TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Romo Wiryono, Pastor Loyola yang Peduli Kelestarian Lingkungan

Romo Wiryono ingatkan agar manusia ubah pola hidup

Pastor Loyola, Romo Wiryono saat berpose di depan mimbar kapel sekolahan Loyola. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Semarang, IDN Times - Perubahan cuaca yang ekstrem hingga menimbulkan hujan lebat bisa menjadi pengingat bagi manusia untuk saling meningkatkan kepedulian terhadap ekosistem lingkungan sekitarnya. 

Bagi Romo Wiryono sebagai Pastor kapel Loyola, munculnya cuaca yang ekstrem semestinya bisa dijadikan sebagai penanda bahwa umat manusia sudah saatnya mengendalikan diri dengan meningkatkan kepekaan terhadap gejala yang ditunjukan oleh alam semesta.

"Dari ilmu pengetahan sebenarnya bisa dipelajari kalau perubahan alam yang amat drastis salah satunya munculnya kenaikan suhu udara di bumi mungkin disebabkan perilaku manusia. Jadi adanya bencana erupsi Gunung Semeru dan bencana alam lainnya itu fenomena yang biasa. Yang perlu kita lakukan adalah mengendalikan perilaku kita supaya lebih aware terhadap perubahan cuaca yang ekstrem," kata Romo Wiryono kepada IDN Times, Kamis (23/12/2021).

Baca Juga: Tertular COVID-19, Enam Warga Pastoran Loyola Diisolasi di Dua Hotel

1. Romo Wiryono ingatkan umat bahwa evolusi bumi terus berlangsung

Pastor Loyola Romo Wiryono berpose di kapel menjelang perayaan Natal 2021. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Ia mengatakan dalam Injil disebutkan Kristus pasti akan turun ke muka bumi pada akhir zaman. Namun, ia berpendapat perubahan cuaca yang cepat seperti sekarang bukanlah penanda datangnya akhir zaman. Turunnya Kristus juga masih menjadi sebuah misteri.

Agar senantiasa tetap memegang teguh pada keimanan, ia mengingatkan supaya umat Katolik tetap beribadah dengan khusyuk dan memohon keselamatan selama hidup di dunia.

"Ditegaskan dalam Injil jika kita diminta menanti kedatangan akhir zaman. Maka walaupun ada yang percaya kiamat akan datang dalam waktu dekat, tapi datangnya Kristus ke bumi itu masih misteri. Sehingga evolusi bumi masih akan terus berlangsung," terangnya.

2. Sudah saatnya memperkuat solidaritas demi menyelamatkan lingkungan

Bangku di dalam kapel Loyola sudah ditandai dengan nomor sebagai langkah mengurangi kapasitas jemaat yang ikut ibadah misa Natal 2021. (IDN Times/Fariz Fardianto)
Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Ia berujar, sebaiknya seluruh masyarakat mulai mengubah perilakunya dengan mengendalikan dampak yang ditimbulkan dari efek rumah kaca. Pencemaran pada pembuangan gas emisi harus dihentikan dan saat ini menjadi tantangan terberat yang dihadapi oleh masyarakat industri. 

"Mengingat tahun 2030 mendatang ada target dari Indonesia untuk mengurangi polusi gas emisi, jadinya ini jadi tantangan yang dihadapi kita bersama untuk memperkuat solidaritas demi menyelamatkan lingkungan dan bumi," kata lulusan Fakultas Pertanian UGM tersebut. 

3. Ubah pola hidup dengan kembali pada alam

IDN Times/Aji

Romo Wiryono pun menyinggung soal pandemik COVID-19 yang tak kunjung usai. Kini, masyarakat semestinya senantiasa merawat dan menjaga lingkungan agar dapat mengurangi dampak pandemik. Pandemik juga memberi isyarat bagi umat manusia agar kembali pada alam bebas. 

Alangkah baiknya, katanya masyarakat merubah pola hidupnya yang lebih natural dan dekat dengan pelestarian lingkungan. 

"Kita lihat sendiri kalau orang-orang yang tinggal di desa itu penularan COVID-19 tidak setinggi yang di kota. Sebab di kota tingkat stresnya tinggi ketimbang di desa yang punya pola hidup yang alami, dekat dengan alam, lebih fokus menjaga kelestarian lingkungannya. Maka kita bisa contoh perilaku yang seperti itu. Ubahlah pola hidup, jaga pola makan dan jangan terlalu memisahkan diri dengan alam. Jika kita yang sering menghirup udara segar menikmati habitat burung itu imunitasnya lebih bagus ketimbang dekat dengan polusi udara," akunya.

Baca Juga: Lukisan Kayu dan Kalung Emas Dijual buat Biaya Pembuatan Pastoral Gereja Bongsari

Berita Terkini Lainnya