TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kenapa Indonesia Terlambat Kembangkan Start Up? Ini Alasannya 

Kekurangan developer expert

pixabay.com/startupstockphotos

Solo, IDN Times – Lulusan pendidikan vokasi maupun sarjana teknologi informatika (IT) di Indonesia dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerja di bidang teknologi informatikan (TI).

CEO start up developer lokal, Decoding, Narendra Wicaksono menilai jika Indonesia saat ini masih kekurangan developer expert

Baca Juga: 7 Hal yang Bikin Fresh Graduate Ingin Bekerja di Dunia Start Up

1. Keterlambatan pengembangan start up

IDN Times/Larasati Rey

Narendra Wicaksono mengatakan jika Indonesia masih kekurangan developer expert atau pengembang dalam bidang teknologi informatika. Akibatnya, Indonesia banyak mengalami keterlambatan dalam pengembangan start up.

"Kita butuh lebih banyak developer expert di seluruh Indonesia yang bisa bantu transfer knowledge (pengetahuan) dalam bidang teknologi. Supaya bisa menghasilkan orang-orang yang lebih baik," ujarnya dalam acara Bekraf Developer Day (BDD) rangkaian Bekraf Festival 2019 di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (5/10).

Pria yang akrab disapa Naren tersebut menyebut berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan sekitar empat tahun lalu, jumlah developer expert yang ada di Indonesia baru sekitar 7 persen. Angka tersebut jauh di bawah angka ideal yang dibutuhkan oleh Indonesia.

"Menurut saya angka yang ideal itu 30 persen. Satu expert itu minimal lima developer. Tapi susah untuk menncapai ideal itu. Karena programmer itu bukan hal yang mudah," ungkapnya.

2. Kurangnya pengajar yang mumpuni

IDN Times/Larasati Rey

Menurut Naren, kekurangan developer expert tersebut dipengaruhi karena kurangnya pengajar yang mumpuni di bidang teknologi. Selain itu, kurikulum yang diterapkan di sekolah dan universitas merupakan kurikulum lama yang belum diperbaharui, sementara teknologi berkembang dengan sangat cepat.

"Kalau mengacu ke standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) yang diupdate itu setiap tiga sampai lima tahun sekali, padahal kalau kita pakai ponsel android dua minggu sekali itu diupdate programnya. Dari sisi developernya juga ada pembaharuan ungkapnya,” ungkapnya.

Menurutnya, pembaharuan kurikulum dilakukan setiap tiga sampai lima tahun sekali, akan mengakibatkan perkembangan teknologi di Indonesia akan sangat tertinggal.

Baca Juga: 6 Skill Wajib Dikuasai Jika Kamu Bergelut di Start Up Digital

Berita Terkini Lainnya