Tren Dark Tourism: Menjelajahi Sejarah Kelam, Merajut Peluang Ekonomi

Mengubah perspektif wisatawan melalui dark tourism

Intinya Sih...

  • Dark tourism mengajak wisatawan untuk menyelami sejarah kelam dan tragedi yang meninggalkan jejak mendalam di Indonesia.
  • Fenomena dark tourism berkembang di Indonesia karena minat wisatawan terhadap sejarah tragis dan potensi ekonominya yang besar.
  • Pengembangan dark tourism harus menjaga keseimbangan antara promosi pariwisata dan penghormatan terhadap sejarah serta korban.

Semarang, IDN Times - Di balik gemerlapnya destinasi wisata alam dan budaya yang memanjakan mata dan hati, Indonesia menyimpan sisi lain dari pariwisata yang kini tengah menarik perhatian, yaitu Dark Tourism. Jenis wisata itu mengajak pengunjung untuk menyelami sejarah kelam, tragedi, dan peristiwa menyedihkan yang meninggalkan jejak mendalam.

Destinasi seperti Desa Trunyan di Bali, Goa Belanda dan Jepang di Bandung, Kapal PLTD Apung di Aceh, Museum Sisa Hartaku di Yogyakarta, hingga Lawang Sewu di Semarang menjadi contoh-contoh nyata. Meskipun menawarkan wawasan sejarah yang mendalam, dark tourism juga memunculkan berbagai pertanyaan tentang etika dan dampak ekonominya, yang harus dijawab dengan bijaksana.

Menyusuri Jejak Tragedi

Tren Dark Tourism: Menjelajahi Sejarah Kelam, Merajut Peluang EkonomiPotret Situs Taman Purbakala Pugung Raharjo Lampung Timur (instagram/tamam_purbakala)

Dark tourism, yang juga dikenal sebagai wisata tragedi, telah menjadi fenomena yang semakin populer di Indonesia. Istilah itu pertama kali diperkenalkan oleh John Lennon dan Malcolm Foley dalam buku Dark Tourism: The Attraction of Death and Disaster pada tahun 1996. Dark tourism bukanlah tentang mengunjungi tempat-tempat gelap secara harfiah, melainkan berwisata ke lokasi-lokasi yang memiliki sejarah kelam atau tragedi masa lalu.

Di Indonesia, dark tourism berkembang seiring meningkatnya minat wisatawan terhadap sejarah tragis dan keinginan merasakan langsung atmosfer di lokasi-lokasi tersebut. Tempat-tempat tersebut tidak hanya memberikan kesan menakutkan, tetapi juga memiliki potensi ekonomi yang besar. Pada tahun 2021, sebuah penelitian yang diterbitkan di International Hospitality Review menunjukkan bahwa dark tourism telah melahirkan lebih dari 900 tempat wisata di 112 negara. Banyak negara, termasuk Indonesia, mulai mengembangkan jenis wisata tersebut karena potensi ekonominya yang menjanjikan.

Akademisi Universitas Lampung (Unila), Prof Risma Margharetha Sinaga menekankan bahwa potensi dark tourism di Indonesia sangat besar, meski masih banyak yang belum dikelola secara optimal.

“Di Lampung Timur, misalnya, kita memiliki Situs Pugung Raharjo yang kaya akan sejarah dan mitos, serta Situs Megalitikum Batu Bedil di Tanggamus. Semua ini bisa menjadi destinasi wisata menarik, tetapi sayangnya belum dikelola dengan baik,” ungkapnya yang merupakan dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Sejarah Unila itu kepada IDN Times, Sabtu (31/8/2024).

Ia juga menyoroti renovasi beberapa bangunan bersejarah di Lampung yang mengabaikan bentuk aslinya, sehingga mengikis nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Hal itu menegaskan pentingnya perhatian khusus dalam pengembangan destinasi dark tourism, baik dari segi promosi maupun pelestarian sejarah.

Menggali Peluang dan Menghadapi Tantangan

Tren Dark Tourism: Menjelajahi Sejarah Kelam, Merajut Peluang EkonomiIlustrasi wisatawan. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dark tourism tidak hanya menarik bagi mereka yang tertarik pada sejarah dan tragedi, tetapi juga menawarkan potensi ekonomi yang signifikan, terutama bagi daerah-daerah dengan situs-situs bersejarah.

Di Indonesia, provinsi seperti Lampung yang kaya akan tempat bersejarah memiliki potensi besar untuk mengembangkan dark tourism. Pada tahun 2023, Lampung mencatat lebih dari 13 juta wisatawan, melampaui target Rencana Pembangunan Daerah yang hanya 5 juta wisatawan. Sayangnya, potensi tersebut belum digarap maksimal.

Dosen Pariwisata dari Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Rahmattullah Harianja, menekankan pentingnya storytelling dalam pengembangan dark tourism.

“Tidak cukup hanya mengenalkan tempat-tempat bersejarah. Harus ada cerita menarik yang membingkai sejarah tersebut sehingga dapat menarik minat wisatawan,” ucapnya.

Dengan pendekatan yang tepat, dark tourism tidak hanya meningkatkan pendapatan daerah tetapi juga berperan dalam melestarikan warisan budaya dan sejarah. Namun, pengembangan dark tourism tidak tanpa tantangan.

Tantangan terbesarnya adalah menjaga keseimbangan antara potensi ekonomi dan sensitivitas terhadap perasaan korban serta keluarga mereka. Tanpa pengelolaan yang bijak, dark tourism berisiko menjadi eksploitasi tragedi yang hanya berfokus pada keuntungan ekonomi semata.

Penghormatan atau Komersialisasi?

Tren Dark Tourism: Menjelajahi Sejarah Kelam, Merajut Peluang EkonomiMuseum Mini Sisa Hartaku (instagram.com/awkarin)

Etika menjadi isu krusial dalam pengembangan dark tourism. Mengunjungi tempat-tempat yang menjadi saksi bisu dari kematian dan tragedi besar menimbulkan pertanyaan moral, terutama mengenai bagaimana menghormati korban dan peristiwa yang diabadikan.

Pengamat pariwisata dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Ike Janita Dewi, menekankan jika dark tourism harus diiringi dengan refleksi mendalam terhadap tragedi yang terjadi.

“Dark tourism bukanlah hal yang salah, tetapi harus diiringi dengan refleksi mendalam terhadap peristiwa yang terjadi,” tuturnya, Jumat (30/8/2024).

Contoh menarik adalah Museum Sisa Hartaku di Yogyakarta, yang memamerkan sisa-sisa erupsi Gunung Merapi. Lokasi ini juga merupakan tempat tinggal terakhir Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi yang gugur saat erupsi tahun 2010. Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (GIPI DIY), Bobby Ardyanto Setyo Ajie menegaskan, tempat-tempat seperti itu memiliki potensi besar, tetapi harus dikelola dengan profesional dan sensitif.

“Penataan yang baik dan narasi yang kuat sangat penting untuk menjaga nilai sejarah dan etika dalam pengelolaannya,” akunya.

Tanpa penanganan yang hati-hati, dark tourism bisa berubah menjadi komersialisasi yang mengabaikan makna sejarah dan perasaan korban. Beberapa situs bersejarah di Indonesia mulai kehilangan makna aslinya karena terlalu fokus pada aspek wisata daripada pelestarian sejarah.

Antara Ketertarikan dan Ketidaknyamanan

Pandangan masyarakat lokal dan wisatawan terhadap dark tourism beragam. Beberapa wisatawan tertarik pada cerita mistis atau mitos yang berkembang di lokasi dark tourism, sementara yang lain datang untuk mendalami sejarah dan memahami konteks tragedi yang terjadi.

Dark tourism kini diakui sebagai bentuk wisata yang unik dan menarik, terutama bagi generasi milenial Indonesia. Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai mengenali dan menghargai sejarah kelam sebagai bagian dari identitas dan warisan budaya. Banyak destinasi dark tourism di Indonesia berfungsi tidak hanya sebagai pengingat tragedi, tetapi juga sebagai pusat edukasi dan informasi tentang bencana dan peristiwa penting di masa lalu.

Rahmattullah Harianja kembali menekankan pentingnya memadukan kedua sisi tersebut dalam pengembangan dark tourism agar destinasi tersebut dapat menarik berbagai jenis wisatawan. Sebab, tidak semua orang merasa nyaman dengan konsep dark tourism.

Beberapa merasa terganggu atau tidak nyaman ketika mengunjungi tempat-tempat yang berkaitan dengan kematian atau tragedi. Hal tersebut menunjukkan perlunya penanganan yang hati-hati dan penuh hormat dalam mempromosikan dan mengelola destinasi dark tourism.

Tren Dark Tourism: Menjelajahi Sejarah Kelam, Merajut Peluang EkonomiLawang Sewu (unsplash.com/MUHAMMAD FAJRI YOANDHIKA)

Lawang Sewu di Semarang merupakan contoh sukses dark tourism yang menarik. Sebagai bekas kantor jawatan perkeretaapian yang telah direstorasi pada tahun 2011, Lawang Sewu memiliki sejarah yang kuat, khususnya terkait penggunaan ruang bawah tanahnya sebagai penjara bagi tawanan perang.

Pihak pengelola sering mengadakan acara dan sosialisasi tentang heritage di Lawang Sewu, menjadikannya semakin menarik bagi wisatawan. Contohnya adalah night tour yang menjadi daya tarik baru, terutama bagi kalangan remaja saat musim liburan. Manajer Historical Museum Building and Museum KAI Wisata, Otnial Eko mengatakan, program night tour bertujuan untuk menarik minat wisatawan dengan menawarkan pengalaman yang berbeda.

“Kami mengonsep acara wisata malam untuk menghilangkan kesan angker di Lawang Sewu dan menonjolkan sisi sejarahnya,” katanya.

Meskipun program seperti night tour dapat membantu mengubah persepsi negatif tentang situs bersejarah itu, penting untuk diingat bahwa dark tourism harus diiringi dengan edukasi dan penghormatan terhadap sejarah serta korban.

Salah satu contoh bagaimana dark tourism dapat memberikan pengalaman edukatif sekaligus menyenangkan adalah kunjungan Branson Hee, seorang atlet muda bulu tangkis asal Malaysia, ke Lawang Sewu. Usai bertanding di ajang 8th Asian School Badminton Championship (ASBC) 2024, Branson bersama puluhan atlet lainnya diajak dalam sebuah program budaya oleh panitia yang memperkenalkan situs-situs wisata utama di Semarang, termasuk Lawang Sewu.

“Saya sangat senang bisa mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Semarang bersama teman-teman dari negara lain. Ini adalah pengalaman yang sangat menyenangkan,” ujarnya pada Minggu, (1/9/2024).

Kunjungan itu menunjukkan bagaimana dark tourism dapat menjadi sarana efektif untuk mengedukasi wisatawan internasional tentang sejarah lokal, sekaligus menciptakan kenangan yang berkesan.

Menjaga Keseimbangan untuk Pelestarian dan Komersialisasi

Tren Dark Tourism: Menjelajahi Sejarah Kelam, Merajut Peluang EkonomiPotret wisatawan di Pantai Nyanyi, Bali (IDN Times/Dewi Suci)

Kesuksesan dark tourism sangat bergantung pada pengelolaan dan pelestarian situs-situs bersejarah. Sering kali, pelestarian sejarah bertentangan dengan upaya komersialisasi, yang bisa mengarah pada hilangnya nilai historis situs-situs tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pengelola dan pemerintah daerah memastikan bahwa dark tourism tidak hanya menjadi alat komersialisasi, tetapi juga sarana refleksi dan pembelajaran dari sejarah.

Di Lampung, pemerintah daerah menunjukkan komitmen mendukung pengembangan dark tourism. Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, Bobby Irawan, menegaskan bahwa pihaknya siap bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan destinasi dark tourism di wilayah tersebut.

“Kami mendorong pengembangan destinasi wisata yang memiliki nilai sejarah ini sehingga dapat menarik lebih banyak wisatawan ke Lampung,” jelasnya. 

Meski demikian, dukungan pemerintah harus diiringi dengan tindakan nyata dalam pelestarian situs-situs bersejarah. Beberapa situs di Lampung telah mengalami renovasi tanpa mempertimbangkan nilai sejarah yang sebenarnya, mengakibatkan hilangnya integritas situs-situs tersebut. Pengelolaan dark tourism harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengabaikan pelestarian sejarah demi keuntungan ekonomi semata.

Tren dark tourism di Indonesia menawarkan peluang besar untuk meningkatkan perekonomian lokal dan memperkaya pengalaman wisatawan. Potensi tersebut hanya dapat diwujudkan jika pengelolaannya dilakukan dengan penuh sensitivitas dan kehati-hatian. Pengembangan destinasi dark tourism harus menjaga keseimbangan antara promosi pariwisata dan penghormatan terhadap sejarah serta korban.

Indonesia memiliki banyak tempat dengan sejarah kelam yang dapat menjadi destinasi dark tourism menarik. Namun, untuk mencapai potensi maksimalnya, diperlukan upaya serius dari berbagai pihak—baik pemerintah, pelaku industri, maupun masyarakat lokal—untuk memastikan tempat-tempat ini tidak hanya menjadi objek wisata, tetapi juga situs refleksi dan pembelajaran.

Dalam mengembangkan dark tourism, penting untuk menjaga integritas sejarah dan memastikan bahwa tragedi masa lalu dihormati dengan cara yang tepat. Dengan pendekatan yang bijak, dark tourism dapat menjadi sarana refleksi, pembelajaran, dan penghormatan terhadap masa lalu, sekaligus berkontribusi pada perekonomian lokal dan pelestarian budaya.

Baca Juga: Dark Tourism Lampung perlu Story Telling Menarik, Pikat Wisatawan

Tren Dark Tourism: Menjelajahi Sejarah Kelam, Merajut Peluang Ekonomi

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya