Menganyam Bisnis Keberlanjutan, Memutar Roda Ekonomi Hijau 

Bank Indonesia dampingi UMKM tas anyaman kulit Rorokenes

BANK Indonesia terus memperkuat kebijakan insentif makroprudensial yang bersifat akomodatif, inklusif, dan berkelanjutan mulai 1 April 2023. Penyempurnaan kebijakan ini untuk meningkatkan pertumbuhan pembiayaan perbankan, khususnya pemulihan kepada sektor prioritas, pembiayaan kepada UMKM melalui KUR, serta pembiayaan berwawasan lingkungan. 

Selain itu, bank sentral di Tanah Air ini juga berupaya mendampingi dan mendorong UMKM untuk memproduksi green product serta menerapkan bisnis keberlanjutan demi terwujudnya ekonomi keuangan hijau untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan moneter. Seperti yang dilakukan Bank Indonesia pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tas kulit anyaman Rorokenes di Kota Semarang, berikut kisahnya.

Bantu pekerja hidup lebih baik sebagai tanggung jawab sosial

Menganyam Bisnis Keberlanjutan, Memutar Roda Ekonomi Hijau Pemilik usaha Tas Rorokenes, Syanaz Nadya Winanto Putri mendampingi pekerjanya untuk mengerjakan tas kulit anyaman. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Dari bibir pintu sebuah ruangan produksi kerajinan tangan tas kulit anyaman tampak sejumlah pekerja tengah sedang menekuni pekerjaannya. Beberapa pekerja laki-laki, ada yang sedang menyetrika kain tenun, ada yang mondar-mandir mengambil bahan kulit dari gudang, ada juga yang sedang menjahit tas dan memasang aksesoris tas.

Sedangkan, para pekerja perempuan di pojok ruangan tengah berjibaku menganyam bahan kulit yang telah dipotong memanjang menjadi lembaran. Sesekali sang pemilik usaha mengontrol pekerjaan para pekerjanya sambil mengarahkan sesuai prosedur produksi.

“Ini kurang rapat mbak, masih ada celah dengan sebelahnya. Tolong dirapatkan lagi ya biar nanti kalau jadi tas nggak gampang kendor anyamannya,” kata Syanaz Nadya Winanto Putri sang pemilik usaha tas kulit anyaman, Rorokenes kepada salah seorang pekerja perempuan, Yuliana.

Dari ruang produksi tas kulit anyaman Rorokenes yang berlokasi di Jalan Bukit Putri No 17, Ngesrep, Banyumanik, Kota Semarang itu, Yuliana tampak fokus dengan pekerjaannya. Tangannya terampil menganyam bahan kulit berwarna abu-abu tua menjadi bahan baku tas. Aktivitas ini dilakukan perempuan berusia 39 tahun itu selama 8 jam per hari dalam 8 bulan terakhir.

Yuliana tak menyangka pertemuannya dengan pemilik usaha tas Rorokenes, Syanaz saat mengikuti pelatihan anyaman yang diselenggarakan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah itu akan membawa kebaikan demi keberlanjutan hidupnya. Pasalnya, saat itu hidup Yuliana sedang hancur, ia mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh sang suami dan atas kejadian itu anaknya yang berusia 10 tahun pun menjadi trauma.

‘’Sebelum bekerja di sini (Rorokenes, red) saya hanya ibu rumah tangga. Tidak bekerja dan sering mendapat kekerasan dari suami. Sampai suatu hari saya diajak mengikuti pelatihan anyaman di Bank Indonesia dan ketemu ibu (Syanaz, red). Lalu, ibu merekrut dan memberikan saya pekerjaan karena nilai pekerjaan saya saat pelatihan bagus,” ungkapnya saat ditemui, Senin (22/5/2023).

Tidak hanya memberikan pekerjaan yang hasilnya bisa untuk menyambung hidup, Yuliana juga mendapat uluran tangan dari Syanaz untuk lepas dari jerat KDRT. Pengusaha di sektor UMKM itu juga mendampingi pekerjanya tersebut pulih dari trauma hingga membantu proses perceraian Yuliana dengan suami.

“Setelah semua masalah saya dengan suami selesai, saya bisa bekerja dengan tenang dan ekonomi keluarga saya kembali berputar. Ibu Syanaz juga membantu biaya pendidikan anak saya di pondok pesantren,” kata ibu satu anak itu.

Upaya mengentaskan Yuliana sebagai pekerja dari penderitaan dan kemiskinan itu merupakan salah satu komitmen Syanaz dalam membangun bisnis tas. Tidak hanya mengejar keuntungan semata, usaha tas anyaman kulit dan tenun berjenama Rorokenes yang berdiri sejak tahun 2014 itu ingin melaksanakan tanggung jawab sebagai industri terhadap lingkungan dan sosial.

Baca Juga: Masih Butuh Usaha Biar UMKM di Jateng Bisa Melek Digital 

Membangun industri tas dengan konsep keberlanjutan

Menganyam Bisnis Keberlanjutan, Memutar Roda Ekonomi Hijau Pekerja Rorokenes sedang menjahit tas untuk pembuatan tas kulit anyaman di ruang produksi yang berlokasi di Jalan Bukit Putri No 17, Ngesrep, Banyumanik, Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)toningrum)

Membangun industri tas dengan konsep keberlanjutan dari hulu ke hilir itu sudah dilakukan Syanaz sejak tahun 2016. Mulai dari memanfaatkan kearifan lokal dan tidak merusak alam dalam menciptakan produk lokal berstandar global hingga memberikan manfaat bagi sesama serta menyejahterakan masyarakat.

‘’Mata rantai industri dari hulu ke hilir harus masuk dulu. Apakah sesuai dengan kebutuhan pasar atau tidak. Setelah sudah pas antara value dan market, lalu memanajemen industri dengan baik dan benar, kemudian saya arahkan ke sustainability,’’ ungkapnya saat ditemui IDN Times.

Bisnis keberlanjutan yang diterapkan UMKM mitra binaan Bank Indonesia Jawa Tengah ini tidak berhenti pada profit saja. Rorokenes telah memikirkan bahwa setelah mencapai profit harus ada dampak positif bagi lingkungan dan sosial. Maka itu, bisnis tas anyaman ini juga mengadopsi model ekonomi sirkular yang fokus pada Reduce, Reuse, Recycle, Refuse, Rethink, Recovery, Repair, Remanufacture, Refurbish, dan Recover.

‘’Apakah dari satu mata rantai ini ada nilai kebermanfaatan bagi keseluruhan yang terdiri atas planet, people, purpose dan profit. Planet itu apakah produk yang kami buat menambah beban bumi atau tidak. Apakah produk yang kami buat memanusiakan manusianya atau tidak. Apakah orang yang bekerja di Rorokenes hidupnya lebih baik dan bermanfaat. Jadi, tidak hanya owner-nya saja yang untung,’’ jelas ibu dua anak ini.

Demi kebermanfaatan bagi lingkungan, dalam memproduksi tas, 85 persen bahan baku yang digunakan Rorokenes berasal dari lokal. Syanaz terjun langsung saat memilih pemasok bahan baku kulit. Adapun syaratnya, pemasok bahan kulit wajib memiliki ISO, ber-SNI, dan melakukan manajemen limbah yang baik. Selain itu, dalam proses produksi diupayakan meminimalkan limbah. Saat ini total limbah produksi yang dihasilkan dari Rorokenes hanya 3 persen. Limbah produksi yang masih bisa dimanfaatkan diubah menjadi produk lain seperti gantungan kunci.

Terkait produk, Rorokenes memproduksi berbagai jenis tas anyaman kulit dan tenun untuk dijual seperti tas jinjing, bucket bag, hobo bag, clutch bag, hingga totebag dengan bermacam motif anyaman antara lain, anyaman tikar, anyaman gedhek, anyaman sulur, dan anyaman tetris. Mayoritas konsumen tas Rorokenes adalah perempuan dari berbagai usia muda hingga lansia.

Mereka berasal tidak hanya dari dalam negeri, tapi juga luar negeri seperti Malaysia, Hongkong, Taiwan, Singapura, Jepang, Qatar, Australia, hingga Selandia Baru. Produk Rorokenes pun pernah menjadi souvenir resmi dalam acara G20 di Bali, beberapa waktu lalu.

‘’Keunggulan dari produk kami adalah simple, chic, elegan dan timeless. Sehingga, sangat mudah dipadupadankan saat berbusana dalam berbagai kesempatan. Selain itu, kami jamin kualitas durability-nya, jadi awet dan nggak gampang rusak. Sebab, konsep kami tidak ingin menambah beban bumi jadi lebih banyak, karena kalau tas rusak nggak kepakai dibuang kan jadi sampah yang sulit didaur ulang. Kami pun memberikan after sales service for free kepada pelanggan selama tiga tahun,’’ jelas istri dari Adi Nugroho itu.

Rorokenes jadi mitra UMKM binaan Bank Indonesia

Menganyam Bisnis Keberlanjutan, Memutar Roda Ekonomi Hijau Pekerja Rorokenes sedang sibuk bekerja untuk pembuatan tas kulit anyaman di ruang produksi yang berlokasi di Jalan Bukit Putri No 17, Ngesrep, Banyumanik, Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)toningrum)

Maka, melihat potensi dan prospek usaha yang berkembang dari bisnis tas anyaman tersebut, Rorokenes tidak sekadar menjadi mitra UMKM binaan Bank Indonesia Jawa Tengah. Bank Indonesia Pusat juga melirik dan mengadopsi model ekonomi sirkular yang diterapkan pada bisnis tas Rorokenes untuk dijadikan sebagai pilot project economy circular subsystem bagi pelaku usaha lain.

Upaya bank sentral dalam merangkul pelaku usaha UMKM yang sadar mengimplementasikan bisnis berkelanjutan ini adalah untuk pengembangan ekonomi keuangan hijau dan mendorong transisi menuju net zero emission.

Kemudian, Bank Indonesia Jawa Tengah bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga mengambil langkah untuk mempercepat penerapan sistem ekonomi sirkular melalui kebijakan implementasi ekonomi hijau. Sebab, langkah tersebut memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra mengatakan, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dibutuhkan sumber daya yang optimal. Untuk itu, circular economy menjadi penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berdaya saing di Jateng.

Implementasi ekonomi sirkular di Jateng

Menganyam Bisnis Keberlanjutan, Memutar Roda Ekonomi Hijau Pekerja Rorokenes sedang mengambil bahan baku untuk pembuatan tas kulit anyaman. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

‘’Beberapa kegiatan circular economy dan green product mulai dilakukan di Jateng melalui produk UMKM yang ramah lingkungan, pemanfaatan produk ramah lingkungan, pengembangan renewable energy, dan implementasi green industry,’’ ungkapnya pada kegiatan Forum PUSAKA Jateng 2023 di Semarang, Selasa (28/3/2023).

Untuk diketahui, Provinsi Jateng didominasi dari sektor industri dan pengolahan yang disumbang, terutama dari produk makanan dan minuman serta berkaitan erat dengan sektor pertanian dan peternakan.

"Maka itu, green economy atau circular economy menjadi penting di Jateng agar kita bisa menjaga kestabilan sistem keuangan dan moneter serta memelihara lingkungan hidup. Sehingga, sektor pertanian dan peternakan yang menjadi pendorong utama industri pengolahan makanan dan minuman terjaga kelestariannya,’’ tuturnya.

Hingga saat ini, kata Rahmat, penerapan ekonomi sirkular di bidang energi di Jateng sudah mulai banyak. Misalnya, pada pemanfaatan biomassa untuk menggerakkan boiler di Prambanan Klaten, lalu beberapa pembangunan proyek investasi pembangkit listrik ramah lingkungan di Banyumas, Semarang dan Tegal. Sehingga, green dan circular economy ini bisa masuk dalam konsep pembangunan Jateng yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah dan panjang.

Founder dan Ekonom Senior Center of Reform on Economics (Core), Hendri Saparini PhD mengatakan, Jateng masuk dalam lima besar indeks pembangunan ekonomi inklusif. Ini karena Jateng sudah punya modal sebagai provinsi dengan indeks pembangunan ekonomi inklusif tinggi.

‘’Lalu, bagaimana potensi Jateng untuk menerapkan ekonomi sirkular? Tentu, ada potensi besar untuk ke arah sana karena sektor yang menjadi prioritas untuk diimplementasikan di Jateng lebih tinggi dibandingkan nasional. Salah satu yang terbesar adalah sektor industri makanan minuman. Jateng berada di nomor 3, maka potensi ada untuk melakukan ekonomi sirkular dengan impact yang besar,’’ jelasnya.

Untuk diketahui, lima sektor yang berpotensi menerapkan ekonomi sirkular dengan cepat dan berdampak besar, sekaligus memiliki daya ungkit untuk menuju pertumbuhan inklusif antara lain, sektor makanan dan minuman, konstruksi, elektronik, tekstil dan retail. Khusus untuk makanan dan minuman berkontribusi sebesar 42 persen.

Sementara, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin menyampaikan, sistem ekonomi sirkular sangat diperlukan untuk mengurangi pemborosan sumber daya alam, meminimalkan dampak lingkungan, serta menciptakan nilai ekonomi yang berkelanjutan karena berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

‘’Semua pihak harus yakin bahwa akselerasi ekonomi Jateng bisa dilakukan, meskipun dalam himpitan risiko resesi ekonomi, salah satunya dengan memaksimalkan efek ekonomi sirkular,’’ ujarnya.

Maka, untuk mendukung penerapan sistem ekonomi sirkular, Pemprov Jateng telah menyusun dokumen Pembangunan Rendah Karbon Daerah (PRKD) Jateng Tahun 2021–2030 yang saat ini masih dalam proses peninjauan oleh Bappenas. Disamping itu, pemerintah juga melaksanakan berbagai kegiatan pada dinas teknis yang berorientasi pada mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta transisi menuju ekonomi hijau.

Baca Juga: UMKM Gayeng Menyulut Usaha di Jateng Bangkit Lewati Badai Pandemik, Ekonomi Terungkit

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya