Kisah Bunker di Semarang, Dibangun Juragan Rokok Masa Penjajahan Jepang

Bunkernya mengelilingi rumah juragan rokok

Semarang, IDN Times - Sebuah rumah yang berada di pinggir Jalan MT Haryono di kawasan Mataram, Semarang terlihat mencolok, berbeda dengan yang lainnya. Pelataran halamannya luas. Ditambah lagi ornamen bangunannya bergaya interior zaman masa kolonial. 

Rumah tersebut milik seorang konglomerat peranakan Tionghoa. Saking luasnya halaman rumah, beberapa sudut dimanfaatkan untuk bengkel mobil. Maka jangan heran ketika hari beranjak siang, banyak mobil berseliweran keluar masuk. 

IDN Times yang menyambangi rumah tersebut melihat sekeliling bangunannya masih kokoh. Pilar-pilarnya yang berdiameter besar juga berdiri tegak. Sebuah salib terpasang di atas daun pintu. 

Awalnya pabrik rokok kretek

Kisah Bunker di Semarang, Dibangun Juragan Rokok Masa Penjajahan JepangSeorang warga menengok kondisi sisa pabrik rokok kretek di rumah Marga Liem kawasan Mataram Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Saat ditemui di depan rumah, Teguh Kristiawan mengaku bertugas merawat rumah tersebut. Pemiliknya seorang juragan rokok kretek yang tersohor pada masa kolonial Jepang. 

"Pemiliknya orang Tionghoa, punya Marga Liem tapi lebih dikenal dengan nama Pak Yoseph. Di rumah ini dulunya dipakai buat pabrik rokok, bangunannya sampai ke pinggir jalan. Lalu bagian dalam rumah sebagian berfungsi jadi kediaman pribadinya," kata Teguh kepada IDN Times, Senin (27/6/2022). 

Baca Juga: Kisah Tentoonstelling, Pameran Terbesar di Belahan Bumi Selatan Musnah Akibat PD I

Rokok kretek IJ zaman dulu kerap diekspor ke luar negeri

Kisah Bunker di Semarang, Dibangun Juragan Rokok Masa Penjajahan JepangRumah milik juragan rokok kretek di kawasan Mataram Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Teguh yang bertugas menjaga rumah sang juragan rokok kurang paham dengan detail sejarah bangunannya. Namun saat datang pertama kali tahun 1999 silam, ia masih merasakan sisa kejayaan pabrik rokok kretek milik Liem. 

Pabrik rokok itu sangat populer. Mereknya Inspektur Djenderal atau disingkat IJ. Dari penuturan sang pemilik, Teguh mendapat cerita jika rokok kretek IJ kerap diekspor ke luar negeri. 

"Kalau luas lahannya di sini 7.000 meter persegi. Dan separuhnya dijadikan bangunan rumah. Rumah ini sudah berusia ratusan tahun, walaupun sudah berusia sangat tua tapi tidak pernah dipugar. Ornamennya tetap asli, interior jendela, jubinnya termasuk kaca patrinya masih orisinal. Juga masih bisa dilihat sisa pabrik rokok yang ada di belakang rumah. Di zaman (pendudukan) Jepang, rumah ini juga dijadikan pabrik rokok. Mereknya Inspektur Djenderal atau disingkat IJ," ujar pria asli Nganjuk tersebut. 

Pabrik rokok IJ kemudian mulai terpuruk ketika memasuki dekade 60'an. Sejak saat itu pabrik rokok IJ tutup total. Liem sang juragan rokok selanjutnya melimpahkan aset rumah dan tanah kepada kelima anaknya.

Semua anak Liem kini hidup berpencar. Menurut Teguh ada tiga anak Liem yang tetap menggeluti bisnis. Sedangkan dua lainnya bekerja di birokrasi. 

"Di belakang rumah alat-alat pembuatan rokoknya sudah gak berbentuk semua. Sudah rusak karena pemiliknya gak pernah merawat lagi. Sejak itulah pemilik rumah mewariskan seluruh bangunan rumah dan lahannya kepada lima anaknya. Sekarang yang mengelola generasi ketiga atau cucunya," terangnya. 

