Gempa 2006: Dua Tahun Mengembalikan Jogja Seperti Sediakala

Sejumlah upaya dilakukan pemerintah pusat dan daerah

Bantul, IDN Times - Usai bencana gempa yang mengguncang Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006, pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah melakukan sejumlah upaya agar penanggulangan bencana, termasuk gempa bumi, bisa dilakukan dengan baik.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul Dwi Daryanto mengatakan usaha yang dilakukan di atas meliputi pembentukan lembaga khusus yang mengurusi bencana, membentuk Desa Tangguh Bencana, dan sebagainya.

1. Proses rekonstruksi berjalan selama dua tahun

Gempa 2006: Dua Tahun Mengembalikan Jogja Seperti Sediakalaciptakarya.pu.go.id

Saat gempa bumi 2006 terjadi, Kabupaten Bantul menjadi wilayah pusat gempa sehingga banyak bangunan yang rusak dan warga yang menjadi korban. Dwi Daryanto mengatakan Sri Sultan HB X dan Bupati Bantul Idham Samawi kala itu sepakat bahwa proses rekonstruksi mesti selesai dalam waktu dua tahun agar masyarakat bisa kembali beraktivitas.

“Proses pemulihan baik masa tanggap darurat dan rekonstruksi hampir sebagian besar dana didukung oleh APBN. Sisanya ditanggung provinsi dan bantuan negara donor. Waktu itu, DPR dan pemerintah mendukung untuk perubahan anggaran semua difokuskan untuk proses pemulihan warga yang terdampak,” katanya.

2. Dibentuknya BPBD pusat dan daerah

Gempa 2006: Dua Tahun Mengembalikan Jogja Seperti SediakalaIlustrasi (IDN Times/Imam Rosidin)

Proses rekonstruksi di atas, menurut Dwi, berhasil diselesaikan sesuai rencana. Di tingkat pusat, ia mengatakan pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dari sana muncul Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 yang memerintahkan pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

“Lalu ada peraturan Kepala BNPB No. 3 Tahun 2008 dan Permendagri No. 46 Tahun 2008 terkait pembentukan BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten. Setelah itu, pemerintah Bantul bikin dua perda tahun 2010 tentang penanggulangan bencana dan kelembagaan. Tahun 2011, BPBD Bantul pun diresmikan,” ucapnya.   

Baca Juga: Gempa 2006: 57 detik yang Mencekam di Yogyakarta

3. Memanfaatkan kejadian gempa untuk menggugah kesadaran

Gempa 2006: Dua Tahun Mengembalikan Jogja Seperti Sediakalaciptakarya.pu.go.id

Sejak BPBD Bantul dibentuk delapan tahun lalu hingga saat ini, Dwi mengemban tugas sebagai Kepala Pelaksana. Ia menjelaskan bahwa bencana gempa bumi menjadi peristiwa yang dimanfaatkan BPBD Bantul untuk menyadarkan masyarakat.

“Sebelum BPBD Bantul ada, saya bersama teman-teman LSM dari dalam dan luar negeri membantu warga untuk meningkatkan kapasitas mereka. Begitu terbentuk BPBD, momen terkait bencana 2006 itu kami maksimalkan. Kami sampaikan ke masyarakat agar tergugah kalau mereka tinggal di daerah rawan bencana,” katanya.

4. Membentuk Destana dan Sekolah Siaga Bencana

Gempa 2006: Dua Tahun Mengembalikan Jogja Seperti SediakalaIDN Times/Daruwaskita

Dwi mengatakan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat perlu diasah untuk mengurangi risiko ketika bencana gempa bumi terjadi. Oleh karena itu, pihaknya memprioritaskan untuk membuat Desa Tangguh Bencana (Destana) di sepanjang pantai selatan.

Hingga saat ini, ada 31 Destana dari 75 desa yang ada di Bantul. Di tahun 2024, Dwi Daryanto berharap semua desa yang ada di wilayah selatan Yogyakarta tersebut menjadi Destana.

“Desa Tangguh Bencana itu persyaratannya adalah desa itu harus memiliki rencana kegiatan, forum, dan peta rawan bencana sehingga masyarakat sudah paham siapa berbuat. Yang namanya panik itu kan spontan tapi kalau sudah sering dilatih, diberikan informasi tentang bagaimana upaya menyelamatkan mudah-mudahan panik itu tereduksi,” ujarnya.

Selain itu, program Sekolah Siaga Bencana juga dibentuk BPBD Bantul. Selain bangunan yang diupayakan tahan gempa, anak-anak pun diberi pemahaman soal bencana untuk meminimalisir risiko.

5. Sistem peringatan dini di laut selatan

Gempa 2006: Dua Tahun Mengembalikan Jogja Seperti SediakalaIDN Times/Daruwaskita

Di samping gempa bumi, Dwi mengatakan bahwa Bantul juga rawan akan gempa bumi besar yang menyebabkan tsunami.

Makanya, pihaknya bersama komunitas pesisir dari Ciamis, Cilacap, Kebumen, Bantul dan Pacitan melakukan pelatihan untuk antisipasi tsunami sejak tahun 2007 hingga sekarang. Selain itu, BPBD Bantul juga telah memiliki sistem peringatan dini di sembilan titik di sepanjang pantai yang terhubung dengan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) dan sirene di 29 masjid.  

“Jadi kami membuat semua desa di pesisir jadi Desa Tangguh Bencana, membikin pelatihan secara rutin, kalau ada perubahan jalur evakuasi harus segera menyampaikan sehingga kami bisa review, dan membangun sistem peringatan dini yang tiap tanggal 26 diuji coba,” jelasnya.

Baca Juga: Gempa 2006: 13 Tahun Berlalu, Warga Sulit Hilangkan Trauma

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya