Para Jemaah Masjid di Jateng Diimbau Jangan Terkecoh Politik Identitas

Politik identitas dan politik uang selalu bersentuhan erat

Semarang, IDN Times - Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jawa Tengah menegaskan telah melarang partai politik (parpol) agar tidak berkampanye di lingkungan masjid. Pasalnya, kontestasi Pemilu 2024 yang makin dekat berpotensi meresahkan umat Muslim terutama dengan penggunaan politik identitas.

1. Kampanye di masjid bingungkan umat

Para Jemaah Masjid di Jateng Diimbau Jangan Terkecoh Politik IdentitasPara jemaah tampak khidmat beribadah di Masjid Raya Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Aceh, namun sayangnya tidak ada tampak social distancing atau jaga jarak antara jemaah (IDN Times/Saifullah)

Sekretaris DMI Jateng, KH Multazam Ahmad mengatakan, penggunaan politik identitas tahun ini mulai terlihat di Bandung dan wilayah Sumatera. 

"Sekarang kan sudah banyak di Bandung dan Sumatera dilakukan tokoh yang potensial maju di Pilpres dengan mendekati masjid. Dan itu tidak pas. Maka DMI sejak awal menekankan jangan sampai masjid dijadikan ajang politik. Kita harus menjaga marwah masjid dan jangan sampai membingungkan umat," kata Multazam kepada IDN Times, Senin (20/2/2023). 

Baca Juga: Status Gak Jelas, DMI Data Ulang Tanah Wakaf di Jateng Bersama Ormas

2. Jemaah masjid jangan terpengaruh politik identitas

Para Jemaah Masjid di Jateng Diimbau Jangan Terkecoh Politik Identitaspixabay.com/Mohamed Hassan

Ia mengatakan, masjid sebagai tempat berkumpulnya banyak orang untuk beribadah jangan sekali-kali dimanfaatkan oleh elite partai untuk mendorong penggunaan politik identitas. Selain dari pandangan politik yang dianggap tidak nyaman, politik identitas juga cenderung meresahkan umat Muslim. 

Lebih lanjut, menurutnya para jemaah masjid jangan terpengaruh dengan kampanye terselubung oleh segilintir elite partai. 

"Ya jangan sampai kita didorong masuk ke ranah politik identitas. Soalnya sebenarnya dalam kacamata politik, kampanye di masjid menimbulkan ketidaknyamanan. Karena itulah, area masjid sampai jadi ajang kampanye. Karena akan meresahkan umat. Para jemaah masjid jangan mudah terpengaruh," terangnya. 

3. DMI minta jemaah masjid waspadai penggalangan massa

Para Jemaah Masjid di Jateng Diimbau Jangan Terkecoh Politik IdentitasPexels/vjapratama

Tercatat saat ini, terdapat 8.500 masjid yang tersebar di 35 kabupaten/kota. Untuk jumlah masjid Jami ada ribuan titik, masjid raya atau masjid agung ada 30 lebih dan sisanya merupakan musala di perkampungan. 

Menurutnya di tengah situasi politik yang meningkat, sebaiknya umat Muslim mengikuti irama yang ada. Artinya, kata Multazam, setiap jemaah masjid tidak perlu khawatir ketika mengikuti kegiatan majelis taklim maupun acara yang adiadaka ormas Islam. Asalkan tidak ada yang menggerakan untuk mendukung salah satu capres yang maju di Pilpres 2024.

"Tentunya kita perlu mengikuti irama yang ada. Semua jemaah tidak usah memilah antar golongan atau lembaga. Kntinya ikut sukseskan Pemilu 2024. Yang mesti diwaspadai adalah kalau ada oknum yang mengkoordinir untuk menggerakan ke arah tertentu. Karena sangat tidak etis kalau ada yang menggerakan," cetusnya.

4. Identitas sering dipakai untuk ujaran kebencian

Para Jemaah Masjid di Jateng Diimbau Jangan Terkecoh Politik Identitasunsplash.com

Terpisah, pakar politik dari FISIP Undip, Wijayanto menyampaikan, identitas sebenarnya menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah bangsa. Namun yang jadi masalah di Indonesia ketika sebuah identitas digunakan untuk menyerang pihak lain bahkan dipakai sebagai alat ujaran kebencian. 

"Karena identitas itu melekat di setiap orang. Termasuk etnis dan latar belakang seseorang. Yang jadi masalah di Indonesia setiap tahunnya digunakan untuk membentuk polarisasi dukungan partai dan untuk ujaran kebencian," ungkap Dosen Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan tersebut kepada IDN Times via telepon. 

Doktor lulusan Universitas Leiden Belanda itu menyoroti sistem kepartaian yang dijalankan di Indonesia selalu pragmatis. Hal ini berbeda jauh dengan partai yang ada di Inggris dan Amerika Serikat yang kerap menonjolkan berbagai program pro kesejahteraan rakyat maupun program kegiatan lainnya. 

Dirinya pun mendorong kepada elite parpol untuk menunjukkan kualitas pemikiranya dengan mengkampanyekan program kerja yang nyata. 

"Semestinya petinggi partai di Indonesia menunjukan programnya. Cuman sayangnya yang terjadi selama ini partai-partai di Indonesia memilih prakmatis. Beda dengan di Inggris dan Amerika yang setiap kampanye punya program pro subsidi atau pro rakyat. Maka inilah yang jadi jadi PR setiap hajatan Pemilu di Indonesia," terangnya. 

5. Politik uang dan politik identitas sering dipakai menggalang dukungan

Para Jemaah Masjid di Jateng Diimbau Jangan Terkecoh Politik IdentitasIlustrasi politik uang/IDN Times/Prayugo Utomo

Dengan sikap pragmatis yang terjadi sekarang, Wijayanto menyebut bahwa setiap Pemilu yang muncul selalu politik uang dan politik identitas. Kedua hal itu sangat berkaitan untuk menggalang dukungan basis massa. 

"Dalam sejarah negeri kita, politik identitas sering dipakai untuk menggalang dukungan. Itu perlu dihindari. Ketum partai mestinya tahu batasannya. Jangan sampai pemilunya sudah berakhir tapi masih ada polarisasi politik. Apalagi di Indonesia ada dua hal yang dipakai untuk menggalang dukungan. Satu politik uang dan politik identitas," bebernya. 

Untuk itu, Wijayanto berharap supaya kontestasi Pemilu 2024 bisa memunculkan lebih dari dua pasangan capres. Jika banyak capres yang maju di bursa Pilpres kemungkinan besar masyarakat memiliki banyak pilihan ketimbang hanya dua capres yang malah menyebabkan biaya makin mahal dan polarisasi politik yang meningkat. 

"makin banyak pilihannya makin baik. Kita akan lebih banyak pilihan dan menyimak banyak gagasan capres. Kalau calonnya cuma dua maka meningkatkan polarisasi politik dengan beban biaya yang mahal," pungkasnya.

Baca Juga: Amien Rais: Partai Ummat Memang Mendukung Politik Identitas 

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya