TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dinilai Berani, Ketua MA Diberi Gelar Guru Besar Tidak Tetap Undip 

Ketua MA dianggap punya terobosan yang kreatif

Rektor Undip bersama Ketua MA M Syarifuddin usai dikukuhkan jadi Guru Besar Tidak Tetap melalui jejaring virtual. Dok Humas Undip

Semarang, IDN Times - Pihak kampus Universitas Diponegoro (Undip) mengukuhkan Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin sebagai Guru Besar Tidak Tetap untuk bidang Ilmu Hukum Pidana. 

Pemberian gelar tersebut merupakan yang keempat kalinya yang dilakukan oleh Fakultas Hukum. Hal ini juga mengacu pada SK  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 6462/MPK/KP/2021 Tanggal 29 Januari 2021.

Baca Juga: Dirawat Intensif, Ahli Parasit Undip Semarang Meninggal Kena COVID-19

1. Rektor Undip anggap Ketua MA mampu melakukan tindakan yang progresif

Rektor Undip Semarang, Yos Johan Utama (kiri) (IDN Times/Fariz Fardianto)

Rektor Undip, Prof Yos Johan Utama menyebutkan selama menjadi Ketua MA, Syarifuddin telah melakukan berbagai kebijakan yang progresif, responsif, evaluatif sekaligus terbuka menerima kritik untuk menunjukkan komitmen membangun sistem peradilan yang bersih. 

"Beliau telah menginisiasi keluarnya pedoman pemidanaan terhadap penjatuhan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yang kerugikan keuangan negara," ujar Yos dalam keterangan yang didapat IDN Times, Kamis (11/2/2021).

2. Ketua MA disebut punya keberanian dan terobosan kreatif

Ilustrasi Persidangan (IDN Times/Mardya Shakti)
Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Ketua MA, katanya juga telah mampu mengembangkan pemikiran dan  langkah yang progresif dan inovatif sebagi terobosan kreatif. Sehingga tindakannya selama memimpin lembaga peradilan negara bisa mencerminkan sikap tanggap, keberanian sekaligus menunjukkan kapasitas dan kompetensinya sebagi seorang praktisi maupun teoritisi.

Selain itu, pihaknya juga menyebutkan ada terobosan lain dari Ketua MA bagi dunia peradilan Indonesia. Yaitu berupa pengembangan Virtual Court dalam penanganan perkara pidana. Penerapan aturan itu sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan secara Elektronik.

Penggunaan sistem elektronik di dalam pengadilan dianggap bisa mewujudkan peradilan modern berbasis teknologi informasi. 

"Bukanlah langkah  mudah melakukan pembaruan proses persidangan pidana dari konvensional ke virtual karena tidak hanya berdimensi praktis, akan tetapi juga dimensi yuridis dan perlindungan HAM, sehingga diperlukan adanya dasar hukum dan pedoman dalam penyelenggaraannya," kata Yos. 

Baca Juga: Hore! Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dibatalkan Mahkamah Agung

Berita Terkini Lainnya