TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bekal Digitalisasi BRI Fasilitasi Yuli yang Jadul jadi Gaul

UMKM rumahan Semarang yang sukses bertransformasi digital

Pemilik UMKM Mlatiwangi, Yuli Muhawati (54) memilih bahan untuk pembuatan tas wanita di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (13/5/2023). (IDN Times/Dhana Kencana)

Semarang, IDN Times - Teknologi informasi yang masif saat ini dibutuhkan untuk pengembangan bisnis pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Mereka diharapkan bisa beradaptasi secara digital untuk menjangkau lebih banyak pelanggan sehingga meningkatkan pendapatan.

1. Pelaku UMKM sudah gunakan media sosial

ilustrasi media sosial (pexels.com/ Tracy Le Blanc)

Digitalisasi tidak hanya membantu menjangkau lebih banyak pembeli, melainkan bisa membawa bisnis UMKM lokal ke jenjang yang lebih profesional. Salah satu upaya digitalisasi yang bisa dilakukan oleh UMKM adalah dengan memanfaatkan platform toko daring (e-commerce).

Dalam laporan Micro, Small and Medium Enterprises (MSME) Empowerment Report tahun 2022, Kepala Bidang Kemudahan Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), Berry Fauzi mengatakan, UMKM banyak memanfaatkan jaringan lokapasar (marketplace) untuk memasarkan produk mereka. Tren tersebut terjadi sejak pandemik COVID-19, sampai saat ini.

“Sebanyak 40 persen UMKM menggunakan media sosial, 38 persen menggunakan instant messaging, menggunakan e-commerce 13 persen, dan ride hailing 5 persen,” katanya dikutip keterangan resmi, Senin (22/5/2023).

Namun demikian, Berry tak menampik jika banyak pelaku UMKM yang masih terkendala dalam bertransformasi digital. Dari catatannya, berdasarkan survei DSInnovate kepada 1.500 pemilik UMKM, sebanyak 30,9 persen dari mereka masih kesulitan bertransformasi digital.

Baca Juga: Digitalisasi ala Psikombucha Semarang Bikin Sehat Diri dan Bumi

2. Minim literasi tapi mau belajar

Pemilik UMKM Mlatiwangi, Yuli Muhawati (54) menyelesaikan pembuatan tas wanita di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (13/5/2023). (IDN Times/Dhana Kencana)

Hal itu yang dirasakan oleh Yuli Muhawati. Saat awal-awal merintis UMKM kerajinan tangan dengan jenama Mlatiwangi pada tahun 2014, ibu tiga anak itu kesulitan untuk mengadopsi teknologi digital.

Perempuan berusia 54 tahun itu menyadari bahwa dirinya agak tertinggal dan hampir tidak memiliki pengetahuan soal teknologi digital.

Namun, kendala tersebut kini menjadi pengalaman berharga dalam hidupnya. Setelah bergabung dengan komunitas Rumah BUMN BRI, yang berlokasi di Jalan Sultan Agung Nomor 108 Candisari, Semarang, penjualan produk tas UMKM Mlatiwangi meningkat.

"Saya memang tipikalnya ingin terus belajar walaupun orang jadul (jaman dulu/kuno). Awalnya agak kesulitan karena tidak tahu, bagaimana memulai dan menggunakannya. Sekarang sudah tahu ilmunya, soal produk, marketing di media sosial, marketplace dan bikin inovasi-inovasi lain untuk meningkatkan penjualan," katanya saat ditemui IDN Times di tempat usahanya, Jalan Mlatiharjo Raya Tengah Nomor 14 Mlatibaru Semarang. Sabtu (14/5/2023).

3. Bertambah pengetahuan menjadi anggota Rumah BUMN

Pemilik UMKM Mlatiwangi, Yuli Muhawati (kiri) dan anaknya (kanan) memotret produk tas wanita di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (13/5/2023). (IDN Times/Dhana Kencana)

Sejak menjadi anggota dan UMKM mitra binaan BUMN BRI Semarang tahun 2019, perempuan berusia 54 tahun itu mendapatkan banyak ilmu untuk pengembangan bisnis dan penambahan jejaring.

Mulai dari pemanfaatan digital marketing di media sosial, marketplace dan e-commerce. Termasuk juga pelatihan soal perizinan, pendaftaran hak cipta, foto produk, pengelolaan keuangan, dan ekspor impor.

"Namanya merintis usaha, pastinya ingin bisnis berkembang. Saya (tahun 2019) awalnya buka-buka Instagram, ketemu Rumah BUMN BRI di Semarang. Setelah itu saya memberanikan diri ke sana, tanya-tanya, daftar, ikut pelatihan, dan gabung di komunitas mereka, ya bergaul sama yang muda, sepantaran, menyerap ilmu. Free semua," akunya yang juga sebagai ibu rumah tangga setiap hari.

4. Transformasi meningkatkan penjualan Mlatiwangi

Pemilik UMKM Mlatiwangi, Yuli Muhawati (54) mengecek sulam pita pada produk tas wanita di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (13/5/2023). (IDN Times/Dhana Kencana)

Mlatiwangi merupakan UMKM rumahan produsen kerajinan tangan tas wanita, seperti handbag, cluth, sampai dompet.

Penjualan tas Mlatiwangi berbahan serat alam, seperti dari daun pandan, daun pelepah pisang, dan eceng gondok kini berkembang berkat transformasi digital yang perlahan aktif dilakukan Yuli.

Upaya itu membuat pelanggan tas Mlatiwangi yang dijual mulai harga Rp100--500 ribu meluas, tidak terbatas hanya di Kota Semarang. Antara lain terdapat di Jakarta dan sekitarnya, Bali bahkan beberapa negara di Eropa, seperti Belanda.

"Penjualan setiap bulan sekarang sekitar 4--10 tas. Walaupun sedikit, itu sudah lumayan dan semua pembelian hampir 80 persen secara online. Karena tas ini murni kerajinan tangan, satu per satu, benar-benar dibuat mempertimbangkan seni dan kerajinan. Jadi, akurasi, ketelitian, dan detail produk kami jaga," akunya.

Baca Juga: Pekerja UMKM Eboni Klaten Bisa Beli Rumah Sendiri Berkat Digitalisasi

Berita Terkini Lainnya