Minim Pendampingan Hukum, Jangan Terulang Pemakaman Penghayat Ditolak

Kejadiannya muncul 2018 silam

Semarang, IDN Times  - Sebanyak 84.471 warga aliran kepercayaan di Jawa Tengah saat ini membutuhkan fasilitas pendidikan yang memadai. Dari data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) setempat, rata-rata anak dari warga aliran kepercayaan alias penganut penghayat masih mendapat akses pendidikan yang terbatas. 

 

1. Jumlah penyuluh pendidikan khusus penghayat masih sedikit

Minim Pendampingan Hukum, Jangan Terulang Pemakaman Penghayat DitolakUSBN. Septian di antara siswa lain saat mengikuti USBN mapel Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di SMPN 3 Gandrungmangu, Cilacap. Ia mengerjakan lembar soal mapel Kepercayaan itu seorang diri, sementara siswa lainnya di kelas sama mengerjakan lembar soal mapel Pendidikan Agama. Foto oleh Irma Mufikah/Rappler

Agung Kristiyanto, Kepala Bidang Pembinaan Kebudayaan Disdikbud Jateng, menuturkan akses pendidikan bagi warga penghayat selama ini masih sebatas diberikan oleh para penyuluh yang didatangkan dari berbagai daerah. Menurutnya jumlah penyuluh pendidikan penghayat sangat timpang apabila dibanding dengan populasi warga penghayat yang ada saat ini. 

"Kami mendata di setiap kabupaten dan kota cuma ada seorang tenaga penyuluh pendidikan khusus penghayat. Padahal kan warga penghayat yang kita data saat ini sudah sebanyak 84.471 orang. Mereka itu tergabung dalam 56 organisasi penghayat," ujar Agung kepada IDN Times, Jumat (7/2). 

Baca Juga: 450 Penganut Sapta Darma di Semarang Sudah Dapat e-KTP Penghayat

2. Penghayat paling banyak dari aliran Sapta Darma

Minim Pendampingan Hukum, Jangan Terulang Pemakaman Penghayat DitolakPexels/Prasanth Inturi

Ia menjelaskan warga penghayat terbanyak selama ini merupakan pengikut dari aliran Sapta Darma. Jumlahnya, kata Agung mencapai 4.136 orang. 

Kemudian ia juga menemukan ada pengikut aliran Roso Sejati di Blora sebanyak 350 orang. Lalu pengikut aliran Pramono Sejati di Pati sekitar 200 orang. 

"Yang lainnya masih banyak lagi. Karena Jawa Tengah kan penduduknya sangat padat, tentunya yang menganut berbagai macam aliran penghayat juga sangat banyak. Dari data yang kita miliki, mereka kebanyakan tinggal di Pantura timur, Pantura barat, sebagian Solo Raya sama Magelang," jelasnya. 

Baca Juga: Mengenal Dewi Kanti, Penghayat Sunda Wiwitan di Komnas Perempuan

3. Honor penyuluh penghayat masih minim

Minim Pendampingan Hukum, Jangan Terulang Pemakaman Penghayat DitolakPexels.com/周 康

Lebih lanjut, ia menyampaikan pihaknya punya kewenangan memberikan akses pendidikan bagi warga penghayat karena secara petunjuk pelaksanaanya (juklak) sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 27 Tahun 2016.

Hanya saja, kendala yang dihadapi ialah minimnya honor yang diterima para penyuluh. "Mekanismenya nanti pengajuan honornya dari masing-masing sekolah. Mereka yang mendanai honornya penyuluh pendidikan khusus penghayat. Kami sudah memberi fasilitasi bagi penghayat sesuai juklak Permendiknud. Tapi memang peruntukannya selama ini baru untuk snake penghayat yang sekolah di SMA dan SMK," akunya. 

4. Warga penghayat rentan terkena diskriminasi. Salah satunya makamnya ditolak warga

Minim Pendampingan Hukum, Jangan Terulang Pemakaman Penghayat Ditolak(Ilustrasi makam) IDN Times/Vanny El Rahman

Sementara itu, Dwi Setiyani Utami, Ketua Puan Hayati, menganggap warga penghayat masih rentan terkena diskriminasi lantaran minimnya pendampingan hukum dari pemerintah. 

Dwi mengatakan pada 2018 silam, pihaknya menemukan prosesi pemakaman warga penghayat yang ditolak oleh warga. Kejadian itu muncul di Kabupaten Jepara dan Brebes.

Ia menduga stigma yang kadung melekat sejak puluhan tahun justru memperparah keadaan.  

"Masih ada pemakaman warga penghayat yang ditolak warga. Kasusnya muncul di Brebes sama Jepara. Karena kita sejak bertahun-tahun mengalami diskriminasi oleh negara. Akhirnya masyarakat memandang kita dengan stigma-stigma yang negatif. Ini hambatan yang terus kita hadapi saat berbaur dengan masyarakat. Kita semua harus memperbaiki paradigma yang seperti ini karena warga penghayat juga punya hak yang sama dengan warga lainnya," pungkasnya. 

Baca Juga: Setahun Terakhir 911 Warga Penghayat Kantongi e-KTP, Ini Sebarannya

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya