COVID-19 Semakin Menambah Ketidakpastian Serapan Tembakau Petani

Musim tanam mundur

Semarang, IDN Times - Petani tembakau kian tertekan di tengah pandemik COVID-19. Setelah awal tahun terpukul dengan kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen yang berimbas penurunan permintaan hingga 15 persen atau sekitar 20 ribu ton, pandemik COVID-19 semakin memperburuk keadaan.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno pada webinar Tobacco Series, Kamis (9/7/2020) mengatakan di tengah pandemik COVID-19 seperti sekarang ini petani membutuhkan kepastian terkait penyerapan tembakau. 

Baca Juga: Wow, Ini 5 Manfaat Tembakau untuk Pengobatan yang Jarang Orang Tahu

1. Musim tanam tembakau di beberapa daerah mundur

COVID-19 Semakin Menambah Ketidakpastian Serapan Tembakau Petanigoogle

Soeseno menyebutkan para petani di beberapa daerah seperti di Jawa Timur dan juga NTB mundur musim tanamnya, umumnya musim tanam dilakukan pada bulan Mei, namun hingga awal Juli masih dalam proses pembibitan.

Selain karena dipengaruhi oleh musim dimana beberapa daerah masih diguyur hujan, mundurnya musim tanam juga dipengaruhi keraguan karena adanya ketidakpastian penyerapan tembakau oleh gudang."Gudang menyebutkan akan mengurangi pembelian apabila masih kondisi Pandemik COVID-19," ucap Soeseno.

Karena ketidakpastian penyerapan tembakau oleh gudang di masa pandemik ini petani juga enggan berspekulasi, selain itu kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen sangat memukul petani tembakau yakni berkurangnya penyerapan tembakau oleh gudang. Belum selesai imbas kenaikan cukai rokok kini petani dihadapkan dengan kondisi tak normal pandemik COVID-19.

Kenaikan cukai rokok saja menurut Soeseno sangat mempengaruhi penyerapan tembakau secara nasional  yang bahkan berkurang hingga 15 persen. Dari yang awalnya 180 ribu ton turun sekitar 20 ribu ton, apalagi ditambah wabah virus corona.

2. Luas penenaman tembakau berkurang hingga 20 persen

COVID-19 Semakin Menambah Ketidakpastian Serapan Tembakau Petaniinstagram.com/thohir_albahr

Saat ini, luas lahan tanam petani tembakau bergantung pada kepastian jumlah serapan yang akan dibeli oleh pabrikan. Apakah pabrikan akan membeli jumlah seperti biasa, atau mengurangi jumlah. Kondisi inilah yang meresahkan petani, seperti yang dialami para petani tembakau di Madura.

Ditambah lagi adanya isu kenaikan cukai rokok di tahun 2021, menurutnya kenaikan cukai menurut menekan karena berpengaruh terhadap serapan tembakau dari petani.

"Kalau di Lamongan, Bojonegoro, para petani tembakau tetap menanam seperti biasa. Di Madura, penanaman berkurang 20 persen. Adapun di daerah sentra seperti Probolinggo, turun sekitar 10 persen. Di Jember, proses tanam baru mau dimulai akhir Juli, soal luas tanam, masih spekulasi," kata Soeseno.

Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Gandhi mengatakan dampak COVID-19 terhadap pertanian tembakau diantaranya yakni mundurnya masa tanam. Selain itu juga ketidakpastian membuat luas tanam berkurang, dia mencontohkan di wilayah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, luas tanam perkebunan tembakau pada saat ini hanya 16 ribu hektare, menurun 2 ribu hektare dari tahun 2019 yang sebanyak 18 ribu hektar.

3. Isu kenaikan cukai rokok di tahun 2021 semakin membuat petani tembakau resah

COVID-19 Semakin Menambah Ketidakpastian Serapan Tembakau PetaniANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengatakan faktor lain yang membuat petani tembakau semakin tertekan yakni adanya isu tentang kenaikan cukai rokok di tahun 2021.

"Ketika petani akan memulai menanam berkembang isu akan ada kenaikan cukai di tahun 2021. Kenaikan cukai sudah sangat memukul, kiranya pemerintah bisa berhati-hati terhadap wacana kenaikan cukai. kalau kami berpendapat tidak usah naik, jikapun akan naik perlu juga dipertimbangkan inflasi," kata Budidoyo.

Budidoyo menyebutkan petani berharap kepada para stakeholder mulai dari pemerintah hingga pabrikan dapat ikut membantu dan memfasilitasi terwujudnya perniagaan yang adil sehingga kesejahteraan petani terutama di masa pandemik seperti ini.

Kerjasama dan kolaborasi semua pihak baik dengan pabrikan dan dukungan pemerintah, lanjut Budidoyo, diperlukan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani, terutama pada masa pandemi Covid-19 ini. “Program kemitraan dapat menjadi sarana yang baik untuk memfasilitasi hal ini.”

Dia menegaskan bahwa ketika industri hasil tembakau secara nyata memberikan kontribusi bagi petani dan negara, harapannya pemerintah juga dapat memberikan insentif sehingga industri ini dapat semakin eksis.

4. Juga dipengaruhi ketakutan petani tertular virus corona

COVID-19 Semakin Menambah Ketidakpastian Serapan Tembakau PetaniANTARA FOTO/Aji Styawan

Faktor lain di masa pandemik COVID-19 yakni para petani menunda untuk bekerja karena takut tertular wabah COVID-19. Prima Gandhi dari IPB menyebutkan penting juga Kementerian Pertanian untuk mengeluarkan protokol kesehatan untuk para petani tembakau sehingga ada kepastian para pekerja berani untuk kembali bekerja dengan aman.

Meski dalam melakukan proses tanam di tengah pandemik COVID-19, penerapan social dan physical distancing secara alami dilakukan oleh para petani tembakau, belum ada standar operational procedure (SOP) yang baku yang dapat diaplikasikan oleh para petani tembakau sebagai bentuk protokol kesehatan yang ketat.

Adapun yang perlu menjadi perhatian penting bagi pemerintah menurut Soeseno adalah masa panen. Setelah proses panen, ketika melakukan penjualan ke pabrikan, jangan sampai situasinya tidak menerapkan protokol kesehatan.

“Dari gudang pabrikan, akan diterapkan proses antrian. Nah SOP antrian belum jelas. Lalu, bagaimana sistemnya? Tentu pihak gudang harus memperhatikan protokol kesehatan agar tidak berdesak-desakan, memastikan seluruhnya memakai masker. Harapannya gudang yang pro aktif mendatangi,” Soeseno.

5.Harga hingga akses modal jadi kendala yang dihadapi petani tembakau

COVID-19 Semakin Menambah Ketidakpastian Serapan Tembakau PetaniANTARA FOTO/Anis Efizudin

Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian Hendratmojo Bagus Hudoro menyebutkan selama ini kendala yang dihadapi petani tembakau diantaranya yakni harga, akses modal dan lembaga.

Faktor harga yakni harga ditingkat petani fluktuatif, selain itu juga harga dipengaruhi kualitas dan iklim. Sedangkan untuk akses modal yaitu kebutuhan modal yang tinggi, kemampuan rendah para petani untuk menunda jual dan juga peran pedagang yang kuat.

Sementara dari faktor lain yang mempengaruhi yakni kelembagaan seperti program kemitraan masih terbatas dan juga belum bisa mengatasi masalah harga tingkat petani

Mengatasi permasalahan tersebut Kementerian Pertanian menurutnya membuat solusi terkait harga yakni penyediaan varietas unggul, kemudahan penyediaan prasarana dan sarana produksi. Sementara dari sisi modal yakni memberikan akses Permodalan lewat KUR dan juga akses Pasar

Untuk kelembagaan yakni penguatan kelembagaan petani, kemitraan industri dan kelembagaan petani dan juga pendampingan petani.

"Kalau untuk cukai rokok itu kewenangannya Kementerian Keuangan," katanya. Kementerian Pertanian menurutnya lebih banyak memberikan masukan ke terkait on farm ke Kementerian Keuangan. Bagus mengatakan dengan adanya asosiasi juga bisa menyuarakan aspirasi tersebut ke Kementerian Keuangan.

6.Petani merasa diuntungkan dengan pola kemitraan

COVID-19 Semakin Menambah Ketidakpastian Serapan Tembakau PetaniIDN Times/Debbie Sutrisno

Terkait kemitraan Sayuti petani tembakau asal Rembang Jawa Tengah mengaku sangat diuntungkan dengan adanya pola kemitraan yang dilakukan petani dengan perusahaan. Menurutnya ada kepastian hasil panen tembakau bakal diserap oleh perusahaan mitra asal petani bisa menjaga mutu dan kualitasnya.

Petani berharap ada regulasi khusus kemitraan antara petani dan perusahaan yang diatur oleh pemerintah khususnya Kementerian Pertanian, Karena selama ini aturannya masih sebatas Perda di beberapa daerah. Aturan yang lebih tinggi Ini perlu untuk menjamin kepastian dan kekuatan.   

Sementara itu Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian Hendratmojo Bagus Hudoro menyebutkan pola kemitraan harus dijalankan secara jelas diatur hak dan kewajiban masing-masing agar tak ada yang merasa dirugikan karenanya.

Terkait regulasi atau tata cara pola kemitraan antara petani dan perusahaan khususnya untuk petani tembakau menurutnya Kementerian Pertanian belum diatur dalam Permentan atau aturan yang lebih tinggi.

"Untuk bagaimana regulasi kemitraan antara petani dan perusahaan kementerian pertanian telah membuat buku petunjuknya, ini jadi masukan bagi kami jika memang perlu untuk dibuat peraturan menteri," kata Bagus.

Sementara untuk protokol kesehatan untuk para petani tembakau, Bagus menyebutkan hal tersebut bakal menjadi perhatian bagi Kementerian Pertanian.

Baca Juga: Industri Tembakau Mendominasi di Kudus, Jumlah Mencapai 73,44 Persen 

Topik:

  • Bandot Arywono

Berita Terkini Lainnya