Pedagang Pasar di Semarang Bertahan dengan Jamu Corona

Sehari bisa jual hingga 200 botol

Semarang, IDN Times - Pandemik COVID-19 berdampak pada semua lini kehidupan tak terkecuali bagi pedagang pasar tradisional di Kota Semarang. Mereka tidak hanya berisiko terpapar virus corona, tetapi dari sisi penghasilan pun juga berdampak mengalami penurunan. 

1. Siswati tetap berjualan jamu tradisional saat pandemik

Pedagang Pasar di Semarang Bertahan dengan Jamu CoronaIlustrasi penjual jamu tradisional di Pasar BK Simongan Semarang. IDN Times/Anggun Puspitoningrum.

Maka, agar usaha tetap bisa bertahan dan berjalan, berbagai cara dilakukan para pedagang pasar supaya tetap bisa mengais pundi-pundi rupiah. Seperti yang dilakukan pedagang jamu tradisional di Pasar BK Simongan Semarang Barat, Siswati.

Ada maupun tidak ada pandemik tidak ada perbedaan bagi perempuan berusia 45 tahun itu. Setiap pagi dia berangkat dari rumahnya di Kampung Jamu Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Semarang menuju Pasar BK Simongan untuk berjualan. Tepat pukul 06.30 WIB dia sudah menggelar dagangan, yakni botol-botol jamu tradisional di atas sepeda motornya. Rutinitas itu sudah dilakoni Siswati sejak tahun 2015.

Tak lama setelah botol-botol jamu itu tertata, para pembeli yang mayoritas sudah menjadi pelanggan mendatangi lapaknya yang tepat berada di depan pasar di Jalan Simongan itu. Mereka menikmati jamu tradisional sesuai dengan apa yang mereka minati seperti kunyit asam, beras kencur, cabe puyang, sirih manjakani, temulawak, dan lainnya.

Baca Juga: Cara Adaptasi dan Inovasi UMKM di Jateng Bertahan saat Pandemik Corona

2. Selama pandemik penjualan jamu dikemas di dalam botol siap minum

Pedagang Pasar di Semarang Bertahan dengan Jamu CoronaIDN Times/Reza Iqbal

‘’Biasanya banyak yang langsung diminum di tempat. Namun, karena pandemik mayoritas konsumen membungkus jamu untuk dibawa pulang. Untuk dibawa pulang saya menyediakan kemasan plastik atau botol,’’ tuturnya saat ditemui IDN Times, Jumat (29/1/2021).

Untuk menikmati jamu yang terbuat dari ramuan empon-empon, rempah alami, dan gula aren itu konsumen cukup merogoh kantong sebesar Rp 2.500 hingga Rp 5.000. ‘’Harga Rp 2.500 itu untuk yang dibungkus plastik. Sedangkan, harga Rp 5.000 itu kalau dalam kemasan botol plastik ukuran 300 mililiter,’’ imbuhnya.

Dengan adanya pandemik, pendapatan Siswati dari berjualan jamu justru meningkat tajam. Sehari dia bisa berjualan hingga 200 botol jamu. Padahal, sebelum pandemik hanya sekitar 100 botol per hari.

3. Pedagang ciptakan menu baru jamu corona

Pedagang Pasar di Semarang Bertahan dengan Jamu CoronaJamu corona dari bahan kunyit, serai, temulawak, dan jahe. IDN Times/Anggun Puspitoningrum.

‘’Sejak ada corona makin banyak orang yang minum jamu untuk menjaga stamina. Akhirnya, saya buat menu baru, yaitu jamu corona,’’ ujarnya. 

Jamu corona ini merupakan ramuan dari bahan-bahan seperti temulawak, serai, kunyit, dan jahe. Bahan-bahan tersebut berkhasiat untuk meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh. Adapun, jamu ini banyak dicari oleh konsumen selama pandemik ini. 

‘’Dari awal pandemik sampai sekarang jamu corona ini laris manis. Setiap orang pasti beli lebih dari satu botol.  Bahkan, pada awal-awal dulu satu orang bisa beli 10 botol jamu corona, bahkan sampai rebutan. Mereka bawa pulang ke rumah untuk diminum sekeluarga atau bawa ke kantor,’’ kata Siswati.

4. Penjualan jamu di masa pandemik dengan sistem reseller dan pesan antar

Pedagang Pasar di Semarang Bertahan dengan Jamu CoronaIndonesia Kaya

Pesanan pun terus meningkat dan jumlah konsumen pun terus bertambah. Mereka kini tidak hanya menikmati jamu untuk dirinya sendiri, tapi juga bersama keluarga dan teman. Bahkan, ada pelanggan yang menjual jamunya kembali dengan sistem reseller.

Untuk memperluas penjualan jamu, bagi pelanggan yang tidak bisa datang langsung ke pasar, Siswati melayani pembelian dengan sistem pesan antar. ‘’Jadi kalau tidak bisa kesini, saya bisa kirim jamunya ke rumah pelanggan, tapi ada minimal pemesanan,’’ katanya.

Kendati demikian, karena adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan musim hujan penjualan jamu mengalami penurunan. ‘’Kalau begini maka yang dikencengin penjualan secara pesan antar. Kita kirim jamu ke tempat pemesan,’’ tandasnya.

Adanya perubahan zaman, kemajuan teknologi, dan pandemik COVID-19 ini membawa hikmah positif bagi pelaku usaha, termasuk pedagang jamu di pasar tradisional untuk terus berupaya mempertahankan usahanya tanpa kehilangan pekerjaan.

Baca Juga: Vaksinasi COVID-19 Dorong Optimisme Bisnis Properti di Semarang 

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya