TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengulik Aktivitas Peternakan Maggot, Si Belatung Pemakan Sampah Organik

Memberi makan maggot harus teliti dan hati-hati

Kepala UPTD TPA Jatibarang mengecek kondisi peternakan maggot. IDN Times/Fariz Fardianto

Semarang, IDN Times - Berada ditengah tumpukan sampah, Setyo Adi siang itu sedang sibuk membersihkan sejumlah wadah yang berada dalam sebuah rak besi. Berulang kali kedua tangannya memungut sisa-sisa sayuran, cabai dan bekas makanan. 

Tampak tangannya dipenuhi belatung yang masih hidup. Tak ada rasa takut, apalagi jijik. Pekerjaanya sebagai pegawai UPTD Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang membuatnya sangat akrab dengan hewan berukuran kecil tersebut. 

Di sebuah rumah penangkaran dibangun di belakang kantor pengelola TPA Jatibarang, 

Setyo bilang sudah setahun terakhir rutin memelihara ratusan bahkan ribuan belatung. Belatung yang ia pelihara merupakan jenis Black Soldier Fly (BSF) atau kerap disebut maggot. 

"Belatung yang dipelihara di sini jenisnya beda dengan yang umumnya hidup di sekitar kita. Belatung ini dari telur lalat BSF, namanya maggot, bentuknya kecil, kering, tidak bau dan gak butuh minum air. Makanya saya sama sekali gak jijik," ujar warga Kampung Candi Pelataran, Manyaran, Semarang Barat tersebut kepada IDN Times, Senin (29/3/2021).

Baca Juga: Angin Kencang Terjang Semarang, Volume TPA Jatibarang Naik 25 Persen

1. Setyo saban hari merawat maggot. Sumber pakannya dari sisa nasi sampai kepala ikan

Sisa makanan yang dijadikan pakan maggot di TPA Jatibarang Semarang. IDN Times/Fariz Fardianto

Hampir saban hari ia disibukan dengan aktivitas merawat maggot. Di sebuah rak besi berukuran panjang, ada 16 plong yang berisi maggot. Di tempat itulah, kawanan maggot itu dikembangbiakan. 

Dengan ukuran sekitar 1 milimeter setiap detik mereka mengeliat menghabiskan makanan. Setyo sering memberi makan maggot mulai dari sisa sayuran, nasi basi, kepala ikan hingga buah-buahan. 

"Sering banget saya kasih sisa kepala ikan, daging ayam, sayuran dan sisa buah yang didapat dari hasil pembuangan sampah organik di TPA Jatibarang. Manfaatnya banyak sekali. Contohnya setiap kita kasih sayuran, pasti habis dalam waktu kurang sejam," terangnya. 

2. Kawanan maggot habiskan setengah ton sampah organik di TPA Jatibarang

Seorang peternak maggot memberi makan dari ragam sisa sampah organik yang didapat di TPA Jatibarang Semarang. IDN Times/Fariz Fardianto

Pria yang sebelumnya menjadi petugas pencucian truk sampah itu berkata ia sangat telaten mengembangbiakan maggot lantaran memiliki efek positif bagi lingkungan kerjanya. 

Berdasarkan penuturan Wahyu Heriawan, Kepala UPTD TPA Jatibarang, dalam sehari, kawanan maggot menghabiskan setengah ton sampah organik di TPA Jatibarang.

"Makanya manfaatnya sangat bagus buat lingkungan. Sehingga banyak warga dari sejumlah kecamatan yang datang kemari untuk belajar beternak maggot. Maggot kan bisa dijadikan pakan ikan lele, pakan ayam, pakan burung karena kadar protein pada maggot mencapai 47 persen," aku Wahyu. 

Baca Juga: [FOTO] PLTS Bendungan Jatibarang, Pertama di Indonesia

3. Maggot berasal dari telur lalat BSF. Bentuknya mirip cacing kremi

Kawanan maggot saat yang dikembangbiakan di TPA Jatibarang Semarang. IDN Times/Fariz Fardianto

Maggot yang dikembangbiakan di TPA Jatibarang, katanya awalnya berasal dari lalat BSF yang ditangkarkan dalam sebuah kandang. 

