TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Fakta Sejarah Perbedaan Nama Solo, Sala, dan Surakarta, Jangan Keliru!

Berawal dan peristiwa Geger Pecinan tahun 1740

Keraton Kasultanan Surakarta di Kota Solo. (IDN Times/Larasati Rey)

Masyarakat pada umumnya masih sering bingung membedakan nama atau sebutan Solo, Sala, dan Surakarta. Kerancuan itu rupanya juga dialami masyarakat asli kota Bengawan, lho. Lalu, manakah nama yang benar?

Menurut Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Warto mengatakan sebutan nama tersebut memiliki cerita sejarah yang melahirkan sebutan nama Solo, Sala, dan Surakarta. Ini dia kisah lengkapnya.

Baca Juga: 5 Spot Wisata Asyik di Solo Lokasinya Tak Jauh dari Keraton Surakarta

1. Asal mula disebut Solo

Google

Menurut Prof. Warto penyebutan nama Solo dulunya yang benar adalah Sala. Namun karna pelafalan dan penulisan orang Jawa yang bisa menyebut kata 'a' menjadi 'o' menjadikan nama Sala disebut menjadi Solo.

"Pada awalnya nama yang benar adalah Sala. Namun dalam hal penulisan dan pelafalannya pun, masyarakat ada yang suka menggunakan nama Solo dan ada juga yang Sala," ujarnya Selasa (23/2/21).

Prof. Warto menerangkan sejarah dibalik nama Solo dan Sala. Alasannya, karena kota yang berada di tepi Sungai Bengawan Solo itu dulunya merupakan sebuah desa perdikan yang bernama Desa Sala.

Seiring kedatangan orang-orang Belanda, penyebutan nama Sala yang semula menggunakan huruf 'a' berubah menjadi 'o' sehingga pelafalannya berubah menjadi Solo.

“Dengan huruf 'a'. Ingat huruf Jawa ‘o’ dan ‘a’ punya perbedaan yang sangat penting. Kalau Sala ditulis dengan huruf Jawa nglegena atau telanjang. Kalau di-taling-tarung jadi ‘o’ makanya So-lo gitu. Dan, alasannya Sala jadi Solo karena orang Belanda susah ngomong Sala,” jelasnya.

2. Berasal dari Desa Sala

IDN Times/Larasati Rey

Prof. Warto yang juga Guru Besar Bidang Ilmu Sejarah UNS itu menjelaskan Desa Sala yang awalnya merupakan desa perdikan berubah menjadi pusat kerajaan dengan berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Pemilihan Desa Sala sebagai lokasi baru keraton didasarkan pada pertimbangan Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, dan J.A.B. van Hohendorff usai Keraton Kartasura hancur akibat peristiwa Geger Pecinan, sekitar tahun 1740.

Desa Sala sendiri dulu dipimpin oleh seorang kiai bernama Ki Gede Sala atau biasa disebut juga Kiai Sala.

“Itu nama yang punya sejarah panjang. Jadi, Kota Solo yang sekarang kita kenal itu kan awalnya dari sebuah perpindahan kerajaan dari Kartosuro ke Surakarta (red: Desa Sala) tahun 1745,” terang Prof. Warto.

Baca Juga: Ide 15 Nama Bayi Laki-Laki Jawa Keraton, Punya Karisma dan Bermakna

Berita Terkini Lainnya