ASEAN Perlu Percepat Transisi ke Energi Terbarukan Tinggalkan Batubara

Asia Tenggara bisa ekspor energi

Intinya Sih...

  • IESR mendesak ASEAN untuk transisi dari energi fosil ke terbarukan
  • ASEAN dinilai perlu mengurangi ketergantungan pada batubara dan fokus pada energi terbarukan
  • Potensi energi terbarukan di ASEAN dapat meningkatkan daya saing ekonomi kawasan

Semarang, IDN Times - Institute for Essential Services Reform (IESR) mendesak negara-negara ASEAN untuk mempercepat transisi dari energi fosil, terutama batubara, menuju energi terbarukan. Langkah itu dianggap penting untuk melindungi perekonomian kawasan dari guncangan akibat ketergantungan impor energi fosil dan mencapai target pembatasan kenaikan suhu Global 1,5 derajat Celsius.

1. CCS dan CCUS belum efektif

ASEAN Perlu Percepat Transisi ke Energi Terbarukan Tinggalkan BatubaraDirektur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa (Dok. IESR)

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa mengkritik rekomendasi terbaru ASEAN Centre for Energy (ACE) yang masih mempertahankan batubara sebagai sumber energi penting dengan penggunaan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).

Menurutnya, teknologi tersebut belum terbukti efektif dan justru dapat menghambat pengembangan energi terbarukan yang lebih murah dan rendah risiko.

"Mempertahankan PLTU batubara akan menjebak negara-negara ASEAN dalam siklus karbon jangka panjang, meningkatkan emisi, dan berpotensi menciptakan aset mangkrak," ujar Fabby.

Baca Juga: 4 Cara yang Bisa Kamu Lakukan untuk Mengurangi Polusi Udara

2. Mengancam komitmen ASEAN

ASEAN Perlu Percepat Transisi ke Energi Terbarukan Tinggalkan BatubaraPLTU Indramayu (commons.wikimedia.org)

Manajer Riset IESR, Raditya Wiranegara ikut menekankan pentingnya ASEAN mengejar target bauran energi terbarukan sebesar 57 persen pada tahun 2030 dan 90--100 persen pada 2050. Ia memperingatkan bahwa ketergantungan pada batubara dapat mengaburkan komitmen ASEAN terhadap Persetujuan Paris dan mengurangi minat investasi dalam pengembangan energi terbarukan.

Menurutnya, ASEAN memiliki potensi energi terbarukan sekitar 17 Terawatt (TW), yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan energi kawasan jika dikembangkan secara konsisten.

Pengembangan energi terbarukan juga dapat membuka peluang investasi, meningkatkan daya saing, dan menurunkan biaya produksi listrik.

3. Asia Tenggara bisa punya rantai pasok energi

ASEAN Perlu Percepat Transisi ke Energi Terbarukan Tinggalkan Batubarailustrasi PLTU (pexels.com/Kelly)

Terpisah, Koordinator Proyek Diplomasi Iklim, Arief Rosadi menambahkan, Asia Tenggara berpotensi menjadi pusat rantai pasok panel surya regional. Pada tahun 2023, kawasan tersebut telah menjadi eksportir modul panel surya dengan kapasitas 64 Gigawatt (GW), dengan Vietnam, Malaysia, dan Thailand memproduksi sekitar 11 persen pasokan Global.

"Pemanfaatan potensi dan kolaborasi antarnegara ASEAN dalam pengembangan industri energi terbarukan dapat berkontribusi terhadap penguatan fondasi ekonomi kawasan," ujar Arief.

Transisi energi itu, lanjutnya, juga sejalan dengan keinginan mayoritas warga ASEAN.

Seperti diketahui, survei ISEAS tahun 2022 menunjukkan lebih dari 60 persen warga menolak pembangunan PLTU baru dan menginginkan pengakhiran bertahap penggunaan PLTU batubara.

Baca Juga: Dekarbonisasi Industri: Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan 

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya