Kisah Pengusaha Informal di Demak dalam Menjaga Ketahanan Pangan Warga

Belum ada solusi nyata, padahal keberadaannya penting

Demak, IDN Times - Pandemik virus corona (COVID-19) berdampak pada semua sektor. Khususnya mereka yang bergerak pada bidang usaha makanan informal dan kecil di Demak, Jawa Tengah.

Imbasnya cukup dirasakan mereka. Tuntutan ekonomi keluarga memaksa mereka untuk terus berdagang makanan meski saat pandemik, karena menjadi pendapatan utama harian mereka.

1. Memberanikan diri untuk berjualan saat pandemi virus corona

Kisah Pengusaha Informal di Demak dalam Menjaga Ketahanan Pangan Wargainstagram.com/infokulinercirebon

Hartanto (34) merasa omsetnya turun drastis lantaran sepi pembeli saat pandemik COVID-19. Ia memberanikan diri untuk tetap berkeliling menjajakan siomay yang sudah digeluti 10 tahun lebih, dengan tetap waspada serta menerapkan protokol kesehatan virus corona. Seperti mengenakan masker dan menjaga jarak dengan pembeli.

Pendapatan kotor pria asal Purbalingga itu saat ini naik turun.

"Rata-rata Rp50 ribu per hari," akunya kepada IDN Times.

Ia mengaku berapa pun pendapatan yang didapat tak menjadi masalah, setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga.

2. Menjadi tantangan pelaku usaha informal agar perekonomian keluarga tetap berjalan

Kisah Pengusaha Informal di Demak dalam Menjaga Ketahanan Pangan WargaPinterest.com/drive

Senada, Maesaroh (40) merasa berat jika tak berdagang keliling ketika pandemik virus corona melanda. Omset dari penjualan bubur sum-sum diakui menurun dan bahkan tak seberapa jumlahnya.

Tapi hal itu cukup guna menutup keperluan makan harian keluarga. Kini rata-rata pendapatan kotornya sekitar Rp60 ribu per hari.

Baca Juga: Cara Unik Warung di Semarang Pilah Sampah Plastik Bungkus Mie Instan

3. Protokol kesehatan COVID-19 menjadi hal mutlak bagi mereka

Kisah Pengusaha Informal di Demak dalam Menjaga Ketahanan Pangan WargaIDN Times/Dhana Kencana

Begitu halnya Sumiatun (50) yang tetap berjualan sayur keliling setiap hari meskipun ia terdampak pandemik COVID-19 secara penjualan. Saat marak work from home (WFH) pemasukannya lumayan.

"Semakin kesini, pembeliannya cenderung turun melandai," paparnya saat ditemui IDN Times.

Ibu single parent 4 anak itu tak putus asa untuk berkeliling menjajakan sayur-mayur dan beragam kebutuhan bumbu dapur dengan menjaga kualitas barang, termasuk menerapkan protokol kesehatan yang cukup ketat. Maklum, ia begitu rentan lantaran keluar masuk pasar tradisional hampir setiap hari.

4. Digitalisasi masih menjadi kendala nyata karena keterbatasan mereka

Kisah Pengusaha Informal di Demak dalam Menjaga Ketahanan Pangan WargaIlustrasi UMKM. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Pemerintah daerah dan provinsi, juga pusat belum nyata membantu sekaligus meringankan beban para pelaku usaha informal tersebut meski beragam akselerasi terus dikeluarkan. Seperti program digitalisasi UMKM, e-commerce, maupun penyediaan local marketplace, yang diklaim sebagai langkah mengentaskan usaha mereka yang terdampak virus corona.

Hartanto, Maesaroh, dan Sumiatun dan para pelaku usaha informal lainnya tak cukup akrab dengan istilah-istilah tersebut. Apabila mengetahuinya, juga tak bisa mengakses karena keterbatasan infrastruktur. Yakni ketersediaan alat komunikasi atau gawai, jaringan internet, biaya kuota data, serta dukungan pengetahuan atau edukasi soal teknologi informasi bagi mereka.

Selama ini modal yang mereka gunakan hanya berputar untuk harian, guna kebutuhan penjualan dan keluarga. Para pelaku usaha informal memerlukan bantuan modal yang riil supaya usaha mereka tetap bisa eksis. Termasuk jika harus bertransformasi digital.

Tak cuma itu, untuk melangkah ke arah program-program pemerinrah itu, juga diperlukan effort tambahan, seperti tenaga dan waktu. Pasalnya, mereka juga harus mempersiapkan produknya agar eye-catching layak serta laku dijual di jagat dunia digital. Mulai dari packaging atau kemasan, label, hingga perizinan-perizinan produk.

Diakui atau tidak, selama ini pangsa pasar mereka langsung kepada konsumen secara door to door. Mafhum, mereka berjalan berkeliling, menjajajakan siomay, bubur sum-sum, dan aneka sayur-sayuran dari kampung satu ke kampung lainnya, sebagai kepanjang tanganan warung atau restoran; dan pasar tradisional.

5. Keberadaan mereka sebagai rantai utama menjaga ketahanan pangan masyarakat

Kisah Pengusaha Informal di Demak dalam Menjaga Ketahanan Pangan WargaTwitter.com/FAOIndonesia

Apa yang dialami mereka, telah diprediksi oleh badan pangan PBB, FAO yang menyatakan bahwa penjual atau pelaku usaha sektor informal cenderung memiliki modal yang kecil. Kondisi tersebut cenderung memutar modal yang ada untuk digunakan kembali berjualan. Padahal mereka memegang kunci pemenuhan kebutungan pangan masyarakat.

Semoga segera ada bantuan, baik dari pemerintah setempat maupun lembaga manapun untuk menguatkan mereka agar bisa bertahan di masa pandemik virus corona (COVID-19).

Memperingati HUT ke-75 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, IDN Times meluncurkan kampanye #MenjagaIndonesia. Kampanye ini didasarkan atas pengalamanan unik dan bersejarah bahwa sebagai bangsa, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dalam situasi pandemik COVID-19, di mana kita bersama-sama harus membentengi diri dari serangan virus berbahaya. Di saat yang sama, banyak hal yang perlu kita jaga sebagai warga bangsa, agar tujuan proklamasi kemerdekaan RI, bisa dicapai.

Baca Juga: [FOTO] Dukuh Mondoliko yang Terisolasi Akibat Perubahan Iklim di Demak

https://www.youtube.com/embed/szsxkHb8EUo

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya