Larangan Jualan Rokok Radius 200 Meter Membebani Para Pedagang Pasar

APARSI kecam tindakan Kemenkes

Intinya Sih...

  • APARSI mendesak pemerintah pusat untuk mengkaji ulang PP Nomor 28 Tahun 2024 yang melarang pedagang pasar berjualan rokok dengan radius 200 meter.
  • Peraturan tersebut dianggap ambigu dan dapat merugikan para peritel, serta berpotensi diskriminatif terhadap pedagang yang telah berada di lokasi tersebut.
  • Data menunjukkan penurunan angka prevalensi perokok anak, sementara APARSI fokus pada digitalisasi pasar rakyat untuk meningkatkan pendapatan pedagang.

Semarang, IDN Times - Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) mendesak pemerintah pusat untuk mengkaji ulang pasal-pasal dalam PP Nomor 28 Tahun 2024. Mereka menganggap terdapat sejumlah pasal yang ambigu khususnya melarang para pedagang pasar berjualan rokok dengan radius 200 meter. 

"Kami menyepakati bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terhadap sektor ritel, sepakat bahwa Pasal 434, ayat 1 huruf (d) dan (e) tidak dapat diimplementasikan," ungkap Ketua Umum APARSI, Suhendro, di sela Munas APARSI di Grand Candi Semarang, Kamis (26/9/2024).

Baca Juga: Kebijakan Kemasan Polos Bikin Sulit Bedakan Rokok Legal dan Ilegal

1. PP Nomor 28 pasal 434 rugikan peritel

Larangan Jualan Rokok Radius 200 Meter Membebani Para Pedagang PasarIlustrasi pedagang kaki lima di Bantul.(IDN Times/Daruwaskita)

Lebih lanjut, ia berkata aturan larangan berjualan rokok dengan radius 200 meter dari tempat bermain anak dan satuan pendidikan merupakan hal yang muti tafsir. Sebab tidak dijelaskan detail mana saja titik larangannya.

Artinya, katanya pasal 434 justru jadi celah untuk merugikan para peritel atau pengecer di lapangan. 

“Pertama, terkait definisi dan ruang lingkup satuan pendidikan dan tempat bermain anak serta cara dan metode pengukuran 200-meter tidak dijelaskan secara detil dan bersifat multi-tafsir. Dengan demikian pasal ini menjadi celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan praktik-praktik yang merugikan peritel di lapangan,” papar Suhendro.

2. Pedagang pasar butuh pemberdayaan

Larangan Jualan Rokok Radius 200 Meter Membebani Para Pedagang PasarPj Gubernur Sulawesi Selatan, Zudan Arif Fakrulloh, meninjau Pasar Pannampu, Makassar, Minggu (22/9/2024). (Dok. Humas Pemprov Sulsel)

Tak cuma itu saja, menurutnya melarang berjualan rokok dengan ketentuan pasal 434 berpotensi menimbulkan diskriminatif terhadap pedagang dan peritel yang telah berada di lokasi tersebut.

Di sisi lain, yang paling dibutuhkan pedagang pasar adalah pemberdayaan untuk meningkatkan potensi pengembangan pasar tradisional menuju pasar rakyat digital. "Bukan semakin ditekan dengan peraturan yang mustahil diterapkan di lapangan dan justru dapat mengancam keberlangsungan usaha pedagang kecil,” ujarnya.

3. Kemendag terima aduan sejumlah pedagang

Larangan Jualan Rokok Radius 200 Meter Membebani Para Pedagang Pasar

Sementara, Moga Simatupang, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag menuturkan PP No 28 tahun 2024 yang memang dibuat dengan konsep Omnibus Law yang mana menggabungkan semua pengaturan termasuk pengamanan zat adiktif yang di dalamnya terkait zonasi penjualan dengan radius 200 meter. 

"Kami sudah menerima pengaduan dari beberapa pelaku usaha dan beberapa kementerian sudah membahas. Silahkan disampaikan pada Kemenko Perekonomian untuk dibahas lebih lanjut, karena ini kan inisiatornya Kemenkes," akunya.

Suhendro menekankan produk tembakau dan rokok elektronik adalah barang legal yang berkontribusi terhadap pendapatan pedagang dan penerimaan negara. Oleh sebab itu pengaturan yang berkaitan dengan sektor perdagangan, baik PP maupun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) kiranya selalu melibatkan pedagang dan Kementerian pembina sektor. 

“Harapan kami pedagang dapat menjual produk tembakau dan rokok elektronik demi keadilan berusaha. Kami siap berkolaborasi untuk menekan angka perokok pemula dan mencari jalan tengah agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dari regulasi yang ada seperti dampak larangan zonasi 200 meter,” tegasnya.

4. APARSI butuh dukungan pemerintah

Larangan Jualan Rokok Radius 200 Meter Membebani Para Pedagang Pasar

Adapun data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan bahwa angka prevalensi perokok anak sudah turun dari 9,1 persen pada tahun 2018 menjadi 7,4 persen di tahun 2023 melebihi target yang telah ditetapkan pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu 8,7 persen.

Di era digital saat ini, APARSI fokus mendorong digitalisasi pasar serta menghubungkan pasar-pasar tradisional di seluruh Indonesia dengan meningkatkan manajemen pasar melalui penerapan sistem e- retribusi.

"Untuk mewujudkan digitalisasi puluhan ribu pasar rakyat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia kolaborasi adalah hal yang mutlak dilakukan dan dalam praktiknya membutuhkan sinergitas dengan kementerian dan lembaga negara, swasta, elemen masyarakat dan seluruh stakeholder pasar rakyat. Digitalisasi pasar rakyat akan terus dilanjutkan baik untuk elektronik retribusi dan e-commerce untuk peningkatan pendapat para pedagang dan PAD para pengelola pasar,” kata Suhendro.

Moga pun berharap APARSI dapat menjadi mitra pemerintah, berperan dalam merevitalisasi pasar hingga memonitori stok kebutuhan barang agar tidak terjadi disparitas harga, termasuk barang komoditas pertanian.

Baca Juga: Polda Jateng Kini Punya Ditsiber, Irjen Ribut Perintahkan Kerja Efektif

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya