TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Duka Membawa Devisa, Peti Mati Rotan Laris Manis di Eropa

Permintaan peti mati naik 50 persen saat pandemi COVID-19.

Peti mati dari rotan produksi perajin di Desa Trangsan, Sukoharjo, Jawa Tengah. IDNTimes/Larasati Rey

Solo, IDN Times - Peti mati biasanya indentik dengan bahan kayu, namun di tangan perajin asal Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah berhasil membuat inovasi peti mati dari bahan rotan. Bahkan peti mati produksinya tersebut dijual hingga mancanegara.

Baca Juga: Pocong Jaga Kampung di Sukoharjo Mendunia Ditengah Pandemi COVID-19 

1. Tidak dijual di Indonesia

Para pekerja sedang membut peti mati rotan di Desa Trangsan, Sukoharjo, Jawa Tengah. IDNTimes/Larasati Rey

Meski diproduksi dalam negeri, namun peti mati dari bahan rotan ini tidak dijual di Indonesia. Peti mati tersebut dijual di luar negeri khususnya di negara-nerga Eropa, sepeti Jerman, Inggris, Belanda, dan lainnya.

Perajin peti mati rotan, Natianingsih mengatakan pembuatan peti mati rotan ini sudah ia geluti sejak lama. Ia mengaku memilih menjual hasil produksinya ke luar negeri selain permintaan yang banyak, harga jual peti mati rotan tersebut juga terjangkau untuk kalangan bangsa Eropa.

“Kita tidak jual di dalam negeri ya, karena dinilai terlalu mahal. Untuk satu peti kita hargai sekitar Rp2 juta hingga Rp3 juta tergantung tingkat kerumitan anyaman,” ujarnya saat ditemui IDNTimes di sentra industri rotan, Rabu (30/9/20).

2. Tingkat anyaman yang rumit

Pola anyaman peti mati rotan produksi Desa Trangsan, Sukoharjo, Jawa Tengah. IDNTimes/Larasati Rey

Selain dijual di luar negeri, peti mati rotan buatannya juga memiliki ukuran khusus yakni menyesuaikan tinggi orang-orang Eropa, sekitar 170cm hingga 190 cm. Untuk pembuatan satu peti mati rota mulai dari pemilahan bahan, penganyaman, hingga finishing membutuhkan waktu sekitar 2 hari.

Ning sendiri memiliki puluhan pegawai yang membantunya untuk menyelesaikan produksi peti mati rotan tersebut. “Untuk pengerjaan kita dari awal hingga akhir rata-rata kita butuh waktu sekitar dua hari tergantung tingkat kerumitan anyaman yang diminta,” jelasnya.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

3. Alami peningkatan permintaan selama masa pandemi

Pekerja di sentra industri rotan sedang finishing peti mati rotan produksi Desa Trangsan, Sukoharjo, Jawa Tengah. IDNTimes/Larasati Rey

Ning mengatakan pada awal pandemi COVID-19 jumlah permintaan peti mati mengalami peningkatan hingga 50 persen. Ia bahkan sempat mengirim delapan kontainer peti mati rotan ke luar negeri.

“Pada awal pandemi itu kita mengirim delapan hingga sembilan kontainer, jumlah itu naik 50 persen. Kebanyakan mereka pesan banyak untuk melakukan stock dan takut jika di Indonesia di lockdwon dulu,” jelasnya.

Menurut ning, negara-negara Eropa banyak yang memilih menggunakan peti mati berbahan dasar rotan ketimbang dari kayu, hal tersebut untuk mengurangi pencemaran lingkungan, terlebih rotan mudah mudah hancur saat dikubur.

Baca Juga: Kreatif! Pria Sukoharjo Olah Limbah Jadi Sepeda Kayu Jutaan Rupiah

Berita Terkini Lainnya