Telur, Senjata Tempur Ampuh Lawan Stunting di Indonesia

Telur menjadi sumber protein hewani yang murah meriah

Semarang, IDN Times - Setiap orangtua selalu ingin memastikan buah hatinya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal itulah yang juga diupayakan oleh Yunita Bella, ibunda Afif Purna Ramadhan. 

Setiap bulan, ia tak pernah absen membawa Afif ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pandanaran di Kota Semarang untuk penimbangan berat badan dan tinggi badan.

Secara kasat mata, perawakan Afif seperti bocah pada umumnya. Namun, jika dilihat saksama, tubuhnya tampak lebih kecil dari anak seumurannya. Dan benar, pihak Puskesmas menyatakan bahwa anak laki-laki berusia 2,3 tahun itu mengalami gangguan tumbuh kembang atau stunting sejak menginjak usia satu tahun.

Yunita sempat heran jika anak pertamanya stunting karena selama pengasuhan terlihat sehat. Ia mengaku jika anaknya susah makan dan sudah sudah tidak minum Air Susu Ibu (ASI).

"Awalnya saya tidak tahu (kalau stunting). Kok bisa, ya? Setelah rutin ditimbang dan diperiksa, ternyata tumbuh kembangnya di bawah normal. Sekarang, berat badan 2 kilogram dan tinggi badan 44 sentimeter. Saya sering kasih sayuran, cuma dia sukanya sup. Memang (Afif) susah makannya dan sudah tidak (minum) ASI," katanya kepada IDN Times saat bertemu di rumahnya di kawasan Randusari, Kota Semarang, Senin (29/8/2022).

Telur, Senjata Tempur Ampuh Lawan Stunting di IndonesiaPetugas Puskesmas (kanan) mengukur lingkar kepala balita warga saat penimbangan di Semarang, Jawa Tengah. Pemantauan lingkar kepala menjadi indikator tumbuh kembang seorang balita, apakah mengalami stunting atau tidak (IDN TImes/Dhana Kencana)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam laman resminya menyebutkan, jika stunting mengakibatkan anak rentan sakit. Meningkatnya risiko kesakitan secara tidak langsung menyebabkan gangguan fisik dan fungsional anak.

Atas kondisi tersebut, Afif yang lahir pada Sabtu (16/5/2020), mendapatkan penanganan ekstra untuk meningkatkan tumbuh kembangnya. Petugas Puskesmas bersama Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) setempat setiap hari rutin memantau kecukupan gizi dan memberikan makanan tambahan gizi seimbang untuk Afif.

Menu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tersebut mengandung gizi dan nutrisi yang melimpah. Sebab, salah satu pemicu anak menjadi stunting adalah kurangnya asupan gizi, baik dari sisi kualitas atau kuantitas, pada 1.000 hari pertama atau sejak janin hingga berumur dua tahun.

"Mungkin karena anak saya lahir prematur, jadi asupan gizinya kurang. Jadinya, setiap hari dikasih makanan tambahan (PMT). Menunya ada susu, buah, kacang-kacangan, sayur, dan telur yang sering (diberikan)," ujar Yunita.

Baca Juga: Si Bening Dashat Jurus Penting Tangani Anak Stunting di Semarang 

Telur sumber protein hewani

Telur, Senjata Tempur Ampuh Lawan Stunting di IndonesiaPetugas Posyandu (kiri) menemani anak mengonsumsi makanan tambahan di Bandung, Jawa Barat. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) diberikan anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang karena kekurangan gizi dan nutrisi (IDN Times/Dhana Kencana)

Telur ayam menjadi menu wajib PMT karena salah satu sumber terbaik protein hewani yang mengandung banyak asam amino.

Dalam workshop daring bertemakan “Menganalisis Tren Stunting dan Persoalan Sistemik Gizi Buruk” yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Kamis (4/8/2022), Ketua Umum Ikatan dokter Anak Indonesia (IDAI), dokter Piprim Basarah Yanuarso menguraikan dari beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa anak menjadi stunting dikarenakan kekurangan asam amino akibat rendahnya asupan protein hewani. Salah satunya dari telur ayam.

Menurutnya, protein hewani berperan penting untuk mencegah terjadinya stunting karena asam amino tidak bisa didapatkan dari protein nabati sebagaimana yang terkandung di dalam sayuran dan kacang-kacangan.

Asam amino tersebut berfungsi untuk mengaktifkan gen mTORC1 sebagai sakelar pertumbuhan anak. Jika mTORC1 aktif, tubuh membentuk sintesis lemak, sintesis protein, dan autofagi (cara tubuh untuk membersihkan sel-sel yang rusak untuk regenerasi dan menjaga fungsi tubuh tetap berjalan dengan baik). Sebaliknya, jika asam amino dalam tubuh anak kurang (defisiensi), mTORC1 tidak bekerja sebagaimana mestinya.

"Penelitian di Dumai, Riau, menunjukkan bahwa anak-anak yang stunting asupan protein hewaninya rendah walaupun total kalori yang dimakan sama seperti anak yang tidak stunting, sekitar 1500 kalori per hari. Tapi, konsumsi protein hewani anak stunting hanya 46 gram per hari sedangkan yang tidak stunting mencapai 52 gram per hari. Asupan protein hewani mereka (anak stunting) kurang walaupun total kalorinya cukup atau sama," ujar dokter spesialis anak konsultan di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta Pusat itu.

Telur, Senjata Tempur Ampuh Lawan Stunting di IndonesiaPeternak memantau kesehatan ayam di sebuah peternakan tradisional di Boyolali, Jawa Tengah. Pemantauan kesehatan ayam bertujuan untuk meningkatkan kualitas telur dan daging untuk mendukung kecukupan gizi (IDN Times/Dhana Kencana)

Sayangnya, konsumsi telur ayam di kalangan masyarakat masih rendah karena banyaknya misinformasi yang beredar. Dokter Piprim mencontohkan, seperti pemahaman apabila mengonsumsi telur dapat mengakibatkan kolesterol naik dan bisulan pada anak. 

"Telur selalu difitnah. Kalau kebanyakan bisa kolesterol dan bisulan. Tidak ada hubungannya, justru malah sebaliknya. Bukti ilmiah sudah ada bahwa asam amino murah meriah dan mudah didapat dari telur, bukan sayuran, tahu, dan tempe. Telur justru menyehatkan. Kuncinya untuk tata laksana stunting adalah protein hewani," ucap dokter Piprim.

Masih minimnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan protein ikut menyumbang rendahnya konsumsi telur ayam. Hal itu terlihat dari telur, yang belum menjadi prioritas sebagai konsumsi bulanan dalam keluarga. 

Selain itu, tingkat ekonomi dan kemiskinan menjadi indikator ketidakmampuan masyarakat sehingga berdampak terhadap kemampuan daya beli karena kesulitan membeli telur untuk anak-anak.

Menekan kasus stunting

Telur, Senjata Tempur Ampuh Lawan Stunting di IndonesiaIlustrasi Bantuan Sosial (Bansos). (IDN Times/Aditya Pratama)

Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi salah satu upaya pemerintah menekan kasus stunting anak di Indonesia. Sasaran program dari Kementerian Sosial (Kemensos) tersebut adalah keluarga miskin dan rentan dengan kriteria komponen kesehatan ibu hamil atau menyusui dan anak berusia 0--6 tahun, yang terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk Program Perlindungan Sosial.

Para penerima PKH atau disebut sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM), menerima bantuan sosial mencapai Rp3 juta per tahun, yang diberikan sebanyak empat kali per tiga bulan. Masing-masing sebesar Rp750 ribu.

Besaran bantuan tersebut naik sejak tahun 2020, dari yang sebelumnya hanya Rp2,4 juta per tahun.

Presiden Joko "Jokowi" Widodo menyatakan, kenaikan besaran bantuan PKH dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan kecukupan gizi yang diperlukan saat kehamilan khususnya masa 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak tidak menjadi stunting. Dengan begitu, ia berharap target penurunan stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024 dapat terwujud.

“Yang paling penting dalam posisi kondisi ibu hamil, anak yang berada di kandungan jangan lupa gizinya. Kalau punya anak balita juga jangan sampai lupa gizinya, itu yang penting. Kalau anaknya sehat, sekolahnya pasti juga pintar. Kalau anaknya gak sehat, gizinya kurang, kena stunting,” katanya saat penyerahan dana PKH kepada 2.500 KPM se-Bandung Raya di Kota Cimahi sebagaimana dilansir laman resmi Sekretariat Kabinet, Rabu (29/1/2020).

Telur, Senjata Tempur Ampuh Lawan Stunting di IndonesiaPetugas Puskesmas (kiri) mengukur tekanan darah ibu hamil di Semarang, Jawa Tengah. Pengukuran tersebut bertujuan untuk melihat kondisi kandungan dan tumbuh kembang janin di dalam kandungan sebagai langkah pencegahan stunting (IDN Times/Dhana Kencana)

Sebagai penerima KPM di Kabupaten Kendal, Siti bersyukur atas pemberian bantuan PKH dari pemerintah. Ia bisa dengan leluasa memenuhi kebutuhan gizi untuk anaknya yang berusia 6 bulan di dalam kandungan. Yaitu dengan memanfaatkan uang PKH untuk menambah asupan gizi dengan membeli telur ayam omega.

Salah satunya adalah telur ayam omega (fresh healthy omega egg) produk So Good yang berisi 10 butir, sebagai lauk sehari-hari.

"Saya masuk (sebagai penerima) PKH, juga dapat BPNT untuk tunjangan gizi untuk anak. Setiap bulan dapat beras, telur, ikan, sayur, dan buah. Kadang beli sendiri telur ayam yang omega, nitip saudara atau gak (beli) lewat online," aku wanita berumur 27 tahun itu.

Perbedaan telur biasa dan omega terletak pada perawatan terhadap ayam petelurnya. Telur omega dihasilkan oleh ayam petelur yang diberi makanan khusus dengan kadar gizi dan kandungan omega-3.

Dokter Meva Nareza sebagaimana dilansir laman resmi Alodokter menyarankan kepada ibu hamil untuk mengonsumsi beragam jenis makanan bernutrisi untuk mendukung tumbuh kembang janin.

Salah satu yang perlu dipenuhi adalah Docosahexaenoic Acid (DHA), yang merupakan asam lemak omega-3. DHA dapat tercukupi dengan memakan telur omega karena dapat membantu perkembangan saraf tubuh, otak, dan mata janin selama di kandungan.

Meva menyebutkan, ibu hamil yang mengonsumsi cukup omega berpeluang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan sistem kekebalan tubuh yang baik.

Asupan omega ikut meningkatkan suasana hati ibu hamil yang umumnya sering naik turun, mencegah persalinan prematur, mencegah depresi pascapersalinan, dan melancarkan proses persalinan. 

"Sebenarnya kuning telur memang sudah mengandung omega. Tetapi, jumlahnya tidak begitu tinggi sehingga belum bisa dikategorikan sebagai makanan sumber omega-3. Jadi, ibu hamil sebaiknya memilih telur berlabel omega, ya," katanya.

Baca Juga: Kasus Stunting Semarang Utara Naik, Efek Balita Dititipkan Pengasuh

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya