Duo R Semarang Dobrak Stereotipe Ibu Rumah Tangga dengan Sulam Pita

Berawal dari tempat nongkrong emak-emak di sekolah

Semarang, IDN Times - Merintis usaha bisa dimulai dari mana saja, tak terkecuali dari rumah. Dengan kemajuan teknologi saat ini, tidak menutup kemungkinan produk rumahan bisa merambah terkenal ke belahan Dunia.

1. Dua kepala mengurusi usaha yang sama

Duo R Semarang Dobrak Stereotipe Ibu Rumah Tangga dengan Sulam PitaEridha Parawati (kanan) dan Ernawati Dwi Lestari (kiri) sedang mengerjakan pesanan tas sulam pita UMKM Brunch Handmade di Semarang, Rabu (24/5/2023). (IDN Times/Dhana Kencana)

Adalah Eridha Parawati (48) dan Ernawati Dwi Lestari (52) yang berusaha mendobrak stereotipe ibu rumah tangga dengan segala keterbatasan, termasuk tidak mampu merintis usaha dari rumah.

Mereka menekuni usaha sejak dirinti dari tahun 2012 dengan modal cekak patungan Rp50 ribu. Hal itu murni dilakukan demi apresiasi dan aktualisasi diri.

Tidak sedikit yang menyangsikan komitmen mereka bisa menjalankan bisnis dengan dua kepala yang berbeda usia dan berbeda karakter.

"Banyak yang tanya begitu (bagaimana membuat usaha dengan dua kepala). Prinsipnya semua keterbukaan, kerja serius, dan tidak mengentengkan satu dengan yang lainnya. Lalu, kami berangkat tidak untuk money oriented semata, tapi lebih pada happy oriented. Kesehatan mental kita sebagai ibu rumah tangga juga harus aman jadi semua dibuat happy. Tapi kalau melulu soal money oriented, malah bisa memengaruhi kesehatan mental," kata Eridha yang didampingi Erna saat bertemu IDN Times di Semarang, Rabu (24/5/2023).

2. Bahan kain sulam pita yang out of the box

Duo R Semarang Dobrak Stereotipe Ibu Rumah Tangga dengan Sulam PitaSalah satu produk UMKM kerajinan tangan sulam pita Brunch Handmade di Semarang, Rabu (24/5/2023). (IDN Times/Dhana Kencana)

Eridha dan Erna yang terkenal dengan sapaan Duo R, sama-sama sama-sama tinggal di kawasan atas Kota Semarang. Mereka adalah pemilik Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM) Brunch Handmade.

Produk mereka antara lain tas kosmetik, tas wanita, tempat kacamata, tote bag, dan topi dengan padu padan kerajinan tangan sulam pita. Harga jualnya mulai Rp40 ribu.

Pelanggan mereka sebagian besar berasal dari Jakarta dan sekitarnya, juga beberapa dari luar negari seperti Belanda, Vietnam, dan Autralia.

Yang unik dari produk tersebut adalah padu padan sulam pita dengan bahan kain denim perca. Sebab, umumnya sulam pita dikenakan pada kain kanvas atau satin.

Lebih dari itu, masing-masing motif yang mereka produksi berbeda satu dengan yang lainnya. Baik yang unisex, atau segmen khusus laki-laki atau wanita.

"Karena ini kerajinan dan seni, suasana saat menyulam pita akan berbeda meskipun dilakukan dengan tangan yang sama. Jadi masing-masing produk motifnya berbeda-beda dan tidak ada yang sama," timpal Erna.

3. Memanfaatkan waktu menunggu anak pulang sekolah

Duo R Semarang Dobrak Stereotipe Ibu Rumah Tangga dengan Sulam PitaPengerjaan produk UMKM kerajinan tangan sulam pita Brunch Handmade di Semarang, Rabu (24/5/2023). (IDN Times/Dhana Kencana)

Eridha dan Erna berkisah, mereka merintis UMKM Brunch Handmade bermula ketika saling bertemu di sebuah ruang tunggu sekolah TK-SD Hidayatullah tahun 2010. Maklum, kala itu keduanya adalah emak-emak dengan rutinitas harian yang salah satu kegiatannya adalah menjemput anak sekolah.

Kebetulan, anak mereka bersekolah di almamater yang sama.

Suatu hari ketika menunggu jam pulang sekolah, Eridha dan Erna melihat aktivitas sesama ibu rumah tangga yang justru memanfaatkan waktu menunggu anak pulang sekolah dengan merajut sebuah tas. Melihat sisi lain itu, mereka tidak malu untuk bertanya dan belajar mendalami seni rajut.

"Saya lihat, ini kok unik. Saya tanya, bu, lagi ngapain? Merajut. Wah, asyik kelihatannya. Menurut saya, daripada menunggu sambil menggosip atau merumpi. Akhirnya belajar merajut pas menunggu anak pulang, sampai bikin tas dan dijual ke teman-teman sendiri. Lalu, sampai akhirnya kita belajar sulam pita karena ingin mempelajari sesuatu yang lain," aku Eridha yang lahir tahun 1975.

Baca Juga: QRIS Bantu Yuli Tak Lagi Parno sama Uang Palsu

4. Menyulap modal gocap jadi produk unik

Duo R Semarang Dobrak Stereotipe Ibu Rumah Tangga dengan Sulam PitaEridha Parawati (kanan) dan Ernawati Dwi Lestari (kiri) sedang mengerjakan pesanan tas sulam pita UMKM Brunch Handmade di Semarang, Rabu (24/5/2023). (IDN Times/Dhana Kencana)

Sulam pita menjadi jalan pembuka Eridha dan Erna berbisnis. Duo R itu mantap menyeriusi kerajinan sulam pita menjadi produk siap jual dan pakai setelah tiga tahun mempelajari mendalami seni menjahit tangan itu.

Mereka tidak menyangka dengan jalan yang dilalui. Dengan modal cekak urunan masing-masing Rp50 ribu untuk membeli kain pita, rupanya produk kerajinan tangan mereka laku terjual.

Padahal waktu itu, Eridha dan Erna mengunggah produknya melalui status di media sosial Facebook tanpa tujuan untuk berjualan dan hanya sekadar iseng.

"Kenapa pindah ke sulam pita karena kami menemukan soul-nya di sini. Bagaimana, ya? Namanya kerajinan ketika kita membuat pasti ada mood dan soul. Kalau membuat kerajinan gak pakai itu, ya gak dapat feel dan nilainya. Gak nyangka, wong asal posting ada yang mau dan minta dibuatkan. Lama kelamaan, banyak yang suka, Alhamdulillah akhirnya ditekuni sampai sekarang," imbuh Erna yang berzodiak Aries.

5. Tidak meninggalkan muruah ibu rumah tangga

Duo R Semarang Dobrak Stereotipe Ibu Rumah Tangga dengan Sulam PitaProduk UMKM kerajinan tangan sulam pita Brunch Handmade di Semarang, Rabu (24/5/2023). (IDN Times/Dhana Kencana)

Berjalannya waktu, pada 2015 mereka resmi menetapkan Brunch menjadi nama UMKM. Brunch dipilih karena Eridha dan Erna banyak bertemu dan beride untuk UMKM tersebut pada waktu brunch--antara waktu sarapan dan makan siang, sekitar pukul 08.00--11.00 WIB--.

Setahun berikutnya, pada 2016, Eridha dan Erna memilih kupu-kupu sebagai logo brand dengan tagline Small Things Become Great when Done with Love.

Puncaknya, pada 2018, nama Brunch Handmade telah resmi terdaftar sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

"Pesan besarnya adalah, kita ingin memberikan contoh bahwa usaha bisa dilakukan dari, untuk, dan oleh ibu rumah tangga, sekalipun hanya di rumah dengan aktivitas domestik. Sehingga tidak meninggalkan peran dan jatidiri sebagai ibu rumah tangga," ungkap Eridha.

6. Sukses UMKM berkat digitalisasi

Duo R Semarang Dobrak Stereotipe Ibu Rumah Tangga dengan Sulam PitaSesi foto produk UMKM kerajinan tangan sulam pita Brunch Handmade di Semarang, Rabu (24/5/2023). (IDN Times/Dhana Kencana)

Duo R istikamah menjalankan usaha Brunch Handmade dari rumah masing-masing dengan koordinasi dan komunikasi yang intensif memanfaatkan teknologi informasi yang ada saat ini. Mereka tidak malu menyebut, salah satu kesuksesan UMKM Brunch Handmade didukung oleh perkembangan teknologi digital.

"Wah, beruntung sekali ada internet, digitalisasi, teknologi informasi. Bayangkan, dulu saya iseng-iseng bikin sulam pita di posting. Banyak yang suka. Terus, nunak nunuk (pelan-pelan) belajar bikin Instagram yang sampai saat ini menjadi tempat kami berjualan dan menerima pesanan," ucap Erna

Senada, Eridha bahkan menyebutkan, penjualan produk mereka hampir 100 persen berasal dari media sosial Instagram dan Whatsapp Brunch Handmade.

Kemampuan tersebut tidak lepas dari peran mereka yang aktif dan intensif bergabung dengan komunitas untuk pengembangan UMKM, yakni menjadi anggota Rumah BUMN BRI di Semarang.

7. Tak patah arang belajar teknologi informasi

Duo R Semarang Dobrak Stereotipe Ibu Rumah Tangga dengan Sulam PitaRumah BUMN BRI di Jalan Sultan Agung No 108, Candisari, Kota Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Brunch telah terdaftar sebagai UMKM mitra Rumah BUMN BRI Semarang sejak 2020. Mereka selalu bersemangat mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan untuk peningkatan kapasitas UMKM, terkhusus ketika online. Dengan begitu, pelatihan bisa diikuti di rumah.

Untuk diketahui, Rumah BUMN BRI telah membina 6.425 pelaku UMKM berbagai sektor usaha di Semarang dan sekitarnya. Hingga tahun 2022, sudah mengadakan 711 pelatihan untuk pengembangan kapasitas bagi mereka.

"Dulu tahunya karena kita kolonial (usia tua/ orang zaman dulu) yang kita ikuti ya cara pengelanan Instagram, bagaimana tahu market, brand, memotret produk, dan pemasaran. Selain itu kesempatan terbuka lebar ikut pameran. Terakhir Brilianpreneur 2022 lalu di Jakarta," kata Eridha.

Keaktifan Brunch Handmade di media sosial membuat produk mereka dilirik dan digunakan oleh perancang busana kawakan Yogi Pratama. Yang terbaru, berhasil masuk kurasi pemajangan produk UMKM di Uniqlo.

"Bagi kami, sulam pita ini adalah poduk slow fashion dan hanya orang-orang tertentu yang suka karena sesuai dengan seleranya masing-masing. Jadi tidak bisa kami memaksakan kehendak harus setiap hari beli Brunch, karena ini adalah produk tersier. Sehingga kami pun juga membuat produk tidak berbasiskan kuantitas dan begitu mengejar pendapatan (materi)," respons Erna yang mengaku omzet per bulan mencapai Rp3 juta.

Baca Juga: 10 Potret Emak-emak Semarang Moncer Berbisnis Rumahan tapi Gak Murahan

Topik:

  • Dhana Kencana

Berita Terkini Lainnya