TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

21 Tahun Kumpul sama Rayap, Niken Jadi Guru Besar Unnes Semarang

Ledakan manusia bikin populasi rayap menurun

Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman mengukuhkan Prof Dr Niken Subekti sebagai Guru Besar Entomologi. (Dok Humas Unnes)

Semarang, IDN Times - Tak pernah terpikirkan oleh Niken jika dirinya saat ini punya kebiasaan yang agak unik. Alih-alih hobi memelihara hewan macam kucing atau anjing seperti yang jamak dilakukan banyak orang, Niken justru lebih akrab dengan rayap.

Rayap yang bernama latin isoptera itu menjadi teman akrabnya selama 21 tahun. Sejak lulus S2 tahun 2001 dan menjadi dosen Biologi, Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang (Unnes), perempuan bernama lengkap Niken Subekti tersebut sering mengamati segala bentuk perilaku rayap.

Bagi Niken, kawanan rayap tak ubahnya seperti makhluk hidup lainnya yang perlu disayangi dan dicintai. Dari hasil analisanya, rayap sudah ada di muka bumi jauh sebelum keberadaan Adam dan Hawa.

"Jika Adam Hawa tercatat ada di dunia sejak 2 juta tahun yang lalu. Maka serangga termasuk rayap sudah hadir di bumi sejak 250 juta tahun silam. Jadi umur makhluk hidup paling tua yaitu rayap," kata Niken ketika berbincang dengan IDN Times, Kamis (16/12/2021).

Baca Juga: Didatangi Ketua KPK, Rektor Unnes Sebut Kampusnya Bersih dari Korupsi

1. Kawanan rayap tersingkir akibat ledakan populasi manusia

lansingstatejournal.com

Sayangnya, Niken melihat banyaknya pembangunan yang sangat masif membuat populasi rayap makin tersinggkir. Ia berkata, meledaknya populasi manusia saban tahun telah menyebabkan kawanan rayap terpaksa eksodus mencari sumber pakan yang baru. 

Hutan yang selama ini menjadi habitat asli rayap, lambat laun berubah menjadi ladang pertanian dan perumahan.

Dengan adanya alih fungsi hutan mengakibatkan perilaku rayap bergeser ke pemukiman rumah warga. 

"Dari tadinya hutan berubah jadi pertanian dan perumahan membuat perilaku rayap berubah jadi makan apa saja yang ada di depanya. Dan sifat rayap merupakan pemakan benda-benda yang mengandung senyawa selulosa. Selulosa inilah yang kebanyakan ada di kayu," kata peraih S2 Biologi Spesialis Termitologi itu.

2. Rayap bisa jadi teman baik agar perabotan rumah tambah awet

safeguardpestcontrol.com

Menurutnya, minimnya sosialisasi soal rayap kepada publik menyebabkan orang-orang hanya tahu cara membasmi rayap dan tidak memahami cara mengendalikan hewan itu. 

Di sisi lain, Niken senang berkawan dengan rayap lantaran perilakunya yang unik. Rayap juga jarang diteliti oleh para akademisi. 

"Sosialisasi yang kurang jadinya bikin warga tidak aware terhadap rayap. Ngerti-nya cuma membasmi rayap dengan mengguyur minyak dan bensin, selesai. Padahal, jika memakai ilmu pengetahuan, maka rayap bisa menjadi teman yang baik. Perabotan rumah yang terbuat dari kayu juga lebih awet jika tahu caranya mengatasi serangan rayap," urainya.

3. Populasi rayap harus dikendalikan agar hidup berdampingan

Guru Besar Entomologi Unnes, Prof Dr Niken Subekti. (Dok Pribadi)

NIken mengatakan semestinya manusia jangan sekadar membasmi rayap. Melainkan bisa menjadi khilafah alias umat yang menjaga bumi dan seisinya terutama harus mampu mengendalikan populasi hewan agar dapat hidup berdampingan dengan manusia.

Ia yang sangat paham mengenai perilaku rayap menekankan bahwa manusia jangan lagi berpikir praktis.

"Di ilmu Biologi tidak ada ajaran membunuh hewan. Tapi kita diajarkan mengendalikan populasinya. Jadi kita sebagai manusia jangan menang-menangan. Itu salah kaprah. Yang kita lakukan harusnya mengendalikan perilaku hewan agar bisa hidup berdampingan di dunia," beber sosok yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Entomologi di Unnes tersebut.

4. Unnes diharapkan jadi lembaga konservasi rayap

Kawanan rayap. Pixabay.com

Di tengah kondisi perubahan iklim yang ekstrem, ia menyarakan sudah saatnya masyarakat mempelajari perilaku rayap. Caranya dengan mempelajari hormon firofox yang ada pada tubuh rayap.

"Kalau kita bisa mempelajari hormon serangga, maka bisa dengan mudah memahami perubahan perilaku pada serangga. Kita pun bisa paham cara komunikasi dengan rayap," akunya.

Indonesia selama ini menjadi salah satu pusat keragaman rayap di dunia. Keragaman rayap tersebut selayaknya dikelola dengan cerdas, berbasis pemikiran yang holistik, antar lain dengan meningkatnya daya guna rayap sebagai pengurai sampah organik, sumber pangan, senyawa aktif bahan obat, bionindikator kesehatan tanah.

"Oleh karena itu upaya konservasi rayap sangatlah penting. Unnes diharapkan menjadi lembaga riset terdepan dan terkemuka dalam konservasi rayap sekaligus teknologi pengendalian rayap ramah lingkungan," ujar wanita kelahiran 14 Februari 1973 silam itu.

Baca Juga: Uji Publik Aturan Nadiem, Rektor Unnes: Kita Tegas Tangani Kekerasan Seksual

Berita Terkini Lainnya