Dor... Wanita Dalang Wayang Tumbang di Hutan Plumbon saat G30S PKI

Asrori salah satu saksi hidup

Semarang, IDN Times - Asrori mulai beranjak dewasa saat tragedi berdarah 30 September 1965 meletus. Hari sudah larut malam saat ia tergopoh-gopoh menuju pinggir Hutan Plumbon. 

Rombongan tentara berpakaian loreng-loreng yang naik sebuah truk sekelebat masuk ke dalam hutan. Asrori yang saat itu berusia 15 tahun melihat dengan jelas tatkala 12 orang dibawa paksa menuju sebuah lubang.

"Tangannya diikat begini. Yang bawa itu RPKAD, pakaiannya loreng-loreng jadi orang kampung sudah hafal," kata Asrori kepada IDN Times di rumahnya, sembari memperagakan kedua jempol diikat dengan gerakan tubuh membungkuk.

1. Moetiah merupakan dalang wanita dari Kendal. Dia dikubur di Hutan Plumbon

Dor... Wanita Dalang Wayang Tumbang di Hutan Plumbon saat G30S PKIPagelaran kesenian wayang kulit yang dibubarkan, IDN Times/ istimewa

Memorinya sangat tajam saat mengingat detik-detik ke-12 orang yang diberondong tembakan di tengah hutan Plumbon. Dari 12 orang itu, Asrori melihat sosok seorang perempuan.

"Itu Bu Moetiah. Perempuannya satu dan lainnya laki-laki semua," akunya.

Asrori kenal baik dengan Moetiah. Semasa hidupnya, kata Asrori, Moetiah seingatnya merupakan wanita yang dianggap sakti. 

Moetiah tinggal di Patebon, Kendal. Moetiah menurut Asrori awalnya ikut membantu tiap kali ada pagelaran wayang kulit. Lama-kelamaan, Moetiah didampuk jadi dalang wayang kulit.

"Daerah Patebon itu kan banyak dalangnya. Ya terkenalnya sakti-sakti orangnya. Bu Moetiah itu dari awalnya bantu-bantu, terus jadi dalang wayang kulit. Kan kayak gitu sudah biasa waktu itu," terangnya.

Baca Juga: Kuburan Massal Korban G30S Plumbon Jadi Situs Warisan Dunia

2. Saat G30S, suasana Kampung Plumbon mencekam

Dor... Wanita Dalang Wayang Tumbang di Hutan Plumbon saat G30S PKISuasana Kampung Plumbon Kidul Semarang. IDN Times/Fariz Fardianto

Saat Moetiah dan 11 orang lainnya diberondong tembakan oleh tentara, ia dapat merasakan suasana kampungnya yang amat mencekam. Perangkat kelurahan melarangnya mendekat. "Ojo metu seko omah. Mengko keno sasaran tembak," begitu kata lurah saat itu seperti ditirukan Asrori dengan logat Jawa kental.

"Waktu itu saya habis angon kebo. Kira-kira jam sebelas malam, ada dua belas orang dibawa ke hutan. Mereka diminta ikut upacara. Yang saya lihat pas itu 12 orang disuruh berdiri di pinggir lubang lebarnya dua meter, kedalamannya juga dua meter. Jam dua belas persiapan, jam satu malam terdengar tembakan. Dor dor dor," urainya.

3. Sukar dan dua pemuda diminta menguruk kuburan di Hutan Plumbon

Dor... Wanita Dalang Wayang Tumbang di Hutan Plumbon saat G30S PKISebuah plakat dipasang sebagai penanda kuburan korban G30S di Plumbon Semarang. IDN Times/Fariz Fardianto

Tak lama kemudian, teman sebayanya yang bernama Sukar dan dua pemuda lainnya diminta oleh tentara untuk menguruk lubang yang sudah berisi mayat 12 orang tersebut. Wujudnya cukup mengenaskan. 

Asrori melihat darah segar bercucuran. Penampakan mayat yang terpendam jadi satu di sebuah lubang terus diingatnya sampai sekarang.

"Semuanya langsung meninggal. Bu Moetiah juga meninggal di situ. Lubang kuburannya yang menguruk ya Sukar, Parimin dan satu orang lagi. Tapi sekarang, tiga teman saya itu sudah meninggal semua. Terakhir Pak Sukar meninggal Agustus kemarin, karena dia sudah tua usianya 78 tahun dan sering sakit-sakitan," kata bapak enam anak dan 16 cucu tersebut seraya menghela napas dalam-dalam.

Belakangan diketahui 12 orang yang terbunuh di Hutan Plumbon merupakan korban yang dituduh terlibat peristiwa G30S. 

4. Kini tinggal Asrori yang jadi saksi hidup tragedi berdarah G30S

Dor... Wanita Dalang Wayang Tumbang di Hutan Plumbon saat G30S PKIAsrori saat berdiri di depan rumahnya. IDN Times/Fariz Fardianto

Diakuinya kini tinggal dirinya seorang yang jadi saksi hidup tragedi berdarah G30S. Hutan Plumbon yang jadi tempat terbunuhnya 12 orang juga masih lestari sampai sekarang.

Asrori mengatakan pasca tragedi G30S, situasi di kampungnya relatif tenang. Warga tak ada yang panik.

Sebagai warga asli di Kampung Plumbon Kidul RT 06, Kelurahan Wonosari, Tugu Semarang, kondisi kampungnya saat ini juga terbilang kondusif. Tak ada hal-hal mencolok tiap kali peringatan G30S.

"Kampung sini masih tenang. Cuma memang setiap ada peringatan G30S, ada beberapa polisi dan dari Koramil datang nengok ke kuburan Plumbon. Dikontrol rutin aja. Tadi pagi juga ada tentara yang kontrol ke lokasi kuburan," ujarnya.

Ia bilang sepeninggal rekan sejawatnya seperti Sukar dan Parimin, dirinya mengaku siap jika sewaktu-waktu diminta menggantikan tugas membersihkan makam korban tertuduh G30S di Hutan Plumbon. "Gak apa-apa kalau disuruh bersih-bersih,".

5. Asrori masih giat mencangkul sawah di usianya 68 tahun

Dor... Wanita Dalang Wayang Tumbang di Hutan Plumbon saat G30S PKIIlustrasi pertanian (IDN Times/Rochmanudin)

Di usianya yang menginjak angka 68 tahun, Asrori masih sangat bugar. Masa tuanya saat ini dihabiskan dengan berkebun di samping rumahnya.  Kedua tangannya masih gesit mengayunkan cangkul di sawah. 

"Sehari-hari saya nyangkul sawah di situ. Soalnya kan sekarang tanamannya mulai subur. Hawanya sudah gak sepanas biasanya," tuturnya. 

Di belakang rumahnya, kambing piaraannya pun telah beranak pinak. Total kini sudah ada sembilan ekor kambing. 

Ia berharap setelah tragedi berdarah G30S, masyarakat tak perlu lagi mengungkitnya. Peristiwa memilukan tersebut biarlah menjadi kenangan bagi bangsa Indonesia.

"Sing uwes yo uwes (yang sudah berlaku ya sudah). Kejadian yang dulu-dulu biar kita orang-orang tua yang mengalaminya. Kan sudah puluhan tahun," pungkasnya.

Baca Juga: Jejak Panjang Sekolah Watak Bentukan Tan Malaka di Semarang

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya