Drainase Mampet jadi Penyebab Banjir di Solo: Bukan Luapan Sungai

Curah hujan tinggi dan drainase buruk jadi penyebab.

Surakarta, IDN Times - Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWS BS) membantah jika penyebab banjir di Kota Solo yang terjadi pada Kamis (16/2/2023) disebabkan oleh luapan sungai Bengawan Solo.

1. Banjir bukan dari luapan Sungai Bengawan Solo

Drainase Mampet jadi Penyebab Banjir di Solo: Bukan Luapan SungaiRapat evaluasi banjir di BBWS Solo. (IDN Times/Larasati Rey)

Kepala BBWS BS, Maryadi Utama mengatakan bahwa penyebab banjir yang terjadi di Kota Solo akibat dibukanya pintu air waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, adalah benar. Ia menegaskan, jika Waduk Gajah Mungkur bukan satu-satunya penyebab utama banjir di Kota Solo.

"Banjir di Solo ini bukan merupakan luapan sungai Bengawan Solo, sekali lagi ini bukan luapan sungai Bengawan Solo. Ini merupakan drainase-drainase yang di dalam Kota Solo itu tidak bisa menampung kapasitas air hujan pada saat itu," ujarnya saat ditemui di kantor BBWS BS, Senin (20/2/2023).

Maryadi mengatakan, jika pihaknya akan bekerja sama dengan DPU PR setempat untuk mengindentifikasi dan melihat saluran drainase-drainase di Kota Surakarta.

"identifikasi dilakukan agar bila terjadi kerjadian seperti banjir kemarin bisa diantisipasi. Dan bagi masyarakat untuk tidak membuang sampah dan harus menjaga lingkungan di bantaran sungai, kita tanami," jelasnya.

Baca Juga: Daftar 16 Daerah di Solo yang Dilanda Banjir, 21 Ribu Warga Mengungsi

2. Pompa air bekerja kejar-kejaran

Drainase Mampet jadi Penyebab Banjir di Solo: Bukan Luapan SungaiBanjir di Joyontakan, Solo. (IDN Times/Larasati Rey)

Lebih lanjut, Maryadi menjelaskan, kejadian banjir terjadi karena debit air di anak sungai Bengawan Solo seperti di Sungai Dengkeng, Sungai Samin yang meluap. Luapan tersebut menyebar ke sejumlah titik sehingga menyebabkan banjir.

Di samping itu, adanya tambahan debit air Waduk Gajah Mungkur dan curah hujan tinggi di hulu menyebabkan air yang masuk ke Sungai Bengawan Solo mengantre, sehingga ikut menyebabkan genangan di beberapa titik yang berlokasi di sekitar Sungai Bengawan Solo dan anak sungai.

"Itu durasi hujan selama 10 jam, upaya kami BBWS Solo aktifkan 15 stasion pompa kita kerahkan selama dua hari kemarin. Memang kita kejar-kejaran karena curah hujan dan lama kita masih kekurangan pemompaannya kapasitas dan keluarannya. Sabtu (18/2/2023) Pagi sudah mengering," ungkapnya.

3. Pembukaan pintu air di Waduk Gajah Mungkur sudah tepat

Drainase Mampet jadi Penyebab Banjir di Solo: Bukan Luapan SungaiPeta lokasi banjir di Kota Solo. (IDN Times/Larasati Rey)

Sementara itu, Plt Direktur Perum Jasa Tirta 1, Milfan Rantawi menjelaskan, jika pihaknya diberi kewenangan mengatur debit air di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. Ia mengaku, efek dari dibukanya pintu air Waduk Gajah Mungkur terhadap banjir di Kota Solo hanya sekitar 15 persen.

"Hanya 15 persen debit air Waduk yang mengalir ke Solo dibanding curah hujan,"katanya.

Milfan menyatakan, Perum Jasa Tirta memiliki rencana tahunan inflow dan outflow debit air di Waduk Gajah Mungkur. Dari catatannya, volume air di Waduk Gajah Mungkur yang tertampung pada tanggal 16 Februari 2023 lalu, sebanyak 425,3 juta meter kubik. Volume tersebut berada di kapasitas siaga kuning. Milfan berdalih jika volume air waduk tidak dikeluarkan akan membahayakan.

"Total air pada saat itu berada di siaga wana kuning, jadi kita harus mengeluarkan sekitar 99 juta meter kubik agar air di warna hijau atau aman," jelasnya.

4. Forecasting negara tropis jadi alasan

Drainase Mampet jadi Penyebab Banjir di Solo: Bukan Luapan SungaiWarga duduk di atas gapura kampung saat banjir di Kampung Joyotakan, Solo, Jawa Tengah, Jumat (17/2/2023). (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Milfan manambahkan, berdasarkan data dari Perum Jasa Tirta I pada 13-- 17 Februari 2023, total air masuk ke waduk mencapai 176 juta meter kubik. Padahal targetnya sebesar 50 juta meter kubik. Sedangkan total air yang dikeluarkan dari waduk mencapai 51 juta meter kubik dan dari data rencana (target) sebesar 7 juta meter kubik.

"Kami menghitung pakai data BMKG dan data kami. Kami menghitung pakai data dari kami namun demikian kelemahan dari kita negara tropis itu khatulistiwa itu confusing. Itu lebih banyak melesetnya dibandingkan dengan negara-negara yang nontropis. Di Indonesia itu memang forecasting itu tidak semudah yang di nontropis, apalagi kita sama-sama dengar dengan adanya climate change," jelasnya.

Baca Juga: Sebanyak 21 Ribu Jiwa Terdampak Banjir di Kota Solo

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya