Oen Boen Ing, Tokoh Keturunan Tionghoa yang Melegenda di Surakarta
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dokter Oen, begitulah panggilan dari masyarakat Surakarta yang sampai saat ini masih mengenang beliau. Namanya seakan terlupakan dan jarang disebut, apalagi oleh generasi milenial.
Oen Boen Ing sendiri merupakan seorang dokter yang lahir di Salatiga, 3 Maret 1903 silam. Ia anak keempat dari pasangan Tionghoa, Oen Hwie An dan Tan Tjiet Nio. Nama dr Oen saat itu menjadi populer dikalangan tokoh masyarakat dan pejuang veteran lantaran pengobatannya yang sedehana namun manjur sembuhkan berbagai macam penyakit.
Selain itu, dr. Oen juga menjadi favorit rakyat kalangan bawah karena tidak pernah meminta bayaran sepesepun dari pasiennya yang kurang mampu. dr. Oen bahkan mendedikasikan separuh hidupnya berjuang untuk pengobatan rakyat-rakyat miskin, terlebih di daerah Surakarta.
Baca Juga: Cinta Beda Agama, Kisah Pierre Tendean dan Rukmini yang Bikin Terenyuh
1. Anak pedagang tembakau
Bukannya juga berprofesi sebagai dokter, ayah Oen Boen Ing justu merupakan pengusaha tembakau yang cukup terkenal di Salatiga.
Usaha perkebunan dan pengeringan tembakau milik sang ayah terbilang sukses besar dan merambah sampai ke Wonosobo. Bisnis raksasa itu telah bertahan selama beberapa generasi.
2. Bermimpi menjadi dokter
Oen Boen Ing kecil bercita-cita menjadi dokter setelah melihat praktek kakek-nya yang seorang sinse (ahli pengobatan tradisional China).
Meskipun sempat ditentang sang ayah, mimpinya untuk menjadi dokter tetap tertanam dipikiran Boen Ing hingga dewasa. Boen Ing tidak pernah berkeinginan jadi dokter demi uang.
Baginya, profesi dokter adalah panggilan hati nurani. Karena kecerdasannya, ia berhasil masuk ke sekolah kedoktran School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA).
3. Profesi yang selamatkan ribuan nyawa
Setelah lulus dari STOVIA, Oen Boen Ing menjadi sekretaris di Poliklinik Gie Sing Wan, Kediri. Disana ia bertemu Corrie Oen Nio Djie yang kemudian dinikahinya tahun 1935.
dr Oen kemudian melayani masyarakat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (dulu Ziekenzorg), sebelum akhirnya benar-benar menjalankan praktik di Poliklinik Tsi Sheng Yuan.
Dedikasi dr Oen dimulai disana. Komitmen mengabdinya membuat beliau sanggup menangani hampir 200 pasien perhari, mulai dari pribumi, keturunan Belanda, pejuang perang yang terluka, pengungsi yang tertembak, pedagang kaya, tokoh politik, ataupun rakyat miskin.
Siapapun yang membutuhkan situasi darurat, itu yang akan lebih dulu ditangani dr Oen, semua pasien sama rata dimata beliau.
Kedekatan dr Oen dengan tokoh pejabat juga membuatnya mendapat fasilitas fantastis yang langka pada zaman itu, seperti pasokan listrik 24 jam setiap harinya, dan kendaraan pribadi. Namun, hal itu hanya ia digunakan untuk kepentingan pengobatan.
Editor’s picks
4. Selundupkan penisilin untuk Jenderal Soedirman
Selain membuat kagum, kepopuleran dan kedekatan Dr. Oen dengan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan membuat Belanda was-was.
Kemanjurannya dalam mengobati para pejuang perang membuat ia selalu dimata-matai Dinas Intelijen Belanda, terlebih jika sedang pergi mengobati tokoh masyarakat secara "pribadi".
Hal itu kemudian mengharuskannya diam-diam menyelundupkan penisilin untuk Jendral Soedirman yang saat itu menderita sakit TBC. Perjuangan yang patut dikenang.
5. Dianugerahi gelar dan tanda kehormatan
Karena kedekatan beliau dengan Pura Tarumanegara, dan karena dedikasinya untuk kota Surakarta sangat besar, maka pada 11 September 1975, dr. Oen dianugerahi gelar Kandjeng Raden Toemenggoeng (KRT) Oen Boen Ing Darmoehoesodo. Kemudian pada tahun 1993, gelar tersebut dinaikan menjadi Kandjeng Raden Mas Toemenggoeng (KRMT).
Hal itu menjadikannya dokter Tionghoa pertama yang mendapat gelar tersebut. Selain gelar, dr Oen juga mendapat tanda kehormatan tertinggi Satyalancana Kebaktian Sosial dari pemerintah atas pengabdiannya dalam bidang kemanusiaan.
6. Angka "3" sebagai angka keberuntungan
Dokter Oen Boen Ing jelas mempercayai bahwa angka 3 merupakan angka keberuntungannya.
Tanggal, bulan, serta tahun lahirnya semua menunjukan angka 3. Nomor teleponnya pun 3333, bahkan plat nomor kendaraannya tidak lepas dari angka 3.
7. Pesan terakhir saat meninggal dunia
Tokoh berhati mulia ini akhirnya tutup usia pada tanggal 30 Oktober 1982, setelah menderita sakit selama beberapa tahun terakhir. Sebelum meninggal, beliau berpesan tidak ingin dikuburkan.
Dokter Oen tidak ingin makamnya dijadikan tempat ritual, karena pada saat itu kepercayaan soal makam Tionghoa masih sangat kuat. Ia lalu meminta untuk mengkremasi jasadnya kemudian menabur abunya di sungai Bengawan Solo.
Masyarakat Surakarta ingat, pada masa itu pememakaman beliau menjadi momen yang sakral sekaligus meninggalkan duka mendalam. Ucapara kematian keraton diadakan dan dipimpin langsung oleh Mangkunegara VIII, dengan diiringi ribuan lautan manusia yang mencintai Dr. Oen semasa hidup. Nama beliau akan selalu dikenang melalui rumah sakit peninggalannya, RS Dr. Oen Surakarta yang kini lebih dikenal dengan nama Rumah Sakit Dr. Oen Kandang Sapi Solo.
Itulah beberapa hal yang patut kamu ketahui tentang Dr. Oen Boen Ing. Semoga kisahnya bisa menginspirasi generasi milenial untuk terus mendedikasikan hidupnya ke hal-hal yang berguna. Selamat jalan Dokter, kebaikanmu akan selalu diingat!
Baca Juga: Kisah Supeno, Sang Gerilyawan yang Jadi Menteri Termuda di Indonesia
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.