TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Griya Welas Asih Semarang, Rangkul Perempuan Hamil di Luar Nikah

Menyembuhkan psikis dan raga korban dengan kasih

Pendamping Griya Welas Asih, Rosalia Amaya didampingi penasehat, Jacky Chionander sedang memberikan nasehat kepada korban hamil di luar nikah di Jalan Seteran Tengah No 52 Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Semarang, IDN Times - Setiap manusia mempunyai drama kehidupan yang berbeda-beda, tak terkecuali bagi perempuan yang mengalami kisah hamil di luar nikah. Sudah jatuh tertimpa tangga, tidak hanya menjadi korban mereka juga harus menerima sanksi sosial dari masyarakat.

Saat fisik dan psikis mereka menderita, Griya Welas Asih dengan tangan terbuka merangkul para remaja dan perempuan muda yang mengalami kecelakaan hamil di luar nikah. Rumah singgah di Jalan Seteran Tengah No 52 Semarang ini menampung dan menyembuhkan mereka yang menderita serta papa dengan kasih tak berkesudahan.

1. Rosalia Amaya dampingi korban hamil di luar nikah

Pendamping Griya Welas Asih, Rosalia Amaya sedang memberikan nasehat kepada korban hamil di luar nikah di Jalan Seteran Tengah No 52 Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Siang itu Rosalia Amaya mengetuk pintu kamar Riris, remaja berusia 15 tahun yang sedang istirahat di tengah hari. Perempuan yang akrab disapa Mama Rosa itu mengingatkan Riris untuk makan siang.

‘’Ris, jangan lupa makan siang. Setelah itu vitaminnya juga jangan lupa diminum biar calon bayimu sehat. Jaga kandunganmu ya,’’ tutur perempuan berusia 55 tahun itu sambil merangkul bahu gadis disampingnya.

Riris adalah salah satu penghuni Griya Welas Asih. Ia adalah anak panti asuhan yang menjadi korban pergaulan bebas. Pada usianya yang masih belia ia harus menanggung banyak penderitaan. Sudah yatim piatu, putus sekolah, kini ia juga sedang hamil lima bulan. Beruntung Riris menemukan rumah singgah untuk bernaung hingga ia nanti melahirkan.

Tidak jauh berbeda dengan Riris, Nanda remaja perempuan berusia 14 tahun juga harus menelan pil pahit. Ia diperkosa ayah tirinya saat sekolah online di rumah hingga hamil di usia yang sangat belia. Akhirnya, untuk menjaga psikis Nanda yang baru duduk di bangku SMP dan menghindari sanksi sosial, ibunya menitipkan ke Griya Welas Asih.

Baca Juga: Survei BEM: Pelaku Kekerasan Seksual di Undip Semarang Mayoritas Mahasiswa

2. Griya Welas Asih menerima korban dengan kriteria dan syarat tertentu

Pendamping Griya Welas Asih, Rosalia Amaya sedang memberikan penjelasan tentang para korban hamil di luar nikah di Jalan Seteran Tengah No 52 Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Cahya juga mengalami kisah yang sama. Perempuan muda berusia 20 tahunan itu harus rela meninggalkan pekerjaannya dan memilih tinggal di Griya Welas Asih karena hamil di luar nikah. Padahal, ia adalah tulang punggung keluarga. Sungguh malang nasibnya.

‘’Cahya ini datang ke kami dan menceritakan kisahnya hingga hamil di luar. Ia seorang pekerja dan menjadi tulang punggung keluarga. Ia pun juga meminta akan tinggal jika usia kandungannya enam bulan, agar ia bisa bekerja dulu untuk keluarganya. Soalnya kalau sudah di sini sudah tidak bisa bekerja sampai melahirkan,’’ ungkap Rosa.

Griya Welas Asih mau menerimanya karena kondisinya benar-benar susah. Apalagi, melihat latar belakang Cahya yang juga tumpuan keluarga.

Tidak hanya Riris, Nanda, dan Cahya yang memiliki masalah sama dan tinggal di Griya Welas Asih. Sejak berdiri tahun 2018 sudah ada 28 perempuan muda berusia 14–25 tahun yang hamil di luar nikah yang pernah singgah di sana. Semua dengan latar belakang dan kisah yang berbeda.

Rosa yang memiliki peran sebagai pendamping para perempuan yang hamil di luar nikah itu menuturkan, mereka bisa menemukan tempat ini dari media sosial baik Facebook maupun Instagram Griya Welas Asih. Jika sesuai syarat dan kriteria para perempuan malang tersebut bisa tinggal dengan gratis hingga melahirkan dan masa nifas selesai.

3. Tidak hanya berikan tempat tinggal tapi juga pendampingan

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Griya Welas Asih di Jalan Seteran No 52 Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

‘’Mereka mengakses kami dari situ. Mereka curhat soal masalahnya dan kami mendengarkan. Memang tidak semua perempuan hamil di luar nikah bisa tinggal di sini. Kami punya syarat seperti kenapa dia sampai hamil, kerja apa sampai hamil di luar nikah dan lainnya. Sebab, kami hanya menolong yang benar-benar kecelakaan dan ketidaktahuan mereka seperti siswa atau mahasiswa pacaran lalu hamil. Lalu orang tuanya bingung akhirnya kami tampung. Kemudian, ada yang dihamili majikan, teman tapi mesra, hingga diperkosa ayah tiri,’’ jelasnya.

Tidak sekadar memberikan tempat tinggal, banyak tugas bagi pendamping rumah singgah yang berada di bawah naungan Yayasan Bakti Agape itu. Mereka harus mendamaikan korban dengan orang tua dan terutama dengan diri sendiri. Upaya itu karena mereka yang datang ke Griya Welas Asih dalam kondisi stres, depresi, kecewa bahkan ingin bunuh diri.

‘’Ketika sudah masuk ke sini mulai kami layani baik secara fisik maupun psikis. Dalam penanganan tersebut kami juga melibatkan dokter spesialis untuk memeriksa kandungan dan psikolog untuk menangani psikis mereka,’’ kata perempuan asal NTT itu.

4. Bayi yang lahir tidak bisa diadopsi oleh orang lain

Pendamping Griya Welas Asih, Rosalia Amaya sedang memberikan penjelasan tentang para korban hamil di luar nikah di Jalan Seteran Tengah No 52 Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Selama tinggal di Griya Welas Asih, para calon ibu itu juga mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan skill seperti memasak, menyulam, menjahit dan lainnya. Tujuannya, agar setelah melahirkan dan keluar dari rumah singgah tersebut mereka benar-benar menjadi seorang ibu tunggal yang berdaya dan berdikari.

Rosa yang didampingi penasehat Griya Welas Asih, Jacky Chionander pada kesempatan tersebut juga menyampaikan, setelah ibu melahirkan pihaknya tidak menangani adopsi terhadap bayi tersebut.

‘’Anak-anak yang lahir dari ibu yang singgah di sini tidak bisa diadopsi oleh orang lain. Sebab, sudah ada perdamaian dengan keluarga. Anaknya menjadi anak keluarga, bisa menjadi anak orang tuanya atau mereka kasih ke panti asuhan karena nggak bisa merawat. Itupun juga atas persetujuan keluarga dan kami yang carikan panti asuhan,’’ ujar ibu rumah tangga itu.

Namun, lanjut dia, untuk proses adopsi atas persetujuan keluarga atau diserahkan ke panti asuhan itu jarang terjadi. Sebab, jiwa sang ibu sudah berubah. Meski ketika masuk ada penolakan terhadap janin di rahimnya, tapi saat anak lahir naluri keibuan keluar dan mereka semakin jatuh cinta dengan si bayi.

Baca Juga: Duh! Kasus Kekerasan Seksual Perempuan di Semarang Tertinggi di Jateng

Berita Terkini Lainnya