Upaya Mengikat Industri Laporkan Keberlanjutan demi Masa Depan Bumi

Hanya 88 persen perusahaan buka laporan soal keberlanjutan

Intinya Sih...

  • Program PROPER memastikan tata kelola berkelanjutan dan penghematan hingga Rp158,54 triliun.
  • Hanya 88% perusahaan di Indonesia menyampaikan laporan keberlanjutan, menurut survei PwC dan National University of Singapore.
  • IESR mendorong pelaporan keberlanjutan menjadi kewajiban bagi industri dengan regulasi yang diseragamkan.

Semarang, IDN Times - Pemerintah dan industri perlu bersinergi untuk memperkuat mekanisme pelaporan upaya berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan di sektor industri. Hal itu disampaikan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam sebuah workshop terkait pelaporan dan sertifikasi upaya penurunan emisi oleh industri.

1. Penghematan mencapai Rp150 T

Upaya Mengikat Industri Laporkan Keberlanjutan demi Masa Depan Bumiilustrasi studi keberlanjutan (pexels.com/Akil Mazumder)

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Reliantoro mengungkapkan, Program Penilaian Peringkat Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) merupakan strategi untuk memastikan penerapan tata kelola berkelanjutan. Hingga tahun 2023, terdapat 3.694 industri yang menjadi peserta PROPER dengan jumlah penghematan mencapai Rp158,54 triliun.

"Keuntungan mengikuti PROPER bagi perusahaan adalah dapat melaporkan aktivitas usaha dengan lebih sederhana per masing-masing sektor. Kemudian, tersedia laporan berkala per tahun, sehingga pelaku usaha mengetahui emisi dan limbah yang dihasilkan," kata Sigit.

Baca Juga: Regulasi Baru untuk Efektivitas Pemenuhan Kuota PLTS Atap, Mampukah?

2. Laporan masih bersifat sukarela

Upaya Mengikat Industri Laporkan Keberlanjutan demi Masa Depan BumiGrand Batang City atau Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Jawa Tengah (Jateng). (dok. PT KITB)

Analis Senior IESR, Farid Wijaya menyoroti bahwa penerapan sistem pelaporan upaya keberlanjutan di Indonesia masih belum optimal. Pada 2022, berdasarkan survei PwC dan National University of Singapore di 50 perusahaan di Indonesia, hanya 88 persen perusahaan yang menyampaikan laporan keberlanjutan.

"Sistem pelaporan upaya keberlanjutan di Indonesia penerapannya belum maksimal. Untuk laporan keberlanjutan (sustainability report) masih bersifat sukarela. Sementara pada platform pemerintah, memang ada yang diwajibkan namun masih banyak yang belum memenuhi kualitas yang diharapkan," ujar Farid.

3. Perlu harmonisasi dan penyeragaman

Upaya Mengikat Industri Laporkan Keberlanjutan demi Masa Depan Bumipexels

IESR mendorong agar pelaporan upaya keberlanjutan dan pengelolaan lingkungan industri di Indonesia menjadi kewajiban yang mengikat bagi seluruh industri. Selain itu, regulasi perlu diseragamkan dan diharmonisasi sesuai kebutuhan industri, serta disediakan platform terintegrasi untuk memfasilitasi pelaporan.

"Kepatuhan sektor industri dalam melakukan pelaporan upaya berkelanjutan dan pengelolaan lingkungannya akan meningkatkan daya saing industri di tingkat Global dan membuka akses yang lebih luas terhadap rantai pasok material dan energi. Dengan demikian, Indonesia dapat memajukan industrinya," pungkas Farid.

Baca Juga: Dekarbonisasi Industri: Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan 

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya