TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Kesultanan Surakarta, Asal Muasal Pecah Dengan Mataram

Awal mula konflik dengan Mataram

travelingyuk.com

Sejarah kesultanan Surakarta atau keraton Solo salah satu kerajaan di Nusantara yang masih ada hingga saat ini. Beberapa sejarah kesultanan Surakarta diantaranya adalah sebagai berikut.

Baca Juga: Lima Tahun Vakum, Keraton Solo Gelar Ulang Tahun ke 90 Pakasa

1. Sejarah awal mula berdirinya Kesultanan Surakarta

wikimedia.org

Sejarah kesultanan Surakarta berasal dari berbagai konflik panjang yang erat kaitannya dengan masalah di Kerajaan Mataram Islam. Pusat dari pemerintahan Kesultanan Mataram Islam yang awal terletak di Mentaok, kemudian setelah itu pindah ke Kotagede, yang ada di Yogyakarta.

Sedangkan pada tahun 1645 sampai tahun 1677 Masehi, saat masa kepemimpinan Amangkurat I berlangsung, pusat pemerintahan kerajaaan tersebut berpindah lagi ke Plered, Kabupaten Bantul.

Akan tetapi, karena memang sering berpindah-pindah dan berbagai konflik yang terjadi, munculah pemberontak yang menguasai Plered karena menganggapnya tidak layak jadi tempat pemerintahan.

Oleh karena itulah, Amangkurat II mendirikan kerajaan baru, tepatnya di Wonokarto dan mengganti nama menjadi Kartasura. Keraton baru yang tersebut dibangun dari tahun 1679 Masehi yang dikenal dengan nama Kasunanan Kartasura Hadiningrat.

2. Konflik Kesultanan Surakarta dengan Mataram

instagram.com/justteana

Pada sejarah kesultanan Surakarta juga terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh saudara tiri Pakubuwono II, Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi menuntut tahta Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang saat itu masih dipegang oleh Pakubuwono II.

Namun, menyikapi hal tersebut, sebelum meninggal, Pakubuwono II telah menunjuk Raden Mas Suryadi yaitu putranya untuk jadi putra mahkota. Kemudian, pada tanggal 15 Desember 1749, Raden Mas Suryadi dilantik menjadi raja oleh VOC.

Beliau diwakili oleh Baron von Hohendorff, kemudian memiliki gelar Sri Susuhunan Pakubuwono III. Peristiwa tersebut terjadi sebelum ayahnya meninggal di tanggal 20 Desember 1749 Masehi.

Pangeran Mangkubumi yang tidak terima dengan penobatan Raden Mas Suryadi lantas meninggalkan istana dan berniat menandingi Kasunanan Surakarta. Beliau mendirikan pemerintahan sendiri yang ada di Yogyakarta dan bergabung bersama Raden Mas Said untuk membuat pemerintahannya berkembang pesat.

3. Perjanjian Giyanti Antara Mataram dengan Belanda

Instagram.com/denaiguna

Perjanjian Giyanti adalah sebuah perjanjian yang dilakukan Belanda pada pada 13 Februari 1755. Perjanjian ini dilatarbelakangi oleh ketakutan Belanda terhadap perkembangan kerajaan Pangeran Mangkubumi di Yogyakarta.

Perjanjian Giyanti berisi kesepakatan untuk pembagian wilayah Mataram sekaligus pemerintahan Surakarta Hadiningrat. Dalam perjanjian tersebut, menyatakan bahwa kesultanan Surakarta akan berada di bawah pimpinan Sri Susuhunan Pakubuwono III.

Sedangkan, Kasultanan Ngayogyakarta ada di bawah pimpinan dari Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi kemudian berselisih dengan Raden Mas Said karena tidak setuju dengan keputusan tersebut. Beliau juga melawan Sri Sultan Hamengku Buwono, sekaligus beroposisi dengan Pakubuwono III.

Menyikapi hal tersebut, Belanda kemudian ikut campur dengan cara mengutus Nicholas Hartingh, yang saat itu merupakan pemimpin VOC di Semarang untuk mendamaikan keduanya. Setelah itu, lahirlah Perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757 Masehi, sebagai jalan tengah dari konflik sebelumnya.

Tetapi sayangnya, secara geografis, kerajaan Surakarta tidak diuntungkan sama sekali dalam perjanjian tersebut.

Baca Juga: Lokasi Wamenparekraf Pingsan: Tempat Berhenti Kereta Jenazah Keraton

Berita Terkini Lainnya