"Selama tujuh hari, lalat jantannya mati dan yang betinanya setelah bertelur lalu mati juga, selanjutnya telurnya menetas jadi baby larva dengan dengan ukuran 0,5 milimeter  yang bentuknya mirip cacing kremi. Telur lalat BSF bisa menghasilkan 5 kilo maggot," ujarnya.

Setelah seminggu, baby larva dipindahkan ke wadah khusus untuk dikembangbiakan dengan diberi makan sisa makanan yang didapat dari sampah organik. 

Saat berumur 30 hari, baby larva tumbuh dengan cepat hingga kulitnya berubah jadi kehitaman. 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Kalau sudah 30 hari, baby larva berubah jadi maggot dan warna kulitnya jadi hitam. Maka dia berubah jadi kepompong dan jadi lalat kembali. Usia maggot yang bisa dimanfaatkan untuk pakan lele, pakan ikan dan burung yang sekitar 45 hari. Dengan pengembangbiakan yang sangat cepat, cara berternak maggot sangat gampang, gak merepotkan, justru punya nilai ekonomis yang tinggi," paparnya. 

Walau demikian, berternak maggot bukannya tanpa hambatan. Jihad Semarang dilanda hujan yang lebat, kawanan lalat BSF sulit bertelur. 

Baca Juga: PLN Garap Proyek Pembangkit Tenaga Sampah 800 kV di Jatibarang

4. Sekelompok warga kerap datang ke Jatibarang untuk belajar ternak maggot

Kandang lalat BSF sebagai indukan maggot yang ditangkarkan di TPA Jatibarang.IDN Times/Fariz Fardianto

Diakuinya bahwa sejak TPA Jatibarang giat berternak maggot, banyak warga Semarang yang ikut belajar. Tak kurang hampir saban minggu terdapat lima sampai 15 orang yang datang silih berganti untuk nimbrung belajar ternak maggot di Jatibarang. 

"Sejak awal Januari 2020 sampai Maret ini banyak banget orang-orang yang tertarik belajar ternak maggot. Sekarang area peternakan maggot sudah tersebar di lokasi TPST Unnes, lalu ada juga warga yang ternak maggot di Kelurahan Tandang, Kecamatan Semarang Utara, bahkan pengelola Ponpes Fadlu Fadlan Ngaliyan dan komunitas peternak lele dan burung juga ikut belajar ternak maggot," ungkapnya. 

Sebagai sarana pendukungnya, Wahyu kerap memberikan telur maggot secara cuma-cuma kepada warga yang belajar. Dengan cara itulah, ia ingin mengubah minset masyarakat Semarang mengenai pentingnya meningkatkan kepedulian terhadap lingkungannya sebelum mengarah ke segi bisnis. 

"Karena kalau kita bicara bisnis saat ternak maggot itu gak akan bisa jalan. Jadi saya selalu tekankan bahwa warga mesti peduli pada lingkungannya dulu dengan merawat maggot dengan baik dan benar, setelah itu pasti secara otomatis mendapat manfaat lainnya," katanya. 

5. Kegiatan berternak maggot bisa mengurai sampah organik di TPA Jatibarang

Tampak baby larva yang diberi makan di sebuah kandang khusus. IDN Times/Fariz Fardianto

Sapto Adi Sugihartono, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang juga mengamini apa yang disampaikan oleh Wahyu. 

Ketika berbincang dengan IDN Times melalui sambungan telepon, Sapto mengaku maggot yang dikembangbiakan di TPA Jatibarang memang punya sejuta manfaat untuk mengurai sampah organik. 

"Di Jatibarang tonase sampah yang dihasilkan mencapai 800 ton sehari. Dan 60 persennya berasal dari sampah organik. Oleh sebab itulah, aktivitas memelihara maggot yang kita lakukan sejak tahun lalu memberikan manfaat sangat positif untuk mengurangi jumlah sampah organik," jelasnya. 

Baca Juga: 5 Alasan Mengapa Belatung Bisa Terdapat di dalam Makanan, Hati-hati!

Berita Terkini Lainnya