Bayar Sekolah Tak Lagi Telat Berkat KUR untuk Olah Limbah

BI dan LPS jadikan UMKM tahan banting

Pertumbuhan industri pengolahan kayu di Indonesia terus berkembang setiap tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, Produk Domestik Bruto (PDB) industri tersebut mencapai Rp14,18 triliun pada kuartal kedua tahun 2022. Capaian itu meningkat 5,36 persen dari tahun sebelumnya (year on year/ y-o-y) sebesar Rp13,46 triliun.

Progres tersebut menunjukkan adanya peningkatan permintaan (demand) pada sektor tersebut.

Kenaikan produktivitas industri pengolahan kayu selalu diikuti dengan meningkatnya limbah yang dihasilkan. Limbah yang biasanya berupa sisa gergajian, sisa potongan panjang atau pendek, dan kulit kayu itu dianggap sudah tidak bernilai ekonomi lagi.

Selama ini, limbah tersebut umumnya dimanfaatkan lagi menjadi kayu bakar atau dibiarkan membusuk hingga rusak.

Ikhtiar merawat Bumi

Bayar Sekolah Tak Lagi Telat Berkat KUR untuk Olah LimbahIlustrasi limbah kayu. (Unsplash/Kostiantyn Li)

Azis Abdullah Bajasud, warga Semarang, Jawa Tengah mempunyai cara tersendiri menangani limbah kayu. Ia mengolahnya menjadi produk kerajinan berupa bingkai (frame) kacamata kayu yang bernilai fungsi dan ekonomi. 

Menurut pria difabel daksa berusia 43 tahun itu, limbah kayu menimbulkan masalah yang penyelesaiannya selama ini hanya dibiarkan membusuk, ditumpuk, atau dibakar.

Penanganan-penanganan tersebut berdampak buruk terhadap lingkungan dan makhluk hidup, sehingga memerlukan penanggulangan secara berkelanjutan.

"Saya berinisiatif memanfaatkan limbah kayu untuk dibuat frame kacamata karena peduli juga sama lingkungan. Soalnya bisa bikin polusi udara. Apalagi kalau penanganannya dibakar, pernapasan kita terganggu," katanya kepada IDN Times di Semarang, Minggu (28/5/2023).

Inovasi untuk bertahan hidup

Bayar Sekolah Tak Lagi Telat Berkat KUR untuk Olah LimbahPemilik UMKM BJHomemade, Azis Abdullah Bajasud saat ditemui di Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)

Saat memulai usaha pada awal tahun 2020, Azis tidak malu meski dalam kondisi fisik terbatas harus memulung limbah kayu di sekitar pabrik pengolahan kayu yang dekat dengan tempat tinggalnya di kawasan Genuk, Semarang. Ia membutuhkan waktu hingga tujuh hari untuk membuat satu kacamata kayu secara manual.

Inovasi tersebut dilakukan semata untuk mempertahankan hidup karena usahanya sebagai penjual kacamata konvensional kolaps akibat pandemik COVID-19.

Beruntung, pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) menyelamatkannya karena bisa digunakan untuk membeli sejumlah alat pendukung untuk memproduksi kacamata kayu.

"Modal dari KUR dari bank waktu itu Rp15 juta, pinjamannya (dengan tenor) dua tahun. Saya pakai untuk membeli gerinda, gergaji, mesin potong kayu. Pokoknya punya alat sendiri dulu, tidak pinjam tetangga atau teman untuk bikin kacamata kayu. Saya berkeyakinan, produk ini bisa dijual," ujar pemilik UMKM BJHomemade itu.

Baca Juga: Duo R Semarang Dobrak Stereotipe Ibu Rumah Tangga dengan Sulam Pita

KUR jadi jalan resiliensi UMKM

Bayar Sekolah Tak Lagi Telat Berkat KUR untuk Olah LimbahKantor Bank Indonesia (BI). IDN Times/Hana Adi Perdana

Azis mengaku mujur karena kemajuan teknologi dan kebijakan perbankan saat ini, lebih berpihak kepada UMKM–termasuk dirinya–. Terlebih Azis dari kalangan minoritas sebagai difabel.

Ia mencontohkan, relaksasi syarat dan kemudahan dalam mengakses pembiayaan KUR memungkinkan usahanya resiliensi terhadap kondisi yang tidak menentu, seperti pandemik COVID-19 lalu. Pasalnya, kebangkitan UMKM menjadi salah satu tumpuan utama dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN) agar stabilitas sistem keuangan (SSK) dapat terjaga. 

Peran UMKM bagi perekonomian Indonesia terlihat dari kontribusinya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), jumlah UMKM hingga Februari 2023 mencapai 64,2 juta dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen. Adapun, kontribusinya terhadap PDB sebesar 61,07 persen atau senilai Rp8.573,89 triliun.

Oleh karena itu, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo terus mendorong bank untuk menyalurkan pembiayaan kredit kepada UMKM, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan Kredit Pembiayaan Hijau. Pihaknya secara khusus juga telah menaikkan insentif bagi perbankan.

“Besaran total insentif makroprudensial yang dapat diterima bank ditingkatkan dari sebelumnya, dari yang awalnya paling besar 200 bps (basis point) menjadi paling besar 280 bps. Program itu terus digencarkan mulai 1 April 2023,” katanya dalam keterangan resmi.

Insentif kebijakan makroprudensial itu tidak lepas dari peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai jaring pengaman sistem perbankan nasional.

Kolaborasi dan inovasi keduanya mampu menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sehingga memajukan industri keuangan. Dengan begitu, dapat mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan untuk menjaga SSK dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional serta daerah.

Untuk diketahui, LPS merupakan lembaga independen, transparan, dan akuntabel yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 2004. Tugas lembaga tersebut untuk menjamin simpanan nasabah dan ikut memelihara stabilitas sistem perbankan di Indonesia.

LPS menjadi bagian dari sistem Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK)/anggota Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) bersama dengan BI, Menteri Keuangan, dan OJK.

Pengembangan UMKM dengan KUR

Bayar Sekolah Tak Lagi Telat Berkat KUR untuk Olah LimbahProduk frame kacamata kayu UMKM BJHomemade di Semarang (IDN Times/Dhana Kencana)

Pembiayaan KUR membuka jalan usaha Azis berkembang. Setelah dua tahun berjalan, bisnis kacamata kayu khas berjenama BJHomemade itu moncer.

Ia berencana mengajukan KUR lagi tahun 2023 sebesar Rp10 juta untuk modal penambahan alat dan pembukaan cabang ketiga di kawasan Bangetayu Semarang. Penambahan gerai tersebut juga untuk memfasilitasi dan membuka lapangan pekerjaan bagi rekan sesama difabel di Komunitas Difabel Semarang.

Adapun, dua cabang UMKM BJHomemade yang ada saat ini berlokasi Pasar Banjardowo dan kawasan Stadion Semarang.

"Sekarang saya mengurusi soal branding dan pesanan-pesanan yang masuk via online. Dulu semua sama pak Azis yang pegang. Ya, alhamdulillah bisa ikut bekerja bersama jadi ada aktivitas dan pemasukan," kata seorang difabel daksa yang juga pekerja di UMKM BJHomemade cabang Banjardowo, Joko Saptono.

Mengamankan keuangan rumah tangga

Bayar Sekolah Tak Lagi Telat Berkat KUR untuk Olah LimbahProduk frame kacamata kayu UMKM BJHomemade di Semarang (IDN Times/Dhana Kencana)

Dari keuletan Azis dan Joko, kacamata kayu yang dijual mulai Rp500 ribu per frame itu makin dikenal melalui media sosial, platform lokapasar (marketplace), dan getok tular.

Kombinasi pemasaran secara offline dan online, membuat penjualannya terus meningkat. Dalam satu bulan, suami Susanti itu mampu menjual 50--100 frame kacamata kayu dengan omzet rata-rata mencapai Rp7 juta setiap bulan.

Sebagian besar pelanggannya berasal dari Jakarta, Bandung, Medan, Bali, dan Surabaya.

Azis berani memberikan garansi seumur hidup (lifetime warranty) untuk setiap pembelian frame kacamatanya yang sebagian besar berbahan dasar limbah kayu jati dan kayu sonokeling itu.

"Ya saya banyak bersyukur. Begini-begini yang penting bisa menyekolahkan anak, bayar sekolah tidak telat-telat lagi. Bisa melunasi KUR juga. Selain itu bisa mengajak teman-teman (difabel) lain yang menganggur bisa mendapatkan penghasilan," kata Ayah dari Haykal Subkhainur Bajasud dan Hayfa Mardalena Bajasud itu.

Pria kelahiran 3 Mei 1979 itu juga sering mendapatkan kesempatan dan undangan untuk mengikuti pameran UMKM baik yang berskala nasional atau internasional. Yang terbaru di ajang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali dan Brilianpreneur di Jakarta, akhir tahun 2022.

"Lha ini saya tahu dari media sosial. Bagus kacamatanya. Unik dan baru tahu kalau ini dari teman-teman difabel. Kreatif dan amaze sama mereka," kata salah satu pelanggan kacamata kayu, Adri saat ditemui di stan BJHomemade ketika berpameran di Kota Lama Semarang, Jumat (5/5/2023).

Baca Juga: Digitalisasi ala Psikombucha Semarang Bikin Sehat Diri dan Bumi

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya