95,3 Persen Sumber Energi untuk Industri di Jateng dari Fosil Batubara

Untuk pasang PLTS Atap tidak bisa 100 persen

Semarang, IDN Times - Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Tengah mencatat, kalangan industri di Jateng yang operasionalnya sudah menggunakan energi terbarukan baru mencapai 4,7 persen atau terpasang di 29 industri. Sisanya, atau sebanyak 95,3 persen masih bersumber dari bahan baku fosil atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

1. Terus turun selama 2 tahun terakhir

95,3 Persen Sumber Energi untuk Industri di Jateng dari Fosil BatubaraIlustrasi SUN Energy (https://sunenergy.id/)

Persentase tersebut menyarikan dari jumlah Izin Operasi (IO) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Sendiri (IUPTLS) yang masuk ke DPMPTSP Jateng yang selama dua tahun terakhir makin menurun.

Masih dari data yang sama, hingga Juni 2024 baru terdapat 42 IO-IUPTLS dengan 7 industri IUPTLS untuk Atap dan Uap yang terpasang.

Jumlah tersebut turun siginfikan dari tahun 2023 yang mana secara keseluruhan mencapai 100 IO-IUPTLS dengan jumlah terpasang IUPTLS Atap dan Uap mencapai 9 industri.

Padahal di tahun 2022 terdapat 164 IO-IUTPTLS dengan 10 industri yang terpasang IUPTLS Atap dan Uap.

Baca Juga: Regulasi Baru untuk Efektivitas Pemenuhan Kuota PLTS Atap, Mampukah?

2. Target bauran 21 persen tahun 2025

95,3 Persen Sumber Energi untuk Industri di Jateng dari Fosil BatubaraIlustrasi asap industri (unsplash.com/Maxim Tolchinskiy)

Kepala DPMPTSP Jateng, Sakina Rosellasari mengakui jika sebagian besar industri di wilayahnya masih mengandalkan energi dari fosil atau batubara. Padahal, potensi pengembangan energi terbarukan untuk sektor industri cukup besar.

Ia pun memasang target pada tahun 2025 bauran untuk energi terbarukan di sektor industri bisa mencapai 25 persen dari jumlah yang ada saat ini, sehingga sejalan dengan target dicanangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2018, minimal 21,32 persen pada 2025 dan minimal 28,82 persen pada 2050.

"Dengan banyaknya buyer atau negara tujuan yang mensyaratkan ketentuan untuk penggunaan energi bersih dalam operasional mereka, diharapkan bisa mendorong penggunaan energi terbarukan di sektor industri di Jateng. Semua dari mereka concern ke situ sehingga produknya juga bisa bernilai nihil karbon dan ramah lingkungan," katanya di sela-sela Central Java Renewable Energy Investment Forum (CJREIF) 2024 yang diadakan atas kerja sama Institute for Essential Services Reform (IESR) dengan DPMPTSP Jateng di Semarang, Kamis (27/6/2024).

3. Akselerasi insentif untuk baterai

95,3 Persen Sumber Energi untuk Industri di Jateng dari Fosil BatubaraFoto Agro industri

Dari forum tersebut, salah satu tantangan utama pengembangan IUPTLS di Jawa Tengah adalah biaya investasi awal yang tinggi. Selain itu, ketersediaan lahan, terutama untuk IUPTLS atap di perkotaan.

Sakina menambahkan, pihaknya terus mengakselerasi industri untuk bisa mengimplementasikan IUPTLS melalui kemudahan perizinan, pemberian insentif, edukasi dan sosialisasi, serta pengembangan infrastruktur pendukung.

"Untuk insentif, sudah kami berikan di antaranya berupa taxallowance (keringanan pajak). Berkaitan dengan insentif untuk industri yang sudah off-grid PLTS untuk baterai penyimpanannya, kami akan berkoodinasi dengan pusat. Sebab itu hal baru yang muncul sehingga akan tetap kita fasilitasi," ujarnya.

4. PLTS tidak bisa berdiri sendiri

95,3 Persen Sumber Energi untuk Industri di Jateng dari Fosil Batubarailustrasi pembangkit listrik tenaga surya (pexels.com/Kelly)

Sementara itu, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyatakan pemanfaatan PLTS Atap di Jawa Tengah baik sektor rumah tangga dan industri sudah mencapai 25–30 persen. 

Senior Manager Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN UID Jateng dan DIY, Dian Herizal menjelaskan, pihaknya terus membuka layanan kepada semua pihak yang ingin memasang PLTS Atap, sebagaimana mandat kepada PLN melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.

Meski demikian, Dian menegaskan jika pelanggan tidak bisa memasang PLTS Atap 100 persen selama masih tersambung dengan jaringan PLN. Pasalnya, hal tersebut untuk menjaga kestabilan pasokan daya listrik.

"PLTS kalau sendirian (100 persen), tidak nyambung ke PLN, untuk industri sendiri malah tidak masalah. Makanya, kenapa ada kajian kuota untuk menjaga kestabilan pasokan listrik," katanya.

Jika PLTS tiba-tiba tidak bisa menyalurkan energi, PLN harus siap melakukan back-up. Karena kalau tidak diatur rentan terjadi blackout atau pemadaman yang justru merugikan semua pihak.

“Belajar dari negara tetangga di Asia bahwa sistem PLTS energinya intermittent, kadang nyambung, kadang tidak. Nah, PLN harus mempunyai sistem yang mem-backup-nya itu,” pungkasnya.

Baca Juga: Dekarbonisasi Industri: Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan 

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya