjir rob, dengan ketinggian rata-rata mencapai antara 5-70 centimeter. (Antara/Harviyan Perdana Putra)

Peristiwa banjir rob yang terjadi di wilayah pantura Jawa Barat (Jabar) juga tak kalah dahsyat, dan intensitasnya juga semakin sering. Wilayah Subang dan Bekasi merupakan daerah yang kerap mengalami banjir rob

Seperti pada 20 Mei 2022, banjir terjadi di Pantai Pondok Bali tepatnya di Desa Mayangan, Legonkulon, Kabupaten Subang. Ketika itu air masuk ke pemukiman warga.

Kemudian, ada juga peristiwa banjir rob di wilayah Karangsong, Indramayu, pada Senin (20/6/2022). Banjir itu turut merendam jalan dan puluhan rumah warga yang berada di pesisir pantai.

Dampak banjir rob di Pantura Jabar saat ini sudah dirasakan masyarakat secara nyata. Di Muara Gembong sudah ada beberapa desa yang hilang, begitu pula yang terjadi di daerah Mayangan di mana ratusan hektare tanah terendam. Dampak luar biasa, ada beberapa desa di Muara Gembong jadi laut. Bentar lagi ada beberapa sekolah jadi laut, saya lihat di Eretan ada makam jadi laut.

Beberapa faktor pemicu dari banjir di wilayah Pantura Jabar tidak hanya terjadi karena abrasi yang memakan daratan. Faktor penurunan tanah turut menjadi bagian dalam terjadinya banjir rob ini.

“Saya proyeksikan 10 tahun lagi akan makin bermasalah Pantura Jabar, 10 tahun lagi banjir rob akan seperti sekarang di Pekalongan, bahkan mengalahkan Jakarta. Itu akan kalah sama Jabar,” ucap Kepala Laboratorium Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Heri Andreas.

Heri memaparkan data dari penurunan air tanah di Pantura Jabar yang dimilikinya. Penurunan tanah di wilayah Pondok Bali, Subang ada di angka 1-10 centimeter per tahun.

Pesisir wilayah Kabupaten dan Kota Cirebon mencapai 1-3 centimeter per tahun. Pesisir wilayah Kabupaten Bekasi ada di 1-5 centimeter per tahun. Meski begitu, angka penurunan tanah di Jabar sendiri masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan wilayah pesisir lainnya di pulau jawa.

Di wilayah Jawa Timur banjir rob semakin sering terjadi di terutama wilayah Surabaya Raya, Surabaya, Gresik dan Sidoarjo.

Banjir rob terjadi di kawasan pesisir Jatim, pada Juni 2022 lalu dengan ketinggian bisa mencapai 130-160 cm dari rata-rata muka laut. Bahkan banjir ikut merendam jalan Kalimas Surabaya. Rob juga menggenangi sebanyak lima desa di empat kecamatan yang ada di Gresik.

Baca Juga: Banjir ROB Pantura Jabar Semakin Parah 10 Tahun ke Depan

Terjadi perubahan siklus datangnya limpasan air laut

Banjir Rob Kian Tak Terkendali, Pesisir Pantai Meluas Digerus LautanIlustrasi rob. ANTARA FOTO/Amirullah

Sejatinya tak hanya wilayah Pantai Utara Jawa yang dihantui oleh datangnya limpasan air laut. Beberapa daerah di Indonesia melaporkan terjadinya banjir rob tahunan yang semakin sering dengan skala yang juga meluas.

Annisa, warga Pulau Pasaran, sebuah pulau yang terletak di Kecamatan Telukbetung Barat, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung selalu menjadi langganan bencana banjir rob tiap kali air laut pasang dan naik ke permukaan daratan.

"Pasrah. Kalau warga sini sudah gak heran lagi sama banjir rob, hujan berjam-jam air laut otomatis naik. Ya kita tinggal siap-siap aja amanin barang, jaga-jaga air laut masuk rumah," keluh Annisa IDN Times, Jumat (5/8/2022).

Lokasi tempatnya tinggal memang tak berjauhan dan hanya berjarak kurang lebih sekitar 10-15 meter dari bibir pantai setempat. Dulu, fenomena banjir rob datang masih tergolong 1-2 periode dalam satu tahun, namun kini bencana tersebut bisa dikatakan datang di luar dugaan alias tidak terprediksi.

Misalnya pertengahan Mei 2022 kemarin, sepekan lebih pagi hingga malam dirinya bersama keluarga harus melewatkan kehidupan ditemani banjir rob. Alhasil, mobilitas kehidupan warga setempat harus terganggu. Terlebih pulau tersebut hanya dihubungkan dengan satu jembatan membentang di atas laut untuk mencapai daratan seberang menuju Kota Bandar Lampung.

"Kemarin itu air laut tinggi sampai satu meter, ya kisaran sepinggang orang dewasa di jembatannya. Kalau di rumah ya lumayan juga, setengah betis saya," imbuhnya.

Meski berhadapan dengan banjir rob, warga Pulau Pasaran kala itu kebanyakan tetap memilih melanjutkan aktivitas sehari-hari. Termasuk saat fajar tiba, warga berbondong-bondong memaksa menyeberangi jembatan setempat. Itu dilakukan mereka hendak ke pasar, bekerja, hingga sekolah.

Di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel) ancaman banjir rob sudah menjadi langganan masyarakat Banjarmasin setiap bulannya, di mana ketinggian air bisa setinggi lutut orang dewasa.

Warga yang tinggal di wilayah perkotaan yang paling terkena dampaknya. Bahkan kondisi banjir rob di kawasan ini terbilang lebih mengkhawatirkan, genangan air bisa berlangsung berhari-hari.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Banjarmasin Fahruraji menyatakan, letak geografis Banjarmasin memiliki kontur wilayahnya mayoritas berada di bawah permukaan air laut.

Hal ini yang membuat banjir rob di Banjarmasin hampir terjadi setiap bulan dengan angka ketinggian air pasang yang variatif.

Ia menyatakan, hampir seluruh wilayah Kota Banjarmasin terdampak banjir rob. Yang paling dikhawatirkan banjir rob bercampur dengan curah hujan tinggi. Itu biasanya menyebabkan tingkat ke banjir yang hingga menggenangi jalan raya seperti jalan protokol.

"Sampai kini belum ada teknologi yang mampu mengatasi banjir rob ini karena siklus pasang air laut ini terjadi akibat gravitasi bulan dan umumnya terjadi pada awal bulan timbul dan bulan purnama," katanya.

Banjir rob, fenomena alam di mana terjadi banjir di tepi pantai akibat permukaan yang lebih tinggi dari bibir pantai atau daratan di pesisir pantai juga dirasakan masyarakat.

Kabupaten Tabanan juga tak terhindar dari banjir rob. Tabanan memiliki garis pantai sepanjang 35 kilometer yang terbentang dari timur ke barat, mulai di Pantai Nyanyi, Kecamatan Kediri, sampai Pantai Selabih, Kecamatan Selemadeg Barat.

Wilayah pesisir di Kabupaten Klungkung selama ini tidak lepas dari ancaman banjir rob. Pesisir Lepang, di Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan dan pesisir Karangdadi di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Klungkung, menjadi wilayah yang sebelumnya kerap dilanda banjir rob.

Meskipun belum sampai ke pemukiman warga, tapi banjir rob yang pernah terjadi di dua wilayah itu menyebabkan kerugian bagi warga karena merendam berhektare lahan pertanian dan ladang penggaraman warga.

Makassar merupakan salah satu kota yang langganan banjir rob, khususnya di daerah pesisir. Pada akhir Desember 2021 lalu, banjir sempat menggenangi wilayah pesisir Kota Makassar bersamaan dengan hujan deras dan cuaca ekstrem.

Kejadian banjir rob dapat menjadi ancaman serius bagi kehidupan masyarakat, khususnya yang bermukim di wilayah pesisir.

Baca Juga: Persoalan Banjir Rob di Banjarmasin yang Melanda Setiap Bulan

Hilangnya lahan mangrove memperparah terjadinya rob

Banjir Rob Kian Tak Terkendali, Pesisir Pantai Meluas Digerus Lautanilustrasi penanaman mangrove (ANTARA FOTO/Akbar Tado)

Medan Belawan mengalami bencana banjir rob terburuknya sepanjang sejarah. Medio Mei 2022, banjir merendam enam kelurahan di Kecamatan yang ada di pesisir Timur Sumatra itu.

Sejumlah warga yang menjadi korban banjir rob juga menguatkan semakin parahnya rob. Ketinggian pasang muka air lebih dari satu meter. Bencana banjir rob ini membuat perekonomian masyarakat terganggu.

Berbagai analisis dari para peneliti ekologi menyebut jika bencana banjir rob diakobatkan oleh hilangnya lahan mangrove secara masif. Onrizal, pakar Kehutanan USU yang memberi perhatian serius pada mangrove juga membenarkannya.

Penelitian Onrizal di Medan Belawan menyebut, ekosistem bakau di kawasan Medan Belawan hanya tersisa 10 persen. Degradasi luas kawasan mangrove di sana sudah terjadi dalam 30 tahun terakhir.

"Kawasan mangrove banyak dikonversi. Baik menjadi tambak, permukiman, dan lainnya. Di sisi lain juga ada laju industrialisasi. Ada pengambilan air tanah, vegetasinya hilang, secara alami tanahnya turun atau mengalami subsidensi (Land Subsidence). Sehingga dengan posisi relatif air laut tidak naik saja, ketika pasang, sering terjadi rob. Karena tanahnya turun. Jadi dengan pasang yang memang sama, sekarang sudah tenggelam. Bentengnya mangrove, sudah hilang,” kata Onrizal.

Catatan WALHI Sumut, dalam 20 tahun terakhir, kawasan hutan bakau di Pantai Timur Sumatra Utara mengalami degradasi secara signifikan.

Citra satelit pada 1999 menunjukkan, tutupan hutan di Pantai Timur masih menyentuh angka 60.064 hektare. Namun pada 2018 luasannya berkurang menjadi 47.499 hektare meliputi kawasan Hutan Lindung dan Hutan Konservasi (KH SUMUT, SK 8088 Tahun 2018). Artinya terdapat penurunan luas kawasan yang mencapai 12.565 ha.

Dari data itu, perkebunan sawit menjadi penyebab kerusakan paling utama sebesar 40 persen. Kemudian tambak 35 persen, pertanian 25 persen dan lainnya 5 persen. Pantai Timur Sumatra bagian Utara menjadi penyumbang angka yang cukup signifikan untuk kerusakan hutan bakau.

Onrizal, dalam penelitiannya menyebut, luas mangrove di kawasan pesisir Timur Sumatra Utara sampai sebagian Aceh sudah kehilangan 60 persen kawasan. Sementara, jika melihat data global, hutan mangrove hilang sebesar 30 persen dalam tiga dekade terakhir.

Kehilangan 100 hektare mangrove, sambungnya, berakibat pada hilangnya lebih kurang 1,2 ton udang. Karena udang memang bergantung pada ekosistem mangrove yang sehat. Maka tidak heran jika harga udang bisa melambung karena jumlahnya memang semakin sedikit populasinya karena perambahan ekosistem.

Kerusakan mangrove juga berakibat pada intrusi air laut. Kondisi air tanah di seputar kawasan pesisir akan menjadi asin. Karena mangrove sebagai penyaringnya sudah hilang. Belum lagi soal abrasi di kawasan pesisir. Kondisi daratan akan semakin berkurang dengan berkurangnya mangrove.

“Saya sampaikan kemudian kalau kita kehilangan mangrove itu yang terjadi adalah pembunuhan secara perlahan terhadap masyarakat pesisir. Kenapa? Karena kehidupan masyarakat nelayan sangat tergantung kepada hutan mangrove. Ikan, udang dan kepiting sangat tergantung dari hutan mangrove. Saya sering sampaikan hilangnya mangrove sesungguhnya adalah perbuatan silent killer. Orang kota bisa makan seafood karena ada mangrove,” tegasnya.

Penurunan muka tanah jadi biang kerok banjir rob

Banjir Rob Kian Tak Terkendali, Pesisir Pantai Meluas Digerus LautanIDN Times/Dhana Kencana

Peneliti ahli utama di Pusat Riset dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin mengatakan, penurunan muka tanah di wilayah pantai merupakan salah satu penyebab meningkatkan risiko banjir rob di daerah pesisir yang landai.

Selain dipengaruhi karena kenaikan muka air laut efek pemanasan global, semakin mengkhawatirkannya banjir rob yang terjadi di wilayah pesisir pantai Indonesia juga dipengaruhi efek siklus nodal bulan yang menyebabkan pasang air laut, dan penurunan muka tanah.

"Penurunan muka tanah ini berpotensi meningkatkan banjir rob," kata Thomas dalam Webinar Lesson Learned: Banjir Rob di Musim Kemarau yang diadakan oleh Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN seperti dilansir dari Antara.

Pantai Utara Jawa merupakan wilayah dengan faktor penurunan muka tanah yang paling signifikan.

Thomas menuturkan kajian yang telah dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), yang sekarang sudah terintegrasi ke BRIN, dengan menggunakan data-data satelit radar apertur sintetis (synthetic-aperture radar), menunjukkan penurunan muka tanah dari pantai-pantai di wilayah Pantai Utara Jawa cukup tinggi.

Untuk Semarang dan sekitarnya, laju rata-rata penurunan permukaan tanah selama periode 2015-2020 adalah 0,9-6 cm per tahun.

Pada perhitungan yang dilakukan Lapan, penurunan muka tanah tertinggi terjadi di Kota Pekalongan dengan kisaran 2,1-11 cm per tahun.

Laju rata-rata penurunan muka tanah di DKI Jakarta berkisar 0,1-8 cm per tahun, Kota Bandung berkisar 0,1-4,3 cm per tahun, Kota Cirebon berkisar 0,28-4 cm per tahun, dan Kota Surabaya berkisar antara 0,3-4,3 cm per tahun.

Thomas menekankan bahwa penurunan muka tanah tersebut perlu diwaspadai karena bisa meningkatkan risiko banjir rob.

"Perlu dilakukan mitigasi jangka panjang untuk mengantisipasi pemanasan global dan penurunan muka tanah wilayah pantai yang berpotensi makin sering banjir rob dan makin tinggi genangannya," katanya.

Pakar Tata Ruang dan Perkotaan Fakultas Teknik Universitas Sultan Agung Semarang (Unissula), Dr Mila Karmila mengatakan, penurunan muka tanah di kawasan pesisir Semarang sampai Demak disebabkan oleh berbagai faktor.

"Penyebab utamanya industrialisasi, tapi ada sebab-sebab lain seperti pembebanan bangunan di atas, pengambilan air bawah tanah, dan tanah muda yang belum stabil," ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Jumat (5/8/2022).

Penurunan muka tanah tersebut sudah terjadi sejak tahun 1980-an. Tingginya penurunan sangat bervariasi, bisa 8–10 sentimeter per tahun.

"Misalnya di Kampung Tambaklorok itu penurunan tanahnya sekitar 10 cm per tahun. Kemudian, di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang penurunan tanahnya mencapai 1,2 meter di bawah permukaan laut. Itu terjadi sejak ada pembangunan di sana sekitar tahun 1980an. Kemudian, juga ada pembangunan Perumahan Marina tahun 1990-an bikin kawasan pesisir makin ambles," tutur Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Unissula itu.

Mila menambahkan, industrialisasi makin memperparah penurunan muka tanah. Pertumbuhan industri di pesisir ini untuk mendekati jalur transportasi yang juga berada di kawasan tersebut.   

Sementara, hasil penelitian para akademisi dan kelompok masyarakat sipil tentang akses terhadap air dan risiko terkait air yang tergabung dalam Konsorsium Ground Up menemukan bahwa warga Semarang sangat tergantung pada air tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Direktur Amrta Institute for Water Literacy, Nila Ardhianie mengatakan, temuan pertama yang relevan dengan banjir yang baru saja terjadi adalah ketergantungan warga Semarang dengan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. 

"Sebanyak 79,7 persen dari 319 responden mengakui hal tersebut. Dari 79,9 persen itu, sebanyak 48,6 persen menggunakan air tanah dalam (ATDm) dan 31,1 persen menggunakan air tanah dangkal (ATDl)," ungkapnya.

Dampak dari pengambilan air tanah yang berlebihan itu menyebabkan amblesan tanah. Air tanah yang diambil secara terus-menerus menyebabkan perubahan struktur di bawah tanah hingga terjadi ambles. 

"Setelah air banyak disedot kemudian air hujan masuk ke dalam tanah terjadi ketidakseimbangan dalam pembentukan air tanah lagi. Amblesan tanah ini berkontribusi cukup besar terhadap banjir, karena ketika hujan deras saluran tidak bisa menampung," tutur Nila yang juga mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang itu. 

Dosen Teknik Geofisika Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Ira Mutiara Anjasmara menjelaskan, penurunan muka tanah juga terjadi di wilayah Surabaya, penelitian tentang Land Subsidence atau penurunan muka tanah yang dilakukan ITS sejak tahun 2007, hasilnya terdapat penurunan muka tanah terutama di wilayah Surabaya Utara.

"Dari hasil teknologi inSAR kita menggunakan time series inSAR, kita masih melalukan pengolahan data. Kita telah dapatkan, terjadi penurunan tanah, terutama di wilayah utara dan timur. Penurunan tanah di Surabaya Utara cukup signifikan walaupun tidak terlalu besar, maksimal hanya sekitar 4 cm," ujar Ira saat menggelar Webinar tentang Banjir Rob dan Penurunan Muka Tanah, Sabtu (18/6/2022).

Ira pun menjelaskan, penurunan muka tanah disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah penggunaan air tanah yang berlebihan. Faktor kedua adalah beban konstruksi.

"Faktor berikutnya karena tanah aluvium, Surabaya didominasi oleh endapan aluvium, dan faktor terakhir adalah adanya aktivitas tektonik," jelas Ira.

Baca Juga: Nestapa Warga Pulau di Bandar Lampung, Banjir Rob Langganan Tiap Tahun

Jangan salah hipotesis untuk melakukan mitigasi

Banjir Rob Kian Tak Terkendali, Pesisir Pantai Meluas Digerus LautanIlustrasi banjir (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Kepala Laboratorium Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Heri Andreas menyebutkan, masalah yang terjadi di wilayah pesisir sangat kompleks. Menurutnya, banyak masyarakat dan pemangku kepentingan yang belum menyadari akan penanganan mitigasi dari dampak bencana rob itu sendiri.

Belum lagi, saat ini pemerintah menurutnya masih belum mengerti secara benar faktor yang membuat terjadinya bencana banjir rob, di mana hal itu akan menjadi kesalahan dalam penanganannya.

Sejumlah penangan yang saat ini bisa dilakukan untuk mengurangi terjadinya penurunan tanah, mitigasi abrasi dan potensi banjir rob yaitu dengan meluncurkan kebijakan pengelolan air tanah yang tegas agar meminimalisir eksploitasi air.

Selain itu, adanya kebijakan yang mengatur eksploitasi minyak dan gas. Di sisi lain, pemerintah daerah harus tepat sasaran dan tidak hanya seremonial dalam memberikan solusi.

“Kemudian ada salah hipotesis, apa yang terjadi itu inundasi, tapi dihipotesiskan abrasi. Misal di Jabar kita adakan program untuk kurangi abrasi Muara Gembong kita tanam mangrove. Wanadri kerja sama dengan KLHK, kemudian dengan Pemda Jabar di Mayangan. Hipotesis aja sudah salah, sehingga nanti obat itu tidak mujarab,” katanya.

Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Meiki W. Paendong mengatakan, pengelolaan mitigasi banjir rob harus segera dilakukan. Sebab, hal itu dapat membuat kerusakan ekosistem yang ada di wilayah pesisir pantai, baik itu ekosistem manusia itu sendiri dan ekosistem mahluk hidup lainnya.

Dampak banjir rob juga akan membuat masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai merasa tidak tenang karena memiliki ketakutan bahwa tempat tinggalnya akan terendam dan hanyut terbawa air.

Kendalikan pengambilan air tanah hingga bangun tol tanggul laut

Banjir Rob Kian Tak Terkendali, Pesisir Pantai Meluas Digerus LautanIlustrasi pembangunan jalan tol Semarang-Demak. (Dok. Pemprov Jateng)

Sementara itu, salah satu upaya untuk menahan laju penurunan tanah akibat pengambilan air tanah, belum lama ini Pemerintah Kota Semarang membentuk tim gabungan untuk mengendalikan pengambilan air tanah di wilayah Kota Semarang, terlebih di daerah pesisir. 

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, tim gabungan itu akan diisi personel dari Satpol PP dan kepolisian. Melalui tim gabungan tersebut nantinya pihak-pihak yang saat ini masih menggunakan air tanah akan didorong untuk beralih menggunakan suplai air dari PDAM Tirta Moedal.

"Upaya ini kami lakukan sebagai respons terhadap berbagai masukan pemerhati lingkungan yang menyebut pemakaian air tanah sebagai salah satu faktor yang mempercepat penurunan muka tanah," katanya dalam keterangan resmi. 

Wali Kota yang akrab disapa Hendi itu menghendaki, suplai air bersih tercukupi dengan baik secara legal. Karena selama ini industri di daerah pesisir tidak memakai PDAM tapi mengambil air tanah secara langsung.

Selain itu, Hendi juga memaparkan upaya penanganan rob di pesisir Kota Semarang lainnya, melalui upaya pembangunan jalan tol yang akan berfungsi sebagai tanggul laut.

"Tol ini diharapkan bisa berfungsi sebagai tanggul laut, sebenarnya sudah 2 tahun lalu namun terkendala dengan undang-undang agraria, tanahnya juga terendam air maka hak atas tanah tersebut hilang," katanya.

Namun, lanjut dia, sepertinya kemarin sudah ada solusi, sehingga bisa segera dikerjakan tinggal mempelajari teknisnya. Jadi mudah-mudahan setahun dua tahun selesai. Ini merupakan salah satu upaya untuk penanganan rob di Kota Semarang.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan pembangunan Tol Semarang-Demak ini tak hanya soal membangun jalan. Desainnya juga untuk mengendalikan banjir dan mengelola air.

"Sehingga saya terima kasih pada masyarakat sekitar yang sudah mendukung. Tapi yang belum kita akan bantu untuk menyelesaikan karena ini memang untuk masa depan masyarakat yang lebih banyak," tegas Ganjar.

Di sisi lain, katanya, wilayah yang kini mulai terbangun konstruksi dasar tol tersebut mengalami penurunan muka tanah yang sangat tinggi. Sehingga sebenarnya tidak ideal untuk tempat tinggal dengan tingkat kepadatan tinggi.

“Jadi (sebenarnya) tidak layak (ditinggali), nah mudah-mudahan ini bisa menyelesaikan (persoalan),” ujarnya.

Jalan Tol Semarang-Demak dilakukan dengan skema Kerja Sama Badan Usaha dengan Pemerintah (KPBU). Jalan tol ini terbagi menjadi dua seksi, seksi I (Semarang-Sayung) sepanjang 10,69 km dan seksi II (Sayung-Demak) sepanjang 16,31 km.

Tim penulis: Anggun Puspitoningrum (Jateng), Ashrawi Muin (Sulsel), Azzis Zulkhairil (Jbar), Daru Waskita (Jogja), Fariz Fardianto (Jateng), Khusnul Hasana (Jatim), Ni Ketut Wira Sanjiwani (Bali), Prayugo Utomo (Sumut), Sri Gunawan Wibisono (Kaltim), Tama Wiguna (Lampung), Wayan Antara (Bali).

 

*Artikel ini telah diperbarui pada Kamis, 15 Desember 2022 dari penerbitan semula pada Senin, 8 Agustus 2022.

Baca Juga: Pengambilan Air Tanah dan Industrialisasi Biang Kerok Semarang Ambles

Topik:

  • Bandot Arywono
  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya