Kisah Soetinah, Mantan Gerilyawan PMI yang Kini Tergolek Lemah di Tempat Tidur

Soetinah kini berusia 93 tahun

Semarang, IDN Times - Sebagai seorang relawan Palang Merah Indonesia (PMI), tugas yang diemban Soetinah selama masa pergolakan kemerdekaan Indonesia tergolong berat. Perempuan kelahiran 6 Juni 1929 tersebut masih mengingat bagaimana sulitnya hidup ketika dirinya menginjak usia belasan tahun.

Sekitar tahun 1946, Soetinah yang baru berusia 17 tahun harus mengikuti serangkaian latihan bersama relawan PMI lainnya untuk membantu perjuangan para gerilyawan yang melawan pendudukan tentara kolonial Belanda. 

Walaupun Ir Sukarno dan Muhammad Hatta telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, akan tetapi di tahun 1946 sisa-sisa tentara kolonial Belanda masih berusaha menunjukkan perlawanannya dengan merebut basis wilayah Indonesia terutama di Jawa Tengah

Soetinah digembleng jadi gerilyawan di bawah pimpinan Dr Roberto Hadi

Kisah Soetinah, Mantan Gerilyawan PMI yang Kini Tergolek Lemah di Tempat TidurSoetinah saat memakai baju legiun veteran. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Soetinah kemudian digembleng menjadi seorang relawan PMI yang tangguh di bawah pimpinan Dr Roberto Hadi. Dalam sebulan fisik dan mentalnya ditempa untuk mendapatkan latihan khusus di RS Purwodadi. 

"Setelah itu saya ikut berjuang dengan teman-teman PMI lainnya gerilya masuk ke hutan-hutan. Waktu itu saya masih muda sekali tapi diberi tugas yang berat," ujar perempuan yang kini telah berusia 93 tahun saat ditemui IDN Times di rumahnya, Jalan Kanguru III, Nomor 2 B, RT 02/RW 04, Kecamatan Gayamsari, Semarang, Selasa (9/8/2022).

Soetinah kerap gerilya ke hutan untuk obati pejuang republik yang tertembak

Kisah Soetinah, Mantan Gerilyawan PMI yang Kini Tergolek Lemah di Tempat TidurIlustrasi. ANTARA FOTO/Siswowidodo

Hasil gemblengan PMI akhirnya membentuknya menjadi seorang relawan yang gigih berjuang melawan pendudukan kolonial Belanda. 

Sudah banyak pejuang republik yang ia beri perawatan medis. Soetinah mengingat ada sekitar tiga sampai lima pejuang yang saham hari ia beri perawatan karena sering mengalami luka tembak. 

"Seringnya saya bergerak pas malam. Dalam sehari itu saya bisa merawat tiga sampai lima orang. Ya dengan situasi pergolakan dengan banyak perang melawan tentara Belanda, saya sering bersembunyi ke hutan. Tempatnya juga berpindah-pindah. Habis diberi latihan di Purwodadi, saya ikut gerilya ke Gubug Grobogan, lalu ke Demak, Kudus, Lasem sampai Juwana," tuturnya. 

Biasanya Soetinah memberikan pertolongan seperti membersihkan luka tembak yang mengenai perut, tangan, kaki maupun lengan. Setelahnya ia kerap menyelinap ke hutan untuk membawa para pejuang yang terluka menuju lokasi paramedis terdekat. 

"Kalau ada tentara pejuang Indonesia yang tertembak saya kebagian tugas membersihkan lukanya. Kemudian mereka saya ke dokter terdekat untuk mendapat perawatan lagi," akunya. 

Soetinah juga bertugas jadi mata-mata

Kisah Soetinah, Mantan Gerilyawan PMI yang Kini Tergolek Lemah di Tempat TidurPasukan Garuda Mataram merayap disemak-semak melawan gerilya Belanda di sekitar Yogyakarta. (Dok. ANRI/Indonesian Press Photo Service)

Perjuangan Soetinah juga masih berlanjut ketika memasuki medio tahun 1948. Kali ini ia direkrut menjadi relawan kesehatan di CPM Detasemen III di Purwodadi. Ia masuk dalam satuan kompi Brigade SS dibawah komando Letnan I Suparto sebagai Staf Brigade VI Divisi II. 

Bahkan di bawah pimpinan Kolonel S Soediarto ia mendapat mandat menjadi seorang telik sandi untuk mengintai wilayah yang dikuasai tentara kolonial Belanda.

"Sebagai seorang perawat PMI, saya juga dipercaya jadi mata-mata yang tugasnya mencari segala informasi mengenai kelemahan musuh. Jadi saya ditarik masuk ke Brigade SS sebagai intel atau mata-mata. Itu kisaran tahun 1948," kata nenek satu cucu tersebut. 

Diberi dua penghargaan oleh Presiden Soeharto

Kisah Soetinah, Mantan Gerilyawan PMI yang Kini Tergolek Lemah di Tempat TidurSebuah penghargaan bintang veteran yang diterima Soetinah. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Atas dedikasinya yang aktif bergerilya melawan pendudukan kolonial Belanda itulah, Soetinah diberi penghargaan Satya Lencana Karya Satya Tingkat III dan Bintang Legiun Veteran oleh Presiden Kedua Indonesia, Soeharto. 

Pasca-masa pergolakan, Soetinah menjadi segilintir mantan pejuang yang bisa bekerja di birokrasi.

"Karena saya dapat penghargaan Bintang Legiun Veteran, maka saya bisa kerja di bagian sekretariat kantor Gubernur Jateng. Dan ternyata hanya ada lima perempuan veteran pejuang yang bisa kerja ke situ. Kemudian saya diberi hadiah rumah oleh Pak Harto," terangnya. 

Soetinah kini tergolek lemah

Kisah Soetinah, Mantan Gerilyawan PMI yang Kini Tergolek Lemah di Tempat TidurSoetinah tergolek lemah di tempat tidurnya saban hari. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Di Semarang, saat ini hanya ada Soetinah dan dua pejuang veteran yang masih eksis. Di masa tuanya, Soetinah menghabiskan rutinitasnya di tempat tidur. Saban hari ia ditemani seorang wanita kenalannya yang setia merawatnya. 

Ningsih, seorang yang setia menemaninya di rumah mengaku Soetinah sampai sekarang rutin mendapat tunjangan uang veteran sebesar Rp750 ribu.

"Anaknya Bu Soetinah kerjanya di Dinsos. Kalau cucunya masih sekola TK. Sehari-hari memang saya yang merawat beliau," katanya. 

Soetinah tercatat sebagai perawat PMI yang ikut berjuang melawan pendudukan Belanda

Kisah Soetinah, Mantan Gerilyawan PMI yang Kini Tergolek Lemah di Tempat Tidurilustrasi PMI (dok. PMI Lombok Barat)

Sedangkan, Serma (Purn) M Yasir, Koordinator Divisi Administrasi Veteran,  LVRI Semarang mencatat Soetinah sebagai pejuang kemerdekaan 45 atau PKRI yang masih hidup di Semarang. 

"Bu Soetinah sekarang banyak istirahat di tempat tidur. Dia sudah sepuh tapi daya ingatnya masih kuat. Bicaranya juga masih lancar. Dia salah satu perawat PMI yang ikut berjuang masa pergolakan kemerdekaan Indonesia," katanya saat dikonfirmasi IDN Times.

Baca Juga: Mantan Pejuang Dwikora Jadi Murid Kesayangan Maestro Pelukis Dullah

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya