Susteran Gedangan Jadi Tempat Belajar Keberagaman di Semarang

Susteran Gedangan punya nilai historis yang tinggi

Semarang, IDN Times - Tempatnya yang hanya selemparan batu dari Gereja Santo Yusuf Gedangan membuat orang-orang yang lewat selalu memandangnya lekat-lekat. Bangunan gedung Susteran Gedangan memang selalu menarik perhatian.

Selain ornamennya yang kental dengan nuansa kolonial Belanda, Susteran Gedangan juga menjadi saksi perjuangan Monsinyur Soegijapranata selama masa pendudukan Jepang. 

Dan di hari ini, Minggu (1/10/2023), sejumlah anak mengikuti kegiatan bertajuk Semarang Damai Keempat atau Semai #4. Tujuannya demi meningkatkan kepedulian terhadap sesama. 

Kegiatan itu diinisiasi EIN Institute, Ikatan Karya Hidup Rohani Antar Religius (IKHRAR), Persaudaraan Lintas Agama (Pelita), dan EduHouse serta disupport Marifood.

Mereka datang ke Susteran Gedangan dengan kostum serasi. Warnanya merah muda. Tulisan pada bajunya Semaikan Cinta dalam Keberagaman. 

Kedatangan anak-anak ke Susteran Gedangan tentunya jadi sebuah momen yang spesial. Apalagi, setiap anak memiliki agama yang berbeda-beda ada yang Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu, juga warga penghayat kepercayaan. Asal usul sekolahnya pun beragam. 

Baca Juga: Kado Natal Terindah Bagi Para Suster Lansia di Pondok Susteran Semarang

Mengenal sosok Santo Fransiskus dan Suster Magdalena Daemen

Susteran Gedangan Jadi Tempat Belajar Keberagaman di SemarangSejumlah anak menyimak materi pembelajaran mengenai kehidupan suster OSF di Susteran Gedangan Semarang. (IDN Times/Dok Semai #4)

Seorang anggota komunitas Suster OSF Gedangan, Suster Franciana, menyambut mereka dengan hangat sebelum melepas mereka ke pos-pos belajar. 

Dengan panduan para suster OSF, anak-anak mendalami sejarah bangunan Susteran Gedangan. Lalu belajar mengenal riwayat hidup Santo Fransiskus dan Suster Magdalena Daemen yang mendirikan OSF, serta seluk-beluk kehidupan para biarawati.

2. Berkesempatan lihat langsung replika kapal dan museum rumah studi OSF

Susteran Gedangan Jadi Tempat Belajar Keberagaman di SemarangSalah satu sudut museum suster OSF yang letaknya di kompleks Gedung Susteran Gedangan Semarang menampilkan replika kelahiran Yesus Kristus. (IDN Times/Dok Semai #4)

Anak-anak juga melihat replika kapal Jacoba Cornelia yang dulu dinaiki sebelas orang suster OSF pertama yang datang dari Belanda ke Semarang tahun 1870. Kemudian mereka dipandu mengelilingi museum Rumah Studi Misi OSF. 

Selama di Susteran Gedangan, sejumlah anak leluasa melihat dengan detail benda bersejarah, gambar, memorabilia yang menggambarkan perjalanan misi para suster OSF. Mulai misi bidang pendidikan, kesehatan, maupun layanan sosial. 

Setelahnya, setiap kelompok anak membuat vlog masing-masing yang menceritakan ulang semua mateir yang telah mereka pelajari dari pos-pos belajar.

Mari membuat Dunia lebih indah

Susteran Gedangan Jadi Tempat Belajar Keberagaman di SemarangPuluhan anak yang mengikuti kegiatan Semarang Damai berfoto di salah satu ruangan Gedung Susteran Gedangan Semarang. (IDN Times/Dok Semai #4)

Suster Franciana OSF berpesan bahwa anak-anak harus menjaga persahabatan di tengah keberagaman.

“Kita semua mendapatkan panggilan untuk berbuat baik kepada sesama, dan dengan iman terhadap penyelenggaraan ilahi, mari bekerja dengan gembira untuk membuat dunia ini lebih indah," kata Suster Franciana.

Ada nilai luhur suster OSF

Susteran Gedangan Jadi Tempat Belajar Keberagaman di SemarangSejumlah suster sepuh terlihat duduk di kursi roda sembari memainkan angklung untuk merayakan Natal. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Koordinator Persaudaraan Lintas Agama (Pelita), Setyawan Budy berkata rata-rata anak yang menyambangi Susteran Gedangan berusia 10--13 tahun. 

Sebenarnya, menurut Wawan, sapaan akrabnya, betapa pentingnya warga Semarang merawat perdamaian dan kebhinnekaan. Terutama pas menjelang Pemilu 2024.

“Pemilu sudah tinggal beberapa bulan lagi. Kita semua perlu terus mengeratkan jalinan persahabatan, agar Semarang bisa menjadi contoh wujud nyata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis," kata Wawan. 

Ketua IKHRAR Rayon Semarang Heri Irianto, mengaku tema tahun ini belajar nilai-nilai luhur dalam tradisi membiara para suster Ordo Santo Fransiskus atau OSF. 

"Di situ ada nilai pengabdian kepada orang-orang yang miskin, kepedulian pada lingkungan hidup, juga sikap gembira dalam bekerja yang dilandasi kepercayaan akan penyelenggaraan ilahi,” terang Heri. 

“Di acara ini, anak-anak akan belajar berkenalan dekat dengan kawan-kawan yang berbeda agama dan kepercayaan. Mereka juga akan belajar tentang tradisi spiritual yang jarang diberitakan. Meski materi yang dipelajari sebetulnya berat, tapi penyampaiannya dibuat ringan dan seru. Ini akan membantu anak-anak itu lebih paham tentang keberagaman," tambah Ellen Nugroho, Direktur Eksekutif EIN Institute.

Baca Juga: Suhu Udara Semarang Tembus 37 Derajat, Batasi Kegiatan Luar Ruangan!

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya