Analisis BMKG Benarkan Pernyataan Luhut soal COVID-19 di Indonesia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah melakukan penelitian dan studi literatur tentang pengaruh cuaca dan iklim dalam penyebaran COVID-19. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan ada indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam konteks penyebaran wabah COVID-19.
“Hasil kajian yg telah disampaikan kepada Presiden dan beberapa Kementerian terkait pada tanggal 26 Maret 2020,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (4/4).
1. Negara dengan lintang tinggi cenderung lebih rentan
Hasil penelitian BMKG ini diperkuat oleh beberapa studi literasi. Misalnya hasil analisis Sajadi et. al. (2020) serta Araujo dan Naimi (2020), menunjukkan bahwa sebaran kasus COVID-19 pada saat outbreak gelombang pertama, berada pada zona iklim yang sama, yaitu pada posisi lintang tinggi wilayah sub-tropis dan temparate.
“Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sementara bahwa negara-negara dengan lintang tinggi cenderung mempunyai kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tropis,” kata Dwikorita.
Mereka juga menyimpulkan bahwa iklim tropis dapat membantu menghambat penyebaran virus tersebut dikarenakan kondisi iklim tropis dapat membuat virus lebih cepat menjadi tidak stabil.
Baca Juga: Luhut: Virus Corona Tidak Kuat Bertahan di Cuaca Indonesia
2. Kondisi dan tempat ideal berkembangnya virus
Penelitian Chen et. al. (2020) dan Sajadi et. al. (2020), kata Dwikorita, menyatakan bahwa kondisi udara ideal untuk virus corona adalah temperatur sekitar 8 - 10 derajat Celcius dan kelembapan 60-90 persen.
“Artinya dalam lingkungan terbuka yang memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi lingkungan yang kurang ideal untuk penyebaran kasus COVID-19. Para peneliti itu menyimpulkan bahwa kombinasi dari temperatur, kelembapan relatif cukup memiliki pengaruh dalam penyebaran transmisi COVID-19,” lanjutnya.
Begitu pun penelitian oleh Bannister-Tyrrell et. al. (2020) juga menemukan adanya korelasi negatif antara temperatur di atas 1 derajat Celcius dengan jumlah dugaan kasus COVID-19 per-hari. Mereka menunjukkan bahwa bahwa COVID-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah 1-9 derajat Celcius.
Editor’s picks
“Artinya semakin tinggi temperatur, maka kemungkinan adanya kasus COVID-19 harian akan semakin rendah,” kata Dwikorita.
3. Udara dingin melemahkan imunitas seseorang
Dwikorita melanjutkan, berdasarkan penelitian Wang et. al. (2020), hasilnya mengatakan bahwa virus corona cenderung lebih stabil dalam lingkungan suhu udara dingin dan kering. Kondisi udara dingin dan kering tersebut dapat juga melemahkan "host immunity" seseorang.
“Dan mengakibatkan orang tersebut lebih rentan terhadap virus,” katanya.
4. Pernyataan Luhut soal virus corona
Dalam sepekan terakhir, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan beberapa kali menyinggung soal virus corona yang tidak kuat dengan cuaca di Indonesia. Kali pertama ia menyebut hal itu pada 31 Maret lalu.
“Dari hasil penelitian, dengan temperatur yang tinggi April mulai masuk ini, terus kemudian imunity yang tinggi itu membuat COVID-19 sebenarnya relatif lebih lemah daripada di tempat lain,” kata Luhut dalam video konferensi yang diunggah di YouTube Kemenko Marves, Selasa lalu.
Namun, kata Luhut, melemahnya virus corona di bulan April juga akan percuma kalau masyarakat tidak menjalankan imbauan social distancing atau jaga jarak sosial.
“Terlalu banyak juga masih berkumpul ramai-ramai ya gak berlaku tadi mengenai keuntungan kita dari panas dan imunity yang tinggi tadi,” ujarnya.
Luhut lalu kembali mengatakan hal yang sama pada Kamis (2/4).
"Dari hasil modelling, cuaca Indonesia yang panas dan imunity tinggi, maka untuk COVID-19 itu gak kuat," ujar Luhut dalam keterangan persnya yang disiarkan langsung di channel YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (2/4).
Baca Juga: Faisal Basri sebut Luhut Lebih Berbahaya dari COVID-19, Netizen Ramai