Ada bunker untuk persembunyian warga Mataram

Kisah Bunker di Semarang, Dibangun Juragan Rokok Masa Penjajahan JepangSalah satu pintu bunker yang sudah terendam air dan lumpur. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Teguh mengatakan rumah milik Liem meski sarat nilai sejarah yang tinggi, akan tetapi tidak termasuk bangunan cagar budaya (BCB). Para ahli waris tetap berusaha menjaga kelestarian bangunannya ala kadarnya. Kamarnya tetap ada empat buah.

Yang paling ikonik adalah keberadaan bunker yang juga berusia lebih 100 tahun. Sampai saat ini bentuknya masih bisa dilihat. Letaknya berada di depan pintu rumah. 

Karena halaman rumah telah diuruk kurang lebih 1 meter, bunker tersebut hanya menyisakan sedikit atap dan dua pintu. Pada bagian bunker juga tersisa satu cerobong yang berguna sebagai ventilasi udara. 

"Dari sejarahnya, bunkernya dipakai untuk sembunyi warga sekitar saat melawan tentara kolonial Jepang. Bentuk bunkernya memanjang. Dari bawah pohon sampai mengitari bangunan rumah ini. Saking panjangnya sampai bisa tembus ke rumah sebelah yang dekat dengan Bundaran Bubagan," terangnya. 

Bunker sudah tidak bisa difungsikan

Kisah Bunker di Semarang, Dibangun Juragan Rokok Masa Penjajahan JepangSebagian besar bunker sudah tidak berfungsi. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Menurutnya bunkernya saat ini benar-benar tak bisa lagi digunakan. Lorong bunkernya lembab karena dipenuhi air dan kotoran tanah lainnya. 

Pernah sekali tempo ia mencoba mengukur kedalaman bunker tapi usahanya sia-sia.

"Air di dalam bunker pernah saya sedot pakai mesin pompa. Cuman gak pernah habis. Jadi memang sangat dalam dan gak bisa dimasukkan lagi," terangnya. 

Konon bunker di rumah juragan rokok bisa tembus ke Bundaran Bubagan

Kisah Bunker di Semarang, Dibangun Juragan Rokok Masa Penjajahan JepangLorong bunker konon bisa tembus ke rumah-rumah warga Mataram dan Bundaran Bubagan. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Warga di kawasan Mataram pun sudah akrab dengan bangunan rumah milik Liem yang dilengkapi dengan bunker. Nursalim, seorang warga setempat memperkirakan bunker di rumah Liem panjangnya bisa langsung menembus ke kawasan Bundaran Bubagan.

"Kita dapat infonya kalau ada bunker di rumah itu yang sangat panjang. Konon katanya kemungkinan bisa menembus ke Bubagan. Saya pernah lihat sendiri. Kondisinya sudah kotor, tertutup air dan lumpur," ujar Salim. 

Banyak pemilik bangunan tua emoh urus status BCB karena njimet

Kisah Bunker di Semarang, Dibangun Juragan Rokok Masa Penjajahan JepangSeorang pria saat berjalan di bawah kaca patri di rumah juragan rokok. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Sedangkan Tjahjono Raharjo, seorang pakar cagar budaya di Semarang mengatakan selain rumah di Mataram, masih banyak lagi bangunan tua lainnya yang tidak ditetapkan sebagai cagar budaya.

Ia menyampaikan kebanyakan pemilik bangunan tua malas mengurus status bangunannya karena aturannya njlimet alias ribet. 

"Karena banyak banget aturannya yang bikin ribet, pemilik bangunan tua di Semarang gak mau mengurusnya. Kalau di Semarang sendiri sebenarnya sudah ada diskon PBB 50 persen bagi bangunan yang ditetapkan cagar budaya. Hanya saja, aturannya tidak dipahami menyeluruh oleh pejabat di tingkat kelurahan dan kecamatan. Inilah yang akhirnya memusingkan si pemilik bangunan cagar budaya," terangnya. 

Baca Juga: Menguak Rumah Albertus Soegijapranata di Gereja Gedangan Semarang

